First Week of Ramadhan







Sepekan ramadhan berlalu.

Dan ya aku sudah mempunyai rutinitas pasti. Yang tidak membekukan pastinya.

Aku mulai lebih mengenal dengan budak-budak. Hari itu sama seperti hari sebelumnya. Bangun - mengajar harfun – mengajar ilmu sederhana tentang islam – menjelang berbuka tanpa bazar.
Tapi biarkan aku mengenang hari yang telah lalu. Akhirnya aku dan Umma memutuskan hadist akan menjadi materi pokok, sedikit demi sedikit kami dan yang singkat aja lah ya Um. Dan sesi hadist selalu Umma yang memegang kendali. Haha kaya apa aja ya dikendaliin, aku memilih bahasa arab. Dan itu pelajaran jitunya, praduga-ku salah. Mereka tau banyak soal pelajaran menghafal angka dan beberapa hal dengan bahasa arab. Nyaass, pas aku coba tanya sebagai intermezzo.

Aku harus berfikir cepat, duh apa ya di depan 40 lebih budak perempuan dari derajah satu sampai tingkat 5, dan itu seumuranku ? Lol banget kaan.

Seketika dua ide muncul bebarengan, “nah bil kasih tau banyak aja tentang mufrodat-mufrodat sederhana di sesi akhir nanti sebagai follow on project-nya bisa dibikin kertas yang disebar dan ditempel pada tempat, barang atau arena yang berbahasa arab,” kataku kepada diri sendiri.

Calm down dear.

Mengalir bahkan sederas-derasnya mengalir madrasah ala surau itu. Mendengar mereka mengeja itu sudah terpupuk kesabaran abadi supaya jangan terburu pergi.

Then you know, kamar sudah semakin hangat, semakin banyak yang datang, semakin banyak yang mau mendengar cerita pun aku dan Umma penasaran dengan kehidupan mereka. Hal yang sering aku dapati kalau budak-budak tanya adalah soal, “Akak berapa sodara ?” biar jelas dan mantap aku sebut selengkap-lengkapnya. Duh, ini yang bikin rindu adek-adek kesayangan di rumah, apalagi duo jantan Daffa Gibran. Tapi mereka ngga bosen-bosen tanya kita soal pacar. Mana ada kita pacaran ya, daan selalu itu yang mereka tanya. Padahal emang beneran nothing. Sense of feeling-nya gimana coba.

Apalagi mereka yang nge-fans berat sama Wafiq Ulin Nuha. Ampuun, dia punya senjata apa sampe sesorean itu aku dan Umma ngga bisa berhenti ketawa. Apalagi yang paling nge-fans itu bilang, “Pokoknya bilangin Wafiq aku cinta sama dia, aku sayang, aku rindu dia.” Beuuuuh gimana coba. Ngakak hardest banget kan ya. Kalau si Fawzy dibilang masih kaya anak sekolah rendah, masih keliatan kecil. So sorry to say banget Fawzy, but its true. They were saying that thing.

Suasana menjelang buka yang ramai dengan bunyi sholawat di ruang terbuka, oh ya di jurnal sebelumnya aku lupa sekali sebutan ruangan itu apa. Yak, dan namanya itu Dewan Makan, atau bisa juga disebut kantin sama budak-budak.

****

Yang lebih banyak beri hikmah itu di momen 8 Ramadhan. Selepas mengajar harfun dan muqammad kami kembali bertemu Pak Cik Hazizan, yang masya Allah beliau itu haus ilmu agama banget. Waktu kami lewat Office Pejabat, Pak Cik langsung memanggil.

“Hei, sini Pak Cik nak bertanya.”

Langsung beliau megeluarkan semua jurus ampuh hidupnya. Tafsir Muhammad Yunus, berlembar-lembar kertas tafsir yang kecoret pensil, kitab gundul dan se-tas itu isinya buku-bukunya beliau. Sampe beliau ngeluarin beberapa buku tulis yang isinya catatan soal ilmu agama. Sampai pada suatu titik, beliau menunjukkan catatan mengenai jumlah surga.

“Ada berapa jumlah surga ?”

Terlihat berurut 8 tapi yang keisi hanya dua atau tiga angka. Aku mengingat-ingat sama Umma, “Jannatul Firdaus, Jannatul ‘Adn, Jannatun Na’im... apalagi ya, aku lupa sekali ini. Wah kami lupa Pak Cik.”

