Still Life (2)

Bulan kedelapan di perhitungan tahun masehi ini memang penuh kejutan, bedanya sama tahun lalu aku cukup mengejutkan diri aku karena nekat naik Gunung Sumbing dengan jadi perempuan seorang diri. 
Dengan lari pagi 9 hari-an demi bisa mempersiapkan menggapai naik-naik ke puncak Sumbing yang sebenernya alasannya apa banget, nggak mau kalah sama ketiga adikku yang udah sampai puncak lebih dulu. Adu kekuatan gitu ceritanya.
Lalu di tahun ini, dimulai dengan tekanan fisik yang cukup menguji dan hantaman pusing kepala yang datang berkali-kali, rasanya ingin segera rebahan dan tiduran tanpa terbebani harus bangun segera karena harus menggarap ini itu. Muktamar Luar Biasa IPM yang melelahkan sekaligus melegakan, dan menjadikan seorang Nabila bisa renang pagi-pagi.
Yang lebih istimewa, Agustus kali ini serasa dihubungkan kembali dengan apa yang terjadi di Agustus 2015 lalu. Kembali ke Bali sekali lagi. Meskipun urusan administrasinya bikin aku rasanya mau menyerah aja, pasrah dan berserah serta berusaha jadi medioker yang nggak kenapa-napa kalau keinginannya nggak tercapai. Jadi medioker yang nggak papa silakan mengeluh sepuasnya.

Agustus semacam jadi starter memasuki konflik-konflik bertubi dan tanpa henti, entah soal apa yang terjadi di KEMANT, IPM maupun Binabud.
Tentunya, yang jadi highlight di bulan ini adalah Bali, setelah sekian lama aku nggak beradu dengan tegaknya kursi kereta ekonomi, di bulan ini aku diadu duduk lama 13 jam sambil nahan buang air kecil karena rasanya malas sekali. Bulan di mana Nabila kembali melukis lagi di perjalanan, dan jadi bulan yang mengizinkan Nabila naik kapal untuk pertama kalinya.
Setelah hanya naik gondola di kanal utama Venezia beberapa tahun lalu.
Diajaknya aku oleh Mas Nabhan mungkin jadi tanda tanya besar dan bikin aku ingin (lagi-lagi) membuktikan bahwa ada sesuatu yang bisa aku bagi demi kebermanfaatan dalam rangka memanusiakan manusia. Bukan hanya berlagak sok-sokan dan acting seakan-akan jadi manusia paling berpengetahuan. Dan berusaha hadir meskipun kamu sungguh bukan siapa-siapa.

Global Citizenship Training

Momentum puncak yang amat sangat mendebarkan, pasalnya aku sekali lagi diminta memberanikan diri kalau sebetulnya kamu bisa Nabila memimpin training pakai bahasa inggris. Hari-hari kerjasama sama Sarita dari AFS India dan Guto dari AFS Brazil, we were actually practicing our skills as trainers—it was actually a final project from AFS Global Training for Trainers. Wow, it was so FUN, you know what.. creating a learning space for all ages! I’ll miss our brainstormings and the ‘real teamwork’ across the globe. I learnt so much. Indeed.
I miss this equal space which could not be found anywhere.
_

Rasanya Agustus nggak bisa diringkas dengan sekumpulan kata-kata yang berkumpul di hanya sekian paragraf, karena hadirnya bikin seorang aku belajar kalau orchestra yang selayaknya ditunjukkan taburan layangan di langit sore Denpasar bahwa yang tenang dan damai itu nyata adanya. Di Agustus, dari pantai ke pantai, from sunset in Kuta Beach to sunrise in Sanur Beach, dan dari jalanan Denpasar yang pengendara motornya suka nggak karuan di perempatan—bisa mengajarkan kalau jangan sampai Ulima Nabila Adinta berhenti berjalan.
Meskipun akhirnya ditutup dengan segenap kesedihan dan gempuran rasa ingin lenyap dari muka bumi. Segenap perasaan kesal yang rasanya enggan pergi dari pikiran, frekuensi yang naik turun cukup tajam begini bikin aku merasa cukup deg-deg an menyambut September.
Deg-deg an yang bilang kalau sebaiknya aku duduk diam dan berefleksi ria dan menangis di sudut kamar. Kalau sebaiknya sendiri dulu kayaknya bakal jadi perayaan yang seru untuk menyambut September, pasalnya meskipun Agustus kelewat banyak sekali kejutannya, tantangannya juga nggak biasa. Tantangan yang selalu menasihati kalau sebaiknya aku merunduk seperti padi, dan tenang seperti langit Bali tanpa ditutupi gedung-gedung yang menjulang tinggi.
Jadi, terima kasih Agustus. Meskipun kamu kelewat bikin Nabila lelah, tapi setidaknya ini jadi bulan yang menjembatani Nabila untuk lebih kuat lagi, dan tentunya lebih siap membaca deretan kata di jurnal-jurnal antropologi dan segenap conference yang memburu di penghujung tahun.
You still life.
Andiamo, Nabiloski!
Yogyakarta, 1 September 2021.

0 komentar