Italian Bound (1) : The World In Front Of My Eyes




Sejak kedatangan malam itu, pada 10 September aku baru menyadari kalau daerahku di Via Igne Longarone Belluno Italy ini benar-benar di tengah gunung-gunung yang menjulang. Sewaktu jendela kamar aku buka yang terbentang hanya lembah hijau tanpa pencemaran apapun, lestarinya masih sangat terjaga.


Aku seperti kembali menjadi anak kecil yang kebingungan karena banyak tidak mengerti dengan apa yang ada di sekelilingnya. Aku banyak membayangkan, berspekulasi tentang siapa yang akan aku kenal dan akan menjadi manusia yang sangat berarti in my exchange year. Lalu aku memulai dengan berkenalan dengan host family-ku. Percakapan yang sangat mencairkan adalah karena aku membawakan batu-batu Indonesia yang disiapkan Bapak dengan sangat beragam ada 11 batu.


Anyway, aku juga sedikit shock yang ternyata selama 18 tahun aku mengenal Bapak beliau juga koleksi batu-batu dari Indonesia padahal bayanganku aku bakal bawa batu kali biasa buat host family ku, tapi kok kelewatan b aja banget kalo gitu. Let me tell you yeaa jenis batunya yang aku –shock- itu :
  1. Batu Sulawesi
  2. Batu Putih Pantai Indryanti
  3. Nogosuwi, Batu Jawa Tengah
  4. Batu Lintang, Pulau Bali
  5. Pancawarna, Maluku
  6. Batu Gunung, Galunggung Jawa
  7. Batu Pantai Laut Jawa, Pantura
  8. Junjung Drajat, Ambon
  9. Yahman, Batu Kalimantan
  10. Batu Pondasi Rumah Jawa
  11. Fosil kayu terpendam ratusan tahun (nah ini yang paling shock, you know)



Siapa sangka dua orangtua dari dua negara dengan dua benua yang berbeda Asia-Eropa sama-sama pengkoleksi batu dan mereka sama-sama bakal mendidik satu anak yang sama yaitu AKU. Haha, Kalau kata hostfamily ku di email sebelum kedatanganku,



“Can you bring me a bit or sand or earth from your places or a little stone ? I collect earth from all the world to have the world in front of My Eyes”

How excited they are sewaktu aku jelaskan dengan gamblang masing-masing batu dan ditaruh di sebuah botol, jadilah bagian dari jajaran batu dan tanah dari beberapa negara koleksinya.




Pada suatu kesimpulan berarti hostfamily ku anak alam banget yeaaay, walopun aku anak alam amatir tapi ya mirip lah ya. Pagi menuju siang itu juga aku jelasin masing-masing batu dengan buka peta Indonesia, oh ya anyway hostfamily ku juga punya peta banyak dan lengkap sekaligus peta geografi soal pegunungan disini. Mereka jelasin aku dimana posisi Longarone, Belluno dan betapa dekatnya kita dengan Austria. Mereka juga udah mendaki gunung-gunung di Belluno, membatin dalam hati resolusi satu gunung dalam setahun udah cukup banget kok.

Pada hari kedua itu juga kita memutuskan panggilan, aku memanggil Mamma Linda dan Pappa Aurellio. Officially Nabila De Pellegrini, hehe. Jadi anak ketiga yang di hosting ceritanya.

Sedikit demi sedikit aku belajar bahasa Italy mulai dari nanyain barang-barang kecil dan cara ngomong simple yang bakal sering diucapin dalam keseharian.



RESIDENCE PERMIT

Pada hari ketiga kedatanganku aku harus segera mengurus Residence Permit atau Izin Tinggal di Italy selama setahun. Naasnya aku udah 18 tahun which is harus bayar 20 Euro lebih banyak dari AFSers lainnya yang rata-rata masih dibawah 18 tahun. Aku harus bayar 100 Euro, aku Mamma dan host sisterku Anna pergi ke Belluno. Anna ini Returnee Short Program ke Jepang, dia baru aja punya suami hampir setahun sama Dario, Returnee USA. Keluarga Volunteers AFS, maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan ?

Kita dateng ke Post Office yang sedikit ribet di petugas pertama, aku ngga begitu paham apa yang diobrolin mereka. Semua bener-bener masih asing di telinga, terutama bahasa. Kalo kata Anna bagian jumlah pembayaran yang beda sama intruksi dari Intercultura. Walhasil di petugas kedua kita bisa berhasil masuk. Tanggal 26 September aku bakal urus lagi kata Mamma.

Berlanjut menilik ke sekolahku di Instituto G. Renier,

Sekolahku ada di Belluno, sejam perjalanan naik bis. Aku ketemu Daniela, guru yang bakal bantu aku di sekolah juga kepala sekolahnya. Aku masih takut banget waktu bahas sekolah, banyak hal yang ada dalam bayanganku waktu itu. Awalnya aku ditempatkan di sekolah ekonomi sosial tapi ternyata beda gedung dan ngga banyak yang bisa bahasa inggris disana. Semua orang yang ada disitu seakan semua prefer ke gedung utama di sekolah lingustik. Tapi aku bakal dapet fisika, natural science dsb. Kata mereka kalo Italy ku udah better aku boleh pindah, intinya mereka sangat fleksibel. Aku putuskan aku pilih disana karena juga ada Daniela. Jangan khawatir Bil, harus manteb

Entah, apa yang terjadi besok. Dimaklumi ya :)


MAKING COFFE ALA ITALY : MOKA

Hai, jadi bikin kopi di Italy itu unik dan lucu banget. Nama alatnya Moka. Aku diajarin sama Mamma Pappa, jadi ada semacam alatnya. Bagian bawah buat taruh air, lalu ada alat cekung buat naruh kopi di atas air. Nah bagian atas ada yang lebih besar dengan curung di tengah dengan tutup diatasnya. Menaruh air sama kopinya ngga boleh penuh-penuh. Biar siap diseduh harus dimasak di atas kompor. Nanti air dengan kopi bakal naik ke atas lewat curung ditengah. Jadilah, kopi siap diseduh.



