Still Life (1)

Kalau menulis refleksi bisa buat seorang Nabila tetap merasa ‘hidup’ nampaknya Agustus yang melewati Juli yang lalu mengharuskan aku merawat ini sekali lagi.

Ingatan kecilku banyak yang menghilang, pasalnya Juli-Agustus adalah kompilasi momen yang mengaduk-aduk diri sendiri. Bahkan sejak mulai nulis refleksi ini aku bersyukur air mata ikutan mengalir tanpa diminta dan dipertanyakan eksistensinya di hari-hari yang lalu.

Menuju semester gasal, entah kenapa selalu jadi gerbang menuju momentum pembuktian diri yang nggak bisa dibuktikan dengan sekali ucapan. Yaiyalah Nabila namanya juga pembuktian.

Setiap semester gasal, nggak jarang aku merasa kesepian, merasa nggak berdaya, dan diremehkan berkali-kali bahkan sama orang-orang yang bahkan nggak terduga sama sekali. Batasnya terlalu tipis dan barangkali fana, untuk bilang kamu teman atau lawan? Bahkan eskalasi ketidakyakinannya semakin meninggi.

Bangun pagi di penghujung Agustus entah kenapa tangan aku otomatis meluncur ke catatan-catatan di laman blog pribadi yang sekali lagi mengingatkan, seberapa dulu tangguh kamu melewati setiap roller coaster wahai Nabila. You were not okay in that moment, berjalan dan tumbuh masuk ke gerbang yang sangat amat tidak dinyana sama sekali.

July: a month to rebuilding a connection with the nuclear family

Bulan Juli jadi bulan fully recovery Nabila dan keluarga. Yang menguji berkali-kali kekuatan persaudaraan aku dan adik-adikku, yang di tengah menerjang segala badai dan ombak Bapak selalu berusaha hadir jadi sosok yang meneduhkan dan menyadarkan bahwa yang terjadi ya harus dilalui dengan tabah dan penuh penerimaan. Ikhlas.

Bulan yang dilalui dengan penuh perasaan nggak tega lihat Bapak dan Ibu sakit terbaring dan batuk keras di malam-malam panjang. Bulan di mana adik-adik belajar saling mengerti dan siap siaga memasuki fase baru di hidup mereka, yang bikin aku belajar bahwa (lagi-lagi) dunia nggak hanya berpusat di dirimu seorang sayang. Hari-hari panjang yang dihantui perasaan bersalah dan diselamatkan buku Secrets of Divine Love: A Spiritual Journey Into the Heart of Islam.

Tanpa tegar dan tabah melewati bulan Juli mungkin seorang Nabila nggak akan kuat bangkit jadi manusia-serba-gila-setengah-mati yang melalui banyak ratusan momentum setelahnya. Tapi setidak-tidaknya, ada ornamen-ornamen semesta yang patut disyukuri, matahari pagi yang menghangatkan meskipun kadang ditemani angin besar yang menghantam sampai ke tulang-tulang. Lalu kicauan 13 burung peliharaan Bapak yang ‘masih tetap hidup’ dan nemenin Nabila di sela-sela binge-watch drakor.

Atau sore yang ditemenin semburat ungu di balik Gunung Sumbing yang ditatap dari lantai dua rumah dan segerombolan burung yang bertebaran di langit sore. Lantas obrolan panjang video call bareng Papa Aurelio dan Mamma Linda yang menyadarkan meskipun aku putri bungsu non-biologisnya, mereka masih tetap menyayangi tanpa tepi.

Dua lagu terakhir yang nemenin nulis refleksi ini adalah lagu yang amat tepat: Surat Cinta dari AriReda dan To be Loved dari Michael Buble.

But to be, truly, truly, truly loved

Well, is more than all of these things…”

You still life.

Yogyakarta, 31 Agustus 2021.

(bersambung….)

_____

 


0 komentar