Nabiloski De Pellegrini

 Hari-hari belakangan, setiap kali menelpon Mukhtara Rama atau bertemu dengannya celotehanku selalu bermuara kepada apakah persiapanku sudah cukup? 

Tujuh tahun penantian ini terasa sangat lama, beberapa episode kehidupan lainnya kadang terasa berputar begitu cepat. Namun entah kenapa untuk perjalanan menuju 'kepulangan' ini rasanya aku sudah cukup menunggu sangat lama, sesuatu yang tidak pernah tidak aku pikirkan setiap hari. Terlebih lagi babak-babak pasca lulus dari sarjana membuatku sedikit lebih bijak (?) lebih banyak percaya kepada proses, bergerak, dan mengusahakan sesuatu yang baik dan penuh ketidakpastian.

Jatuh bangunnya rejeki, utamanya di satu tahun belakangan ini membuatku akhirnya tidak ragu untuk memutuskan kembali di hari pertama Ramadan. Menelpon Mamma Linda dan Papa Aurelio yang sedang mengasuh Mia, keponakanku yang belum kulihat secara langsung sampai akhirnya ia memasuki usia sudah bisa berjalan dan berbicara. 

Dengan mantab dan penuh ketegasan aku ucapkan untuk kembali menjenguk mereka, memastikan satu persatu selama masih memiliki dua bulan persiapan. Boleh diakui persiapan ini cukup mepet, dengan segala drama VISA, mengecek tiket perjalanan via segala website dan aplikasi sampai dengan yakin menyusun rute perjalanan yang terbaik. Sungguh, jantung ini kerap menjadi berdetak lebih kencang. 

Seringkali juga aku mengatakan, benakku akan merasa lebih tenang untuk menjemput syukur pertemuan kembali dengan keluarga dan teman-teman di Italia di antara segenap urusan dan ambisi kehidupan lainnya. Persiapan kepergianku kali ini juga sangat penuh perhitungan dan berhati-hati, mengingat ini akan menjadi perjalananku seorang diri yang kedua kalinya setelah tahun lalu dianugerahi perjalanan ke China dan Hong Kong. Di antara waktu-waktu itu babak dan urusan kehidupan lainnya tetap harus berjalan, rasanya masih nggak percaya?


Bandung, 28 April 2024

23.22

As a stubborn yet disciplined person, I have transformed into a new version of myself—a newborn woman. I’ve faced many trials and errors in this sleight-of-hand magic we call life. If life gives you lemons, I would definitely turn them into a cake, drizzled with kecombrang nectar and paired with a hand of V60 coffee, to be enjoyed in the tiny, old room I rent in Bandung, a city where I spent half of this year.

I never expected to live in Bandung for exactly six months and two weeks. I am grateful for every gift you gave me—from the cakes, cookies, and cranberries to bowls of smoothies, cozy café corners, cimol bojot, and the yard of @soula.leuit in Ciumbeleuit, where I practiced yoga on Saturday mornings. I cherished the old houses in the ITB area, owned by professors, which I passed by on my daily walks to the office. I’ve never doubted the tranquility and fresh air of this place.

These little moments definitely made my life better.

And yet, 2024 is pushing me in new directions, urging me to find new routes, ones both familiar and distant from what I had imagined. I still remember vividly the times when people asked me where I was, and where I would go next. My automatic response was always, “I don’t know—I’m just giving a shot to everything,” followed by a little laugh. I was pretending to be okay.

If this year were divided into three chapters, the first third would be all about collecting the "bullets" to face life’s challenges: moving back to Yogyakarta, scheduling my days to study for the IELTS, applying to one or two jobs a day, continuing my volunteer work for AFS Jogja, and working on whatever came my way. None of my mornings started without a gasp. The first third was tough, not only for me but also for my partner, who was also navigating his own path. We nearly cracked.

In the second third, however, I decided to accept a job offer I had thought I failed at. They had told me there would be no response in two weeks if I hadn’t been selected—but a month later, they reached out and offered me the position. God must have whispered in their ears. I moved to Bandung and negotiated to start in mid-May, thanks to an unexpected surprise from AFS Indonesia to join a fellowship in China! A reason behind delaying the job. Very thankful for AFS existing on earth.

I had never imagined traveling abroad again after my exchange year in 2018. I had planned to extend my stay and visit Hong Kong to meet two AFS friends: Miranda, whom I met in Veneto, Italy, and Fadhi, the captain of the AFS Indonesia-to-Italy squad. Those moments of reconnecting with old friends and discovering more of myself through travel were blissful. But life, as always, is a two-sided blade. During that time, I was also in a state of hopelessness about my romantic life—thankfully, we managed to work things out when I was in Bandung. Thank you to Mukhtara Rama for making countless attempts to visit me on that day, even if we ended up staying up until 4 AM. It was the hardest and most nerve-wracking conversation of the year.

By the final chapter of this year, I’d title it "A Random Card Game"—because that’s what life felt like. I often took cards without knowing the rules, trusting only God’s guidance. I settled into a routine: working during the weekdays, trekking or doing yoga on weekends, and visiting my family and friends in Pamulang and Temanggung. In September, I turned 25, feeling lazy and bored as I stared at my laptop screen at the office. Then, a notification appeared on my phone: "Annual Notice of Funding Opportunity."

I jumped up, nearly shouting out loud. My co-workers were shocked. 

All the trials and errors from 2023 finally paid off, and I found myself with a team I never expected. This opportunity became a breakthrough moment, not only for my life but also for my friendship with Alfreda Fathya, which has grown since we were a pair of IPM chairpersons in junior high school more than 10 years ago. Together, we have learned and reflected on the values taught by our beloved teacher, Umi Unnik. What does life mean to us and the people around us?

Our jokes have become a reality in adult life, and I’m grateful for the connections I’ve nurtured over the years. This year, I’ve embraced deeper connections—with my body, with the people I care about, and through the small things I do: cooking, practicing yoga, returning home, dating my partner, or simply relaxing in a café with a cup of brewed coffee. I am just hoping 2025 brings more time for travel and writing, and that the coffee tastes just as good as it was in this year.
 
Temanggung, 27-28 December 2024


“Kamu cantik nggak?” tanyamu usil dan bikin kesal, haha. Aku malah balik bertanya, “Kakak ganteng nggak?”

Jelas bisa dipastikan jawabannya lantang dan percaya diri dirimu ganteng. Sambil ketawa lebar, ih dasar haha. Apalagi ini kali kedua kamu memanjangkan rambut. Buatku sepertinya semua lelaki harus mencoba berambut panjang, sebagaimana Bapak dan kedua adik laki-lakiku yang melewati rambut awur-awutan dan sok mau gondrong padahal keriting jadi lucu haha.

Secuil obrolan