Prahara dan Rasa
Bukan nggak jarang ibuku tiba-tiba suka menyelipkan pertanyaan menjebak tentang apakah aku dekat dengan seseorang, pernahkah seseorang menyatakan cinta, atau barangkali aku pernah menolak cinta seseorang.
Sayangnya, aku belum cukup berani bercerita seluruh lika-liku perjalanan hatiku, hehe. Maaf ya bu, suatu hari nanti kalau aku sudah siap pasti aku ceritakan tanpa jeda. Mungkin. Tapi terimakasih Ibu, sudah mau menceritakan lika-liku kisah cinta masa muda hingga sampai ujungnya menikah dengan Bapak. Cerita yang mungkin perputarannya sering terjadi, klasik, dan ya begitulah cerita cinta biasanya. Hampir sama dan terulang berkali-kali di dunia, serupa tapi tetap menimbulkan luka dan suka. Lucunya, cukup bikin aku tertawa karena orang-orang yang Ibu ceritakan aku kenal, hehe.
Dulu, mungkin lebih rumit tapi tetap menggelitik, surat cinta dan tidak terekspresikan semaksimal sekarang.
Aku masih merasa rumit. Tidak bisa seratus persen membandingkan dengan kisah Ibu. Tapi rasanya semakin rumit dan ruwet di usia 20 tahunan ini. Semakin takut dan ragu, jadi sebenernya aku maunya apa- harus bagaimana, takut sekali melangkah, takut menyakiti hati orang lain, paling takut ya- patah hati.
Aku belum sepenuhnya sepakat, kalau harus merasakan patah hati biar semakin kuat. Kalau bisa nggak patah hati, kenapa harus? Kenapa harus ada yang tersakiti, kalau bisa saling memaafkan di balik ketahanan suatu hubungan. Kenapa nggak? Rumit sekali rasanya, berdialog dengan diri sendiri juga nggak kunjung menemukan jawaban atas segala keputusan dan ketegasan yang harus dimiliki, seorang perempuan, tentu, juga laki-laki.
Lika-likuku mungkin nggak seberat orang kebanyakan atau sebagian sahabat-sahabat dekatku yang sering dilanda kacau, putus, patah, tumbuh berkali-kali. Aku mungkin nggak sekuat mereka dalam menghadapai perkara cinta yang cukup menyayat hati. Jadi, maaf ya teman-teman kalau misal aku bukan orang yang tepat untuk diajak bercerita tentang cinta dan hubungan, karena aku sendiri juga masih sering bimbang dan sulif mendefinisikan kondisi hatiku yang sesungguhnya. Tapi, aku doakan semoga kita sama-sama kuat, sabar, dan percaya kalau yang terbaik pasti akan datang kemudian.
Kalau masih sendiri bukan berarti jadi alasan untuk terus merasa kesepian. Kalau bimbang, bukan berarti pantang sebelum berjuang.
Aku-
sedang berdoa sekuat tenaga supaya cepat dituntun menuju kepastian yang setidaknya bukan meminta jaminan hidupku kemudian, tapi minimal aku bisa merasa lebih tenang dan bahagia- tanpa perlu membakar hati orang lain atau membuangnya pelan-pelan.
Aku merasa masih terlalu cupu.
Cupu dan lugu berbicara masalah cinta, yang kian hari kian menyiksa, tapi benar-benar belum menemukan sebenarnya apa sebabnya. Satu sebab yang aku tau pasti, semua rasa dan keresahan tetap perlu ruang untuk dituliskan dan dirayakan. Untuk dihargai kehadirannya karena perasaan itu nggak ada yang salah.
Semoga, kamu atau kalian nggak bosan berhubungan denganku, Nabila yang menyebalkan dan tanpa kepastian. Baik yang kadang memenjarakan ya?
Tapi sungguh, aku benar-benar sedang butuh lebih banyak waktu dan asupan untuk menyayangi diriku sendiri dan kalian,
Remember, you're loved <3
Distance means nothing when someone means so much.
Bolehkah kita bersua?
Selamat malam Minggu.
Temanggung, 27 Juni 2020
0 komentar