“Pak Cik pun lupa, Pak Cik suka menulis di buku-buku ini. Kalau tafsir ba’da shubuh itu Pak Cik baca-baca.”

Sambil menunjukkan tafsir Al-A’raaf. Ampun Pak Cik, lubuk terdalam ini malu banget, masih muda ngga se-semangat beliau. Sampai beliau tanya metode apa yang kami ajarkan ke budak-budak. Kami menjawab dengan metode harfun, sambil beliau bertanya beberapa tanda warna di dalamnya. Akhirnya kami meminjami beliau satu buku harfun.

“Boleh besok kita saling berbagi. Pak Cik akan kesini lagi,” beliau menata lagi barang-barangnya dan memasukkan ke dalam tas tangan itu. Sambil itu pula beliau tanya, apa kami mengenal Muhammad Yunus, salah seorang penafsir yang masyhur juga katanya di Indonesia.

Rumah Pak Cik Hazizan ada di Sungai Petani. Khas suara Pak Cik kalau berbicara itu unik lho, suaranya bikin rindu karena emang beda dan keliatan seorang muslim yang sederhana dan selalu mau belajar banyak hal dari siapa pun sampai mau saling berbagi ilmu memahami Al Qur’an dengan kami, yang masih merasa apalah-apalah ini. Agak sendu dan bergetar suaranya, beliau sudah berumur sekali.

***

Pada lain waktu, salah satu warden dan Fadzelin berbagi cerita soal model sekolah di Indonesia dan banyak lah ya. Tapi lebih mengobrol soal pendidikan dan pariwisata, Indonesia punya apa aja. Bagiamana ini tidak membuat semakin bangga ? kami  punya banyak yang terus bisa dibagi, bukan dipendam sendiri tapi itu tetap hak cipta kami. Duh, karena namanya negeri sendiri harus dijaga, bukan hanya bikin iri terus diambil seenak hati.

Dan di hari yang baru aja berganti satu setengah jam lalu, ada lagi-lagi si Nisa bikin guyonan ke aku,
“Kak Nabila, kaka tau apa bedanya kakak sama KLCC ?”

“Hmm.. Apa ya ?”

“Kalau KLCC hak Malaysia, kalau kakak hak saya.”

Bhahahaha. Duh adek ini bikin terharu, padahal pas pagi mengajar harfun dia kami tunjuk karena sehari kemarin tidak memperhatikan, masa iya aku biarkan hari ini dia juga kehilangan paham. Walhasil saat kudekati dia menangis sendu, aku kira dia bakal kesel dan ngambek denganku, ternyata malah sampai tadi aku terakhir ketemu, dia senyum-senyum dan bahagia terus. Adek Nisa, terimakasih ya tetap semangat sampai akhirat menantimu, ayahmu bangga kok denganmu. Sholehah di Rumah Yatim Gemilang ini :)

So, how about senior-senior disini ?

Ya. Mereka seumuran denganku dan Umma. Sewaktu aku dan Umma mau ke toko dan bazar. Mereka nitip dibeliin Top Up Celcom (simcard disini). Haha, ternyata sama aja lah ya Um kalau di sekolah kita pun juga ngendap-ngendap bawa hp. Ketua asramanya pun nitip charge-in power bank ke aku. Paham-paham kok, paham banget. Kata Fatimah, “Tapi nanti kalo warden kesini bilang ya ini punyamu.” Oke siap Fatimah santaaii, kami berdua sangat paham kok.

Oh ya, last but not least.

Rumah Gemilang ini punya grup nasyid dan semalem juga jadi hiburan sewaktu Briged Bhaknti dari Pinang dan Alor Setar datang sekaligus bagi duit raya. Grup nasyid ini akan naik ke tingkat kebangsawanan which mean Nasional, mereka harus bikin lagu sendiri. Wafiq dan Fawzy disuruh bantuin bikin lirik untuk putra. Bernafas lega, karena aku dan Umma nggaa.

By the way soal yang briged bhakti itu Pak Cik pemimpin rombongannya sampai nangis gara-gara masih merasa banyak anak yatim yang bahkan belum bisa makan berkecukupan. Kepedulian memang selalu jadi senjata paling ampuh di bumi manusia ini ya.

Tentang Rumah Gemilang dan segala kedamaiannya

13.12 WM

Salam kawan,

Sik Kedah
9 Ramadhan 1438 H

0 komentar