Ramadhan Kareem #7: Bekasi Dalam Tiga Hari

14-15 April 2022—Salah satu resolusi Ramadan tahun ini adalah berbuka dengan sebanyak-banyaknya orang tapi bukan "buka bersama" seperti biasanya, melainkan dalam kuantitas yang lebih sedikit. Kepergianku ke Tangerang Selatan juga bukan tanpa sebab, aku mengagendakan kesini sebab ada tanggungan tugas mini riset etnografi dari kelas Praktik Penelitian Etnografi. 


Tugas yang mungkin abstrak bagi khalayak di luar masyarakat antropologi, bahkan bagi Shintya sewaktu aku minta izin datang dan wawancara orang tuanya yang tinggal di Pondok Melati, Bekasi. “Abstrak banget Bil tugasmu, itu nggak pernah ada di FK,” katanya keheranan.


Sembari menunggu kedua orang tua Shintya pulang dari roadtrip ke Sumatera akhirnya di minggu kedua April Shintya kasih kabar, “Nabb mama papaku udah di rumah yaaww,” chat Shintya di hari kepergianku ke Bogor. Maka, aku memutuskan buat berkunjung ke rumah Shintya di hari Kamis ke Jum’at. Tante Lestarie yang murah hati serta baik sekali bahkan membolehkan buat menginap di rumahnya.


Setelah cukup kebingungan cari cara ke Bekasi–yang cukup jauh dari stasiun, akhirnya aku disaranin Kak Rama buat naik transjakarta dari Tip Top Ciputat lalu berganti di feeder busway Pondok Pinang. Tapi akibat terlambat, aku dibantu Bang Anceng dan seorang Bapak supir busway nebeng ke halte koneksi Selapa, sebelum Pondok Pinang, “Pilih yang 7A pokoknya inget 7A, ya!” kata mereka cukup menghimbau. Walhasil aku menjejali Jakarta dari Ciputat ke Terminal Kampung Rambutan dengan kepadatan jalanan Jakarta yang ramai.

____


Sesampainya di Kampung Rambutan dan menggojek ke rumah Shintya aku disambut hangat Tante Lestarie dan dipersilakan istirahat di kamar Shintya, “Istirahat dulu Nabila, di sini cepat kerasa capek,” kata Om Yashinto. Segar bugar setelah istirahat satu jam, aku dan Tante Lestarie mengobrol kesana kemari di ruang tamu. Soal perjalanan road trip-nya yang dinikmati hampir sebulan. Sampai nggak kerasa kalau udah adzan maghrib, kebetulan Tante Lestarie lagi nggak puasa, “Maaf ya Nabila tante lagi nggak puasa sekarang,” eh nggak papa kataku, walaupun demikian Tante menyiapkan buka puasaku dengan sangat hangat.


“Itu dimakan dulu jenang biji salak sama tante bikin teh panas,” kata Tante Lestarie.


Obrolanku sampai betulan nggak kerasa, terjeda sebentar karena makan malam sate dan tongseng kesukaan Om Yashinto. Bahkan makan malam kami juga tetep ngobrol, pindah ke ruang makan. Orang tua Shintya memang luar biasa hebat, bahkan tante tetap menjalankan puasa walaupun sendirian. Sampai kami berdua baru selesai ngobrol menjelang tengah malam, aku sempat nulis data harian dulu sebelum tidur. Tiba-tiba di luar ramai, ternyata sepupu Shintya dateng selepas merayakan ulang tahun salah satu sepupunya.


Niat hati aku udah pasang alarm, ternyata tante bangunin sahur aku lebih dulu dan aku dimasakin telur dadar yang padat, panas, renyah, dan enak! Makasih tante! Padahal tante lagi nggak puasa.


Uniknya, keesokan harinya aku nggak engeh kalau ada tanggal merah Jum’at Agung. Siang bolong sekitar jam 13, aku denger khutbah–kupikir ini khutbah salat Jum’at kok nggak kelar-kelar, ternyata Om Yashinto lagi khusyuk khidmat berdoa sembari dengerin khutbah Jum’at Agung dari televisi. Sedangkan tante duduk nunggu di kursi. What a peaceful day at Shintya’s house and how lucky I am! Sayangnya Shintya masih di Malang.


Rasanya Ramadanku lebih berwarna, sebelum pulang di sore hari ponakan tante, kakak, dan kedua cucunya dateng ke rumah buat buka puasa bareng. Terima kasih banyak Shintya, aku bisa ketemu dua keluarga besar kamu secara nggak sengaja di kunjungan yang super duper singkat dua hari kurang. 


Sore itu aku bergegas ke Bintara Jaya, ke rumah Mbak Ifa dan Mas Dede serta nengok ponakan ideologis si cantik Bia! Menjejali Bekasi yang padat serta panas nggak karuan padahal udah sore. Apesnya lagi harus keliling komplek beberapa kali karena titik maps yang salah, aduh Bapak gojek huhu. Dari Mbak Ifa dan Mas Dede kami recap sedikit beberapa hal dan aku yang curhat soal betapa melelahkannya di lembaga media PP IPM, rasanya kepingin kalau seniornya di PP IPM mereka lagi.


Si Bia kecil tidur cepat, aku dan Mas Dede salat tarawih di RS Pondok Kopi. Well, sebenernya itu PKU cuma kalau di Jakarta beda nama hehe. Sedikit recap perjalanan tiga hari di Bekasi ini cukup jadi cerita yang unik dan pastinya unforgettable moment di Ramadan kali ini. Sedikit menjauh dari keramaian dan hiruk pikuk bukber yang ramai sekali dan sedikit melompat kesana kemari buat bertemu, ngobrol, dan reconnecting lives!


Temanggung, 22 April 2022 21.54 WIB


0 komentar