Jadi hari ke-3 Ramadhan tak seperti biasanya, kami sholat subuh pun di rumah karena Pak Lung Suhaimi mendadak tidak enak badan. Kami pun melakukan pekerjaan rumah yang sekiranya bisa meringankan tugas Mak Lung. Sedikit bingung juga, karena kami hari itu juga tidak akan berbuka puasa di sanak saudara Pak Lung. Tapi kabar bahagianya Mak Lung mengetuk pintu kamar dan mengajak kami untuk ke bazar di sore hari. Yeeeee ! We will go out again um :))
Keluarga Haji Suhaimi mendapat giliran MOREH, yaitu memberi semacam takjil untuk Surau tapi ba'da tarawih. Jadilah kami merasakan sholat tarawih di banyak tempat, mulai rumah - surau - masjid di beberapa daerah di Kedah pula. Kami bertolak dari rumah sekitar ashar karena kami akan menunaikan sholat di Masjid Ar Rahman, jalanan Kedah mulai ramai dengan penjual makanan di waktu menuju berbuka.
Sesampai di bazar, aku menghela nafas ternyata tidak banyak berbeda dengan di Indonesia, tenda-tenda berdiri dengan terpal sebagai atapnya. Ramai penjual mulai dari pakaian, makanan, sayuran, alat rumah tangga, dan perlengkapan harian lainnya. Kami langsung diboyong ke penjual tepung talam, srimuka dan keladi, sederhananya rasanya mirip kue lapis di Indonesia. Kami dibelikan ketiga jenisnya sekaligus.
Sedangkan untuk makanan MOREH Mak Lung memilih untuk membeli 2 jenis apel dan 1 buah jeruk tiap bungkus. Naluri ibu seluruh dunia pastinya membeli sayuran, tapi alangkah baiknya beliau berdua membelikan kami ayam panggang sebagai lauk makan malam ini.
Tak lama kemudian kami kembali ke rumah, membungkus buah-buah tersebut ke dalam plastik daur ulang berwarna hijau.
TIGA PANJI NEGERI
Selepas dari bazar aku memilih melakukan sesuatu yang berfaedah. Aku bawa alat menulis menuju meja makan sambil ngobrol dengan Pak Lung. Pak Lung gemar sekali bercakap tentang Indonesia dan Malaysia, kali ini beliau mengenalkan kami dengan tiga ulama yang tinggal di mekkah pada sekitar Abad 19, ketiganya berasal dari Nusantara : Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (ulama asal Banjarmasin), Syekh Daud Bin Abdullah Al Fatani (ulama asal Patani Thailand Selatan) dan Syekh Abdusshomad Al Palimbani (ulama asal Palembang). Kata Pak Lung mereka bertiga bersahabat dan bersepakat untuk menjaga perdamaian Tanah Melayu.
Namun suatu ketika Thailand menjajah Kedah (tempat singgahku sekarang) dan banyak membunuh manusia. Berita ini sampai ke Mekkah. Akhirnya mereka bertiga resah dan kembali bersama ke Bumi Kedah. Ikatan persaudaraan ini tidak ikut mengikat Thailand dan Bumi Kedah. Naasnya, Syekh Abdusshomad Al Palimbani terbunuh di Bumi Kedah. Yang ingin mendamaikan justru terbinasakan.
Kisah serupa seperti ini tidak pernah berhenti bergulir di dunia dari zaman ke zaman. Pertumpahan daerah dan perdamaian akan berjalan beriringan layaknya api dan air yang tetap ada di bumi manusia. Perjalanan kemanusiaan di Tanah Melayu yang cukup menggetarkan. Rasanya berbeda ketika hanya belajar sejarah di kelas formal, padahal aku telah kenal tiga panji Nusantara ini sejak lama dari mapel Sejarah Kebudayaan Islam. Tapi kisah dari Pak Lung menuai beda bagi aku dan Umma sampai beliau mengeluarkan biografi Syekh Al Banjari dan karya-karya ketiga ulama ini.
Tidak berhenti sampai disitu, Pak Lung juga mengeluarkan buku Buya Hamka yang berkisah tentang Ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah. Ayahnya segenerasi dalam membumikan gerakan Muhammadiyah bersama Ahmad Dahlan bedanya Ayah Buya Hamka berfokus di Bumi Minangkabau. Sedang Buya Hamka generasi setelah itu yang amat masyhur di Tanah Melayu, masyarakat Malaysia sangat mengagumi beliau. Sesosok yang penuh pembuktian akan kekuatan ilmu, bahwa tidak menempuh pendidikan formal tetapi diakui banyak manusia hingga mendapat gelar 'Profesor'.
***
Begitulah senja itu dibangun di Kampung Charuk Kudong Sik Kedah. Malamnya kami menikmati tarawih di Surau dekat rumah sekaligus memenuhi giliran Pak Lung dan Mak Lung, MOREH. Surau yang penuh sampai shaf belakang dan aku bertemu puteri kecil Kedah yang lucu, cantik dan syahdu.
Hari itu juga ada hal yang menggetarkan Ramadhanku dengan pesan Bapak dari rumah, yang tidak pernah berhenti dengan petuah bijak yang berpengaruh besar terhadap perjalanan kedewasaanku.
"Tetaplah menjadi penjaga Al Qur'an"
Salam Kawan,
Perjalanan Alor Star menuju Kampung Churok
5 Ramadhan 1438 H
0 komentar