Felda Sungai Tiang, Pendang

Ramadhan ke dua ini aku mulai penasaran, hey bagaimana kabar Indonesia ?
Selepas chat dengan kawan se-perjuangan pertukaran dari tanah sumatera dan Indonesia, pun dengan kawan se-perjuangan dari sekolah kader. Karena mereka banyak mengomentari jurnalku. Banyak yang perhatian Bil, terlebih lagi selepas chat dengan dua kakak penguatku di bulan-bulan belakangan ini sebagai pengendali ekspektasi, Kak Putra di Italy yang kerasa sepi banget terus sahur masak sendiri makan sendiri dengan indomie yang dijual bebas di tokonya orang India, yang terakhir dengan Kak Oase yang habis berpetualang ke Shanghai. Chat-ku baru dibales dan aku juga ngga sabar cerita ke mereka berdua. Ngga sabar juga ketemu mereka di pertengahan tahun ini, yang hari kemarin malah ngga sahur.

Itu cerita mereka di negeri nun jauh disana, let me tell yeaa di negeri seberang Nusantara


#TADARUSS BERSAMA MAK CIK


Sahur makan nasi goreng Malaysia dan seseduh kopi sisa semalam yang disediakan sepenuh hati oleh Mak Lung. Kami sahur pukul 5 WM dan adzan shubuh berkumandang sekitar pukul setengah 6 lebih. Berlanjut waktu sholat subuh di Masjid Ar Rahman, yang berbeda sepagi itu adalah kami hendak ikut kelompok tadarrus Ibu-Ibu Sik Kedah ba’da shubuh. Masing-masing akan membaca satu halaman bermula dari awal Juz 3, tapi uniknya di setiap akhir ayat yang dibaca salah seorang semua yang ada disitu akan membaca bersamaan tanda bagian seorang tadi sudah selesai. Semakin lama semakin bertambah, aku kira barang satu jam kami tadarrus, ternyata hampir 2 jam. Mata pun sudah kupaksa supaya mau berkompromi.

Aku juga harus melebih lambatkan nada mengajiku, ibu-ibu membaca dengan perlahan sekali. Ada satu pemimpin mereka, yaitu Ibu berkacamata yang memang kelihatan berkharisma, pantas saja. Kiranya pukul setengah 9 Mak Lung memberi kode supaya kami pulang dulu. Selepas itu di mobil atau lebih tepat dsebut kereta kalau disini. Kami istirahat sejenak di rumah, karena jam 9 lebih kami akan diajak ke Rumah Yatim Gemilang. Finally :’)


#RUMAH GEMILANG

Kami berkunjung dan diajak keliling sama Pak Lung, dikenalkan bagian-bagian di sana dan diceritakan kebiasaan budak-budak panti. Sewaktu duduk berkumpul di office Rumah Gemilang Pak Lung bercerita kalau masyarakat Malaysia seumuran beliau paham tokoh-tokoh Indonesia terutama sastra. Karena semasa beliau sekolah ada pelajaran kesastraan Melayu, seperti Siti Nurbaya karya Meurah Silu, Tan Malaka, Pangeran Diponegoro banyak yang paham. Namun generasi sekarang tidak sedetail itu dalam belajar kesastraan. Sedang disitu ada Kak Bahijah yang cantik putih anggun sekali, dia pandai cakap bahasa arab ikut tertawa, bahasa melayunya dia lebih ‘nggremeng’, di mengiyakan pernyataan Pak Lung. Masyarakat Malaysia paham kalau orang Indonesia bercakap dengan bahasa Indonesia karena banyak sinetron Indonesia yang tayang di Malaysia.

Bagian terunik saat berkunjung ke sana adalah saat bertemu Pak Cik Hazizan. Logat melayunya semakin membingungkan apalagi kalau mereka cakap satu sama lain. Aku kadang memandang dengan melongo sampai Pak Lung tanya, “Paham tak,” apalah daya cuma bisa meringis. Pak Cik Hazizan terlihat sebagai penjelajah yang bikin aku merinding terlebih waktu beliau bertanya soal pesantren di Indonesia sumber dananya dari mana, lalu bertanya kami sudah tadarrus berapa jauh ? diberengi cerita beliau yang sudah khatam 20 kali. Setiap harinya ba’da shubuh 1 juz dan begitupun ba’da dhuhur. Aku tersentuh, aku yang rasanya hanya kenceng tadarrusnya kalau ramadhan meskipun di hari biasa aku tetap mengaji namun tak sebanyak kala ramadhan.

Dialog kami yang lainnya adalah mengenai Ahok, beliau selalu mengikuti kabar via kompas. Ahok yang sudah melambung ketenarannya gara-gara Al Maidah 51 yang menjadi trending di Indonesia dan membuat umat islam semakin bersatu itu. Aku bercerita, kalau kawan kami yang ke Malaysia juga da yang pernah mengikuti salah satu demo karena Ahok seorang. Lebih jauh lagi kami berdialog soal Cina, ekonomi di Malaysia pun sudah di kuasai Cina. Pak Cik Hazizan juga bercerita sewaktu berkunjung ke Iran, Cina pun yang menguasai perekonomian rakyat. Kami juga bercerita hal yang sama tentang keadaan ekonomi di Indonesia. Pak Cik satu ini kaya wawasan, gaya berbicaranya pun mampu menarik banyak orang supaya ikut mendengarkan kisah beliau.

