Melodi Pasundan

Tentang Bandung dan segala penghamparannya

Tentang berjalan sendiri yang mengurung banyak makna, sekali pun aku berangkat seorang diri dari kota perantauanku tapi nyatanya Allah Maha Baik, mimpi bisa mengabadikan momen terbaik di Bandung terlunaskan dengan kehadiran duo manusia baik buat menemani seorang pejalan amatir kaya aku ini yang sok berani kemana-mana bawa seorang diri. Karena itu caraku menikmaTi me-time ku so biar bisa menemukan banyak makna quality time.

Perjalananku tanpa kurencanakan sepenuhnya tapi kuniatkan seutuhnya.
Minggu malam sebagai malam penghabisan Rembug Remaja Indonesia dengan berganti penginapan di Hotel Madju yang jadoel dan tua itu jadi malam terspesialkan buatku setelah seharian penuh berembug soal Peta Jaring Laba-Laba, it was about how to creating community yang bisa didukung dan terus berjalan dengan prosesnya dan punya basis masa yang kuat. Aku belajar banyaak banget dari ide-ide brilian temen-temen RRI, mulai dari Kang Fakhry yang tuna netra tapi selalu punya other side yang bikin menganga semua orang, Si Hasnia bocah serumpun Jawi yang punya gairah baru dengan pendapat cemerlangnya, Si Diky yang terus-terusan nyudutin aku biar ngomong, bentar kek Dik aku baru mengamati dulu biar quality of speak nya bermakna buat semua yang denger hmm, batinku. Bocah biru dongker satu ini selalu merendah yang katanya bahasaku ngga bisa setinggi yang lain tapi idemu itu lho aku aja takjub, heuh.

Malem Pensi yang super mendadak buat aku, tapi nggaboleh biasa dong bagi Ulima Nabila, kamu bawa nama Pelajar Muhammadiyah se-nusantara masak iya biasa ajha. Intuisiku bergerak cepat dengan kowar di grup squad  keren laah ya pokoknya finally ada temen yang super baikk lagi, dan sastrawan keren yang bikin aku iri, si jurnal gee yang kasih gudang puisinya. Then dia kasih aku puisi yang judulnya Kau Bilang terinspirasi dari Gus Mus. Sedikit sarkas bahasanya tapi punya kekuatan makna, thanks a lot jurnal gee. I know you were happy because I was trusting for that night haha, as you told me.

Setelah hampir semua kasih persembahan so sad but true namaku ngga dipanggil padahal super cepet aku bikin puisiku sendiri dan pingin bacain puisi Kau Bilang. Setelah kang Fakhry bermelodi dengan gitar dan suaranya, setelah Nisa asik dengan dangdutnya, setelah Kang Tami bawain lagu band yang cukup terkenal di Jawa Barat, dan setelah itu semua. Yaaah… but behind everything that happen there is always brige side kaan, padahal itu udah closing dari Ketua Yayasan Kampung Halaman, beliau kasih closing speech dengan, “ya dan acara kita akan ditutup dengan persembahan dari Nabila,” how wonder I am guys, like they were put me in special moment and I feel so respected by them, I dont know how to say. Dari keterlambatanku dateng dan sampai akhir aku sangat disambut.

Hening.

Berjeda.

Dengan hanya aku yang bernada dengan kekuatan lisanku, dengan aku yang berusaha sepenuh hati menyentuh setiap hati yang mungkin sedang dirundung gelisah, dengan keadaan yang mungkin masih semu dan menanti kehadiran kita yang menyadarinya.

Malam tanpa kantuk dan suntuk itu, aku terteduhkan dengan segumpal inspirasi dari Kang Jejen dan Kang Fakhry, dua sejoli yang buta mata tapi ngga pernah buta mata hati dan batinnya. Mereka berdua kowar di grup biar pada join di Warung Cartel depan hotel. Akhirnya aku dan Hasnia nyusul dengan Zainal dan dua sejoli yang lebih dulu disana. Sampe seblak mereka dah habis. Sambil Kang Jejen cerita gimana dia operasiin ponselnya, setiap pesan masuk dia setting jadi bersuara dan ketiknya pun perlahan dan harus dideketin ke telinga. Mereka berdua itu pegiat IT di Jakarta, gimana bisa buta dan ngga pernah liat wujud komputer tapi bisa ngendaliin teknologi yang canggih sejak abad 20 ini ? batinku.