Ini cuma ada di Italy. Aku bakal bawa Moka sepulang nanti ke Indonesia, beberapa kali aku buat kopi buat Pappa menjelang sore.


MAKAN APA ?

Jadi hostfamily ku sangat jago kalo masak. Aku sering banget dibikinin Italian Pasta yang itu macem-macem banget. Pun aku ditunjukin jenis-jenis pasta yang ada di dapur. Rasa-rasanya harus jago juga milih resep biar bisa juga racik masakan Indonesia tanpa bumbu instan. Aku bawa kriuk-kriuk dari rumah, jadi penyedap kalo makan makanan sini. Selain pasta aku juga makan ikan, nama makanannta Polpeta e salmone juga ayam namanya Petto Dippolo.




Italy selalu khas dengan makan bareng di meja makan, setiap siang dan malem pasti kita makan bareng. Aku suka banget makan buah anggur hijau habis makan, karena makan peach di Roma sebelumnya bikin aku ngga begitu suka padahal peach tersedia selalu di rumah. Aku juga sempet masak Indomie Kuah buat menghangatkan perut yang berasa Indonesia buat dinner, ahaa.




FIRST DAY SCHOOL , SEPT 13 2017
ISTITUTO G. RENIER

Rabu itu bakal jadi Rabu bersejarah di hidupku. Ketika ketakutan dan grogi datang tanpa henti pagi itu, banyak kekhawatiran. Aku sedikit takut, kalau-kalau mereka asing dengan Student Exchange dan perempuan berjilbab. Tapi nyatanya salah besar, besok-besok siapa aja yang mau student exchange jangan takut, cukup tenang, boleh kita banyak mengkhawatirkan tapi just in case aja. Semua mungkin terjadi, tapi semua juga bisa juga tidak terjadi. Jadi tenang aja, bumi milik bersama haha.

Karena hari pertama jadi sekolah dimulai jam 9, tetep aja aku harus bangun lebih pagi dari sebelumnya. Badanku yang masih belum berkompromi dengan udara di sini yang dinginnya melebihi Temanggung padahal masih summer. Mamma bakal nganter aku untuk hari pertama dan kedua, tapi di hari kedua aku udah harus pulang sendiri. Perjalanan menuju sekolah Mamma sempet berhenti sebentar buat nunjukin aku tiga nama Gunung yaitu Sciara, Serva dan Guzala (ada bentuk semacam jari di puncaknya). How amazing Belluno is, seriously and yaa I love mountains so much.



Sesampainya di sekolah Daniela datengin aku, she really know how was my feeling because her two sons are AFSers in the past. Tiba-tiba ada anak yang datengin pake jaket hijau, ternyata dia baru aja balik dari summer program ke India, call her Alice. Aku dibawa ke lantai tiga di kelas 4 C Lingustic, bisa dibayangkan excited bercampur grogi (?) tapi untungnya Daniela bantu aku kenalin diri ke kelas, aku juga berusaha ngenalin diri dengan bahasa Italy yang masih amburadul be lyk itu. Kebetulan ada peta besar dunia di belakang kelas, aku pun jelasin dimana letak Indonesia yang sangat tropis dan di garis khatulistiwa itu.




Alice baik banget super baik, kayaknya dia bakal jadi manusia berarti di exchange year-ku, aamiin. Dia dengan baik hati dan sabar translate ke bahasa inggris. Sumpaah deh ngga begitu kaya Alien aku di sekolah, karena mereka ngga asing dengan Student Exchange dan ada satu orang di kelas itu yang exchange ke USA. Kata Alice, “Yes, we lost one then you come.”

Sedikit absurd ku berkurang, haha.

Sepulang sekolah hari pertama Mamma kasih aku card bus buat setahun lalu nunjukin di staisun. Naik bis pulang sekolah aku bareng Luna, dia host sisternya si Tike yang tinggal di Provagna, Longarone. Dia ada di kelas 2 economic-socio. Dia ajarin aku bis mana yang harus aku pilih disini. Aku masih berasa tidak enak sewaktu di bis, karena satu-satunya Asian, haha but no problem, hanya butuh waktu aja. Butuh sejam sampai di rumah, bus dari sekolah bakal bawa ke stasiun lalu di stasiun ada banyak angka tempat berhenti bis. Aku pilih nomor 16 biasanya, kalau langsung pulang ke Igne. Sampe hari Sabtu aku masih bareng Luna, dia bener-bener nunjukin sewaktu berangkat sekolah aku harus pilih yang ada tulisan G. Renier karena dia bakal seminggu ke Prancis. Entah, sama team sekolah.




Last but not least, begitulah seminggu-ku di masa exchange year, bakal ada banyak Minggu yang harus aku ceritakan biar semakin menebar kebermanfaatan. Exchange is not always sunshine and butterflies yeaa, nikmati Roller Coaster-nya. Pasti bisa, aku pilih The World In Front Of My Eyes sebagai judul karena sekarang adalah hidup yang benar nyata dan dihadapan mata di bagian dunia yang lain untuk perempuan tropis ini.

-cerita ini akan terus berlanjut, selamat menanti-


Nabiladinta

Longarone, Belluno 15°

Sept 24 2017

0 komentar