Beliau pernah bekerja di Pulau Pinang, kawasan pecinan yang lekat sekitar tahun 1990-an. Karena itu beliau tahu banyak soal kegesitan Cina dalam ekonomi. Kalau kata Ibnu Batutta,
“Kita tidak akan pernah menemukan Bangsa Cina yang tidak kaya di dunia”
Kurang lebih begitu seingatku.

Kami berlanjut menengok ruko milik Rumah Gemilang. Pak Lung Suhaimi mempersilahkan kami untuk memilih cemilan yang kami suka. How pleasure I am dear.
Sekembali ke kereta Pak Lung menunjukkan buku Syekh Daud Abdullah Al Fatani, pencipta arab pegon. Lalu Pak Lung meminta kami membaca tulisan arab yang kecil dan ruwet itu. Sering sekali beliau bertanya tentang sastrawan, buku-buku, sampai pernah menunjukkan video puisi Gus Mus yang judulnya AKU HARUS BAGAIMANA saat masa 1998 di Indonesia. Ekspresi kemarahan terhadap Soeharto. Jadi semakin terpacu belajar dari Pak Lung.


#BER-RAHIM

Sehari itu kami tak sabar bertemu Umi Unnik, Kak Nia dan rombongannya. Mereka bertolak dari Kelantan. Kira-kira pukul tiga mereka sampai. Sebagai bentuk rindu dan bakti ke Umi dan Kak Nia, aku dan Umma memijet satu-satu. Kedua ibu kami ini punya ketulusan super yang tidak bisa diukur dengan materi, dua hari berturut keliling Malaysia demi menengok kami yang ber-mubaligh ria, prinsipnya sudah bertatap muka saja meskipun sekejap itu sangat cukup. Ketulusan dan rasa ke-ibu-an yang tidak pernah lepas dari beliau berdua. Perjalananku bermula diasuh Umi Unnik dulu di Asrama Siti Aisyah dan tidak pernah lepas dari ber-rahim dengan beliau.

Setelah beberapa saat kami bertolak ke tempat Wafiq dan Fauzi di salah satu pesantren putra. Aku meminta bertukaran dengan Kak Erik dan Ustadz Anton, supaya aku dan Umma di kereta yang dibawa dari KL supaya bisa tetap bersama Umi dan Kak Nia, sedang beliau berdua di kereta milik Pak Lung. Wafiq dan Fauzi tinggal di homestay, kira-kira berjarak 8 km dari kami. Kami pun tidak berlama-lama disana. Awalnya berharap bisa singgah bermalam di Kedah eh ternyata harus mengejar waktu. Rasanya ditinggal Ibu itu kan sedih ya.


#BERBUKA PUASA RIA DI FELDA, SUNGAI TIANG PENDANG

Pak Lung sudah menyampaikan di pagi hari jika ustadz dan ustadzah balik awal kita nak jalan-jalan lagi ke rumah Mak Teh keluarga Mak Lung. Bedanya Wafiq dan Fauzi juga akan diajak. Kasian mereka tidak seberuntung kami, haha. Kami pulang dulu ke rumah lalu balik menjemput Wafiq dan Fauzi, sempit-sempit di kereta yang minimalis milik Pak Lung. Perjalanan memakan waktu sekitar 45 menit. Kanan-kiri yang kami lihat masih sama, lembah-lembah dan tebing yang curam. Pada suatu waktu kami melewat kawasan Patung Buddha, harap-harap semoga ada kesempatan berkunjung ya Um.

Setiba di rumah Mak Teh, sederhana nampak dari luar, rumah bertingkat. Tapi kalau sudah masuk, subhanallah klasik rapi bagus pokoknya. Mak Teh sedang mempersiapkan menu berbuka. Aku dan Umma berkeliling sekitar rumah dulu. Menuju berbuka, kami berempat (Aku, Umma, Wafiq dan Fauzi) menunggu dengan ber-tadarrus, mengejar target khatam kami. Ketika waktu berbuka, kami berkumpul di meja makan.



Lalu sholat maghrib bersama dengan Pak Lung sebagai imam di rumah.

Menjelang sholat tarawih kami mempercepat makan supaya terkejar bisa ke masjid. Setengah kilometer dari rumah, Masjid Al Falah Sungai Tiang. Kami yang muslimah sholat di lantai dua, aku dan Umma baru menyadari ternyata ada Al Quran besar yang terpasang di depan imam, jadi imam bisa sambil membaca, bacaan tarawihnya pun kelihatannya berurut dari hari pertama dan bermula dari surah Al Baqarah. Tapi kami hanya sholat 8 rakaat lalu witir di rumah.

Balik ke rumah lalu tadarrus sejenak dan bersiap kembali ke rumah di Kampung Churok.



Salam Kawan,

Sik Kedah, 19.28 WM
3 Ramadhan 1438 H


0 komentar