Aku punya ide yang selalu aku tawarkan ke semua temen baru yang aku temui sejak momen di Sungai Pegunungan Shenandoah Amerika dua tahun lalu, waktu itu maen first impression sambil tubbing pake ban di sungai. But kali ini dengan duduk manis di dini hari Bumi Pasundan.

Bermula dari Kang Jejen, pas ini si Jirjis dateng sambil mesra sama isapan rokoknya. Kita lebih ngulik perjalanan hidup Kang Jejen yang tanpa kejenuhan dan penyesalan. Kang Jejen cerita, dia selalu yakin dengan apa yang ada dihadapannya sewaktu berjalan dan tetep maen dengan kawan sebayanya yang normal. Tapi beberapa kali jatuh pun terjadi sampe beberapa kali operasi, tapi kata dia, “tapi enak jadi orang buta, bisa jadi senter.” Loh gimana ceritanya, kita heran. Kalo mati lampu semua keluarganya risau dan malah minta tolong Kang Jejen buat beli lilin di warung bahkan tanpa tersesat dan yang nyalain lilin pun dia.

Kang Jejen yang penuh kepercayaan bisa bantah semua keluhanku selama ini.
Usia 11 tahun dia mulai penasaran sama komputer, “katanya komputer alat multi guna berarti semuanya bisa kan nggunain itu.” Mulai beli komputer tapi ampun sudah masuk reparasi puluhan kali karena diutak-atik sembarangan sampe software-nya rusak. But now, unbelievable but its true he is master of IT in Jakarta and many people proud to have him.
Carilah kepercayaan dengan kenekatan -Jejen Juanda, 25 tahun tuna netra-
Pernah juga karena pingin belajar di salah satu institusi khusus tuna netra di Jakarta, siang bolong di Cirebon asal Kang Jejen nekad berangkat seorang diri naik bis ke Jakarta dengan ditemani tongkat yang nemu di sekolahnya. Malem hari sampe lokasi tanpa tersesat. Esok hari daftar seorang diri dan pulang juga sendiri ke Cirebon. Kata dia, “Kita harus berani, carilah kepercayaan dengan kenekatan.”

Belum berjeda lagi, berlanjut ke Kang Fakhry yang tuna netra tapi masih bisa lihat cahaya 10%. Mereka berdua ngga pernah merasa jenuh, apalagi menyesali keberadaan mereka di dunia. Mereka bisa jadi sahabat deket, kalo kata Kang Fakhry, “Intinya hidup kan menghadap Tuhan.”

Intinya hidup kan menghadap Tuhan -Fakhry, 22 tahun tuna netra-

Mereka yang ngga pernah bisa melihat secara langsung keagungan ciptaan Tuhan bisa menyadari eksistensi Tuhan setulus hati dan selalu berusaha sholat tepat waktu. Aku M  A  L  U. Superrr. Sampe akhirnya ngga tuntas karena terlalu sayang kalo ngelewatin denger cerita mereka berdua. Sedikit banyak yang lain juga saling cerita, termasuk si Zainal yang dilahirkan tanpa anus terus langsung operasi pembuatan anus, dan harus bayar Rp 20.000,00 sampe TK buat sekedar buang air besar, memenuhi panggilan alam. Dan lagi ya, dia perlu cara taktis sampe sekarang buat ngelakuin hal manusiawi itu. How thankful I am. Traveling brings me from speechless into story teller.

Kira-kira jam 2 pagi kita masih asik mengabadikan momen dengan mirrorless Hasnia dan Mas Hilmy di Jalan Bandung yang romantis dengan lampion berjalar. Kehadiran si Jirjis, photographer handal buat kita. Aku lebih bersyukur lagi karena aku bakal menikmati Senin di Bandung bareng Jirjis, ngga bakal khawatir tidak terabadikannya momen dengan baik-. Haha

Menjelang shubuh. Tidak lupa bermunajat dulu Bil.

Selelah-lelahnya aku yang ngga tau gimana menghadapi satu hari lagi di Bandung seorang diri. Dalam perjalanan, aku selalu percaya masih banyak orang baik kok, jangan takut. Allah Maha Baikk:)).

Sampe fajar di Bandung.

Aku selalu percaya, bener kata ibnu batutta,
Traveling it leaves you speechless then turns into story teller

Bumi Jokja,

Nabiladinta 9 Mei 2017

*berlanjut

0 komentar