The Art of Being 'Nabiloski'

Diary panjangku masih bertengger di buku jurnal harianku, buku yang aku putar balik konsepnya jadi buku yang boleh dibaca siapa saja. Meskipun belum banyak yang bertengger di laman blog pribadi, aku sedikit demi sedikit mensyukuri hobi menulisku.

Buku ajaib yang jadi coping mechanism maha dahsyat, padahal awalnya adalah penghilang rasa galau yang cukup menggedor-gedor jiwa dan pikiran di akhir bulan Juni lalu.


Menulis di kala senggang atau bahkan menunggu teman datang atau menunggu kapal/kereta datang. Mendaur ulang konsep banyak catatan manusia-manusia inspiratif yang diary-nya impresif nan bikin aku betah duduk lama-lama, yang bikin aku semakin bahagia menjadi manusia. 


Hari ini mungkin aku cukup sombong kalau aku bilang, “Kok bisa ya aku kuat sampai sekarang?” “Kok bisa ya aku bisa coping segenap masalahku dengan cepat” dan segenap kata “Kok bisa” yang bikin pening di kepala, atau mulai pudar kalau di tengah malam aku menyempatkan waktu untuk menangis sesenggukan.


Ritme aku tiga bulan belakangan ini cukup bikin aku mengawang, kalau diibaratkan lagi naik roller coaster, di titik kulminasi atau saat roller coaster berada di paling atas, imajinasiku mengawang kemana-mana dan terjun bebas ke bawah seakan-akan udah dipersiapkan dengan tarikan nafas panjang. 

Bagi sebagian orang mungkin aku makhluk menyebalkan, bagi sebagian orang lain aku dianggap gila dengan perilaku yang nggak wajar padahal mungkin cara aku menjadi bahagia hanya dianggap aneh. Hahaha, sampai aku udah cukup bersahabat dengan kata ‘aneh’. Aku hari ini sedang nggak nyangka dengan hal-hal yang aku lakoni di hari-hari kemarin tanpa melupakan beberapa wishlist di tahun ini yang akhirnya dipertemukan dengan manusia-manusia yang serupa -- serupa dan sama-sama aneh gitu maksudnya. 


Wishlist yang samar-samar dan agak tegang kalau mengungkapkan ke orang lain, artinya kalau seseorang dengar wishlist ini berarti ada sebuah keyakinan: hmm I think this person could help me, I think we’re on the same boat. SO, I thankyou!


Perjalanan tiga bulan belakangan ini bikin aku sadar, kalau nggak peduli, tetap berjalan, dan percaya serta sadar penuh dengan apa yang dilakukan bikin aku belajar merawat kewarasan. Tahun ini definisi let it flow yang penuh kejutan, penuh pertemuan, dan bikin jantung dag dig dug jeder. Pasalnya aku sungguh merasakan perlahan buah dari apa yang aku tanam belakangan, tanpa tetap waspada untuk siap terjun bebas kapan saja. Serta tetap percaya kalau terbang bebas bisa terjadi kapan saja.


Aku perlahan juga menemukan, bahwa cara aku menjadi bahagia adalah cukup dengan terus berjalan, dan keluar dari zona nyaman. Mimpi terdekat aku cukup sederhana: walaupun culture shock empat tahun lalu amat sangat menegangkan, rasanya aku kepingin coba lagi, coba kehidupan di tempat baru, dan mengurai apa yang ada di masa lalu, sekarang, dan di masa mendatang. Jadi, doakan ya!


*) foto terlampir adalah foto di mana aku menemukan-membaca sampai habis personal diary yang inspiratif nan impresif di Warung Fotkop Cipete Jaksel, yang ingin kureplika suatu hari nanti (hehe aamiin ya)


Salam bahagia, Yogyakarta, 13 Oktober 2021


0 komentar