Yang Dekat, Yang Menyakitkan, Lalu Bisa Apa?
Kemarin banget adalah Hari Pendidikan Nasional atau hardiknas singkatnya, sebenarnya ini momentum luar biasa yang harus bikin kita semua berefleksi.
Ada banyak cerita yang dekat sekali sama aku, tentang ketidakberuntungan dan ketidakmampuan mereka karena masalah finansial, motivasi atau banyak hal lainnya. Sejak di bangku merah putih, cerita-cerita semacam ini sangat menyayat hati dan buat aku menyadari ketidakberdayaanku untuk membantu mereka secara langsung, yang akhirnya mendorong aku untuk terus menjadi seseorang yang berdaya, meneduhkan, dan menginspirasi.
Salah satu cerita yang kerap kali bikin aku menangis sejadi-jadinya adalah perjalanan hidup keluarga Pakde-ku, kakak laki-laki tepat di atas ibuku.
Tragis sekali, sampai aku nggak membayangkan apa iya aku kuat kalau ada di posisi itu. Di balik segala kekalutanku atas ketragisan itu aku selalu percaya bahwa Tuhan itu adil, pasti Ia akan memberi kekuatan atas cobaan yang diberi.
Kurang lebih 10 tahun silam Pakde-ku kecelakaan besar selepas bekerja jadi kuli bangunan yang benerin pipa di salah satu jembatan di Kecamatan Bulu, Temanggung. Ada sesuatu yang tertinggal di masa senja, beliau balik ke rumah lalu ke lokasi kerja dan di perjalanan pula kira-kira setelah maghrib usai Pakde ngebut sampai ada yang mobil yang menabrak. Pagi harinya aku baru dapet kabar dan karena aku masih kecil dan sangat lugu aku nggak mengerti separah apa kecelakaan yang menghantam belur Pakde kala itu.
Ternyata parah banget dan membuat Pakde harus dirujuk ke rumah sakit paling bagus da super mahal di mana semua perawatnya adalah dokter, Jogja International Hospital (JIH). Kabarnya sih begitu tentang rumah sakit ini. Keluarga besarku benar-benar have no idea bakal bisa bayar seluruh biaya pengobatan rumah sakit yang 100 juta lebih. Secara ekonomi, keluarga kami terhitung menengah ke bawah.
Menyelamatkan nyawa, yang ada di pikiran saat itu. Berapapun harganya. Pasti ada jalan.
Pakde harus menjalani operasi besar yang harus buka tengkorak dan dipasang lagi. "Ini mukjizat, saya hampir putus asa ini bisa diselamatkan atau tidak," kata dokter pasca operasi.
Paling nggak tega adalah aku melihat tiga sepupu laki-lakiku, putra dari Pakde. Pakdeku berhasil pulih meskipun nggak seutuhnya. Pakde cenderung keras dan kasar dalam mendidik putra-putranya. Tapi beliau punya kasih sayang besar yang mungkin nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Sewaktu Bapakku benerin gudang, Pakde paling bersemangat kerja jadi kuli bangunan, berangkat paling pagi dan pulang paling akhir di petang hari.
Singkat cerita, banyak banget masalah-masalah yang menghantam keluarga Pakde-ku. Sepupu-sepupuku jadi nakal banget di sekolahnya, yang paling besar memutuskan berhenti sekolah setelah lulus SMP karena keadaan keluarga. Kami pun juga bingung mau bantu karena buat membiayai sekolah aja masih belum cukup. Tanpa meninggalkan perhatian, Pakde-ku yang paling tua masih selalu kasih uang walaupun sedikit ke adik-adiknya yang membutuhkan, terutama ke Pakde-ku yang habis kecelakaan.
bersambung....
Selamat malam,
Temanggung, 3 Mei 2020
0 komentar