Teruntuk si Pendekar Benua

kemudian kata mengalah kita siapkan supaya alam mengerti sebuah perjuangan tanpa  henti

Bumi Jokja selalu menampakkan kesederhanaannya, dengan kita yang terus bermelodi

Tulisan ini ku tulis di saat siang yang syahdu di alun alun kidul menemani dengan aku yang belum makan siang. Tidak tau bagaimana denganmu, wkwkw. Panggil saja temanku, si Pendekar Benua. Sebutanku yang semoga terwakili dengan mimpinya yang benar seperti sesosok itu.

Si Pendekar Benua, aku tidak tau dia sedang apa detik ini tapi aku tau dia disibukkan dengan latihan yang sudah sebagai rutinitas wajib setiap hari. Hei, yang aku tau setiap sore kamu selalu nihil dari chat bersama teman-teman mu atau mungkin bersama doi mu yang selalu live report kau kabari. Haha. Meskipun ponsel mu kau cek untuk beberapa waktu.

Si Pendekar Benua ini selalu punya cara ampuh untuk mengendalikan dirinya dan hatinya bersama segudang persoalan yang dia hadapi sejak dia menapaki Bumi Jogja. Bahkan mungkin keputusan ampuhnya mampu membuat temannya 'heran'. Tapi bagiku, keputusan-keputusan besarnya bisa membuatku juga belajar darinya, tentang keberanian mengambil sikap dan tidak memperdulikan penilaian orang yang sampai kapan pun tak ada tolak ukurnya.

Dalam banyak hal, kita sedikit mirip atas persoalan dan tantangan. Kita sama sama pernah memimpin ratusan orang lalu pernah dihadapkan dengan sebuah pilihan jabatan yang membuat dilematis melanda, kemudian kata mengalah kita siapkan supaya alam mengerti sebuah perjuangan tanpa  henti. Beberapa kali kita dipertemukan dalam ajang berfikir dan berbagi. Atas sebuah pertemanan, hampir aku tidak menyangka bisa mengenal si Pendekar Benua terlebih berbagi cerita. Kita hampir sama dalam sebuah kepergian yang tidak hanya sekali waktu membuat banyak orang resah dan mencari, karena mungkin meninggalkan tumpukan tugas organisasi. Kau tau, aku menyebutnya "tugas yang mati satu tumbuh seribu"

Dengan temanku ini, aku tidak segan bercerita. Si Pendekar Benua selalu bisa jadi teman hangat untuk mengobrol, tentang apa saja. Tentang cinta remaja, organisasi, sekolah, sampai pemerintah dunia sekali pun. Tanpa jeda sebuah pembicaraan.

Baginya, bumi Jokja romantis dengan martabak yang begitu di sukainya dan wedang ronde yang tanpa alfa di seduhnya. Kisah perantauannya bukan saja penuh kaku tapi penuh liku duri yang membelajari, yang mengantarkannya pada banyak pertarungan di laga pertandingan. Bahkan pertarungan hati yang di gelutinya. Semakin ia mengenal Jokja semakin banyak pilihan yang dihadapi atas masa depan yang terkadang menggundahkan, bukan karena suram tapi karena pilihan yang menggertakkan. Iya bukan ?

Si Pendekar Benua sedang resah berdialog dengan dirinya. Sedang tangguh untuk tetap latihan. Sedang gundah memilih banyak tawaran menakjubkan. Semoga kau di liputi rahmat Tuhan ya. Aku tau, dalam banyak persoalan kau selalu berusaha dewasa dan memikirkannya dengan bijak. Tetap jaga hati, supaya rusukmu tetap bertahan hingga kembali, kepadamu di waktu nanti. Semoga

Kepadamu si Pendekar Benua, yang kau baru saja katakan padaku, "Jogja itu memeluk. Keknya aku mau tinggal di jogja deh dan buka warung tongkrongan pisang coklat atau telur gulung..wkwk"

Dalam perjuangan ada yang harus tetap tinggal dan pergi. Terserah padamu, prinsipnya aku mendoakanmu supaya jangan berhenti berjuang dan tetap menjadi Abdi Persyarikatan. Mau di Jogja dan mau dimana pun itu.

Tanpa rintihan temanmu akan selalu mendoakanmu, seperti apa yang selalu ku katakan kepadamu, "Sebaik-baik pertemanan adalah saling mendoakan"



Temanmu, April 28 2017



Alun-Alun Kidul Bumi Jogja
Ulima Nabila Adinta
((atau yang biasa kau sebut Anggrek))

0 komentar