Suatu Minggu di Jakarta

Segala kepadatan di akhir Oktober bikin aku mendambakan banyak hal, salah satunya pistacchio yang udah diramu jadi salah satu cita rasa gelato. Maka, pelan-pelan aku berdoa supaya bisa makan gelato italia sembari meraba-raba ingatan ice cream legend di Jakarta yang aku lupa banget namanya.

Ternyata si nadila, kak rizka, mbak laila, dan kak kholida ke ice cream itu! Ohya RAGUSA ICE CREAM GAMBIR! Sejak di Bandung aku menerka, kira-kira bakal kesana sama siapa, akhirnya dengan lapang dada Kak Rama juga kepingin ke sana, kami menyepakati hari Minggu buat kulineran di Jakpus.

Dengan kondisi yang sebenernya capek banget sepulang dari Bandung dan babak belur karena beberapa hal yang cukup menyesakkan dada, pilihan di hari Minggu aku jadikan "escape mechanism" disertai nge-arsip semua pesan WA kecuali yang lagi berurusan sama aku di hari Minggu. Aku yang biasanya semangat jalan kaki, request untuk, "Kalau motoran aja gimana kak?" dijawab Kak Rama dengan penuh keheranan,

"Tumben.. oke motoran juga okesih. Sepi jalanan. Banyak jalan kaki po kemarin??"

__ 

Walaupun aku nggak bisa tidur dan mata sembab aku tetep semangat bangun pagi.

Setelah riweh se-rumah di Pamulang ngebantuin sepupuku Naiya yang lagi ujian online masuk MBS, jam 11an kami otw. Suasana musim hujan ini bikin aku bersyukur karena tentunya nggak bikin gerah, walaupun di beberapa titik macet, sesampainya di jalanan Jakarta cukup sepi dan bikin ngobrol di motor nggak bising.

Aku cukup impresif, ini Kak Rama hafal banget jalanan Jakarta. Apesnya, kurang 3 km lagi sampai hujan tiba-tiba deras setengah jam-an dan kami berteduh di halte dekat Menteng dengan kondisi perut yang udah meronta-ronta. Sampai di Ragusa, aku dan Kak Rama pasang ekspektasi yang cukup tinggi, aku yang berharap ketemu nona blasteran Italia dan ngobrol pakai bahasa italia, ternyata toko legend ice cream semenjak 1930-an ini cukup konyol. Antriannya sungguh panjang.

"Lucu juga ya, ice cream Italia, tokonya di Jakarta, tapi yang jual orang Cina," kata Kak Rama di sela lampu remang yang kedap-kedip. Aku cukup ngekek ya, tapi menikmati ice crean special mix dan Kak Rama beli banana split.

Selain itu, sambil makan dan ngetawain ekspektasi, kata dia lagi, "Nggak kebayang juga sih ada orang benerin lampu," aduh he sees it so detail😅

Seselesainya makan ice cream kami ke Istiqlal, menurutku ada suatu  masa tertentu di hidup aku yang lagi kepingin banget solat di masjid. Jakarta yang mendung mendukung sekali buat menikmati semilirnya Istiqlal yang lagi sepi, angin yang masuk perlahan dari serambi di sisi kiri bikin aku cukup tenang. Hari itu aku tutup gawai, janjian lagi selepas salat sama Kak Rama juga tanpa saling kirim pesan wasap.

Naasnya, hujan deres banget jadi gagal jalan ke Katedral sebrang Istiqlal. Kami cuma nunggu hujan reda sejam-an sambil ngobrolin hal random tapi salah satu pertanyaan yg cukup aku pikirin dari Kak Rama adalah, "Terus sekarang kira-kira orang kenalnya kamu sebagai apa Din?" Duh aku nggak ngerti banget wgwgw tapi ternyata aplikasi getcontact bisa nge-track kita dikenal sebagai siapa.

Hujan reda menjelang jam 16-an. Kami bertolak ke Pasar Baru yang ngelewatin Santa Ursula, cuma buat makan Bakmi Gang Kelinci atas rekomendasi Tatyana yang betulan di gang kecil di antara gedung-gedung toko Pasar Baru yang cukup menjulang tinggi.

Tenang, lengang, dan dingin karena udara begini sama sekali di luar ekspektasi alias Jakarta yang dekat dengan kata sesak dan panas sama sekali nggak aku rasakan di hari itu. Warung bakminya cukup luas nan ramai, aku super duper yakin kalau ini pasti enak tanpa memasang ekspektasi setinggi makan ice cream Ragusa.

"Karena kesini mau makan bakmi, jadi kita pesen bakmi aja," kata Kak Rama habis liat aku cukup bingung ngeliat ternyata menunya beragam. Oke bakmi spesial aja. Cepat dan tangkas serta bayar langsung di meja makan kita dengan si abangnya yang nyamperin.

Bakminya sungguhan enak banget. Aku lahap. Dengan harga 28K di area Jakarta Pusat ini bakminya worth it, porsinya juga banyak dan sesuai dengan perut kita yang lapar. Kami nggak bisa berhenti memuji bakmi yang seenak ini, "Asli seriusan ini enak sih kak, mirip sama mie & mie Jakarta-nya Kansas FIB. Kalau ke Jogja besok harus coba juga!"

Sambil ludes cepet ngelahapnya Kak Rama bilang, "Sumpah ini enak dan harus dicoba lagi sih. Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan," ngakak sekali wahai Tuhan.

Makan bakmi dan lagi-lagi ngobrol sejam-an bikin aku mensyukuri hari Minggu dengan perasaan bahagia, escape mechanism-nya sukses. Walaupun pulang juga dihantam hujan gerimis yang awet dan (lagi-lagi) berteduh di suatu halte diiringi puteran lagu keroncong dari speaker halte busway tabrakan sama azan maghrib bikin langit senja Jakarta kala itu epik.

Sebagai orang yang sama-sama suka makan, aku ingin bilang terima kasih Kak Rama. A well spent sunday👍

Pamulang-Jakarta, 9-11 November 2021 








 

  

0 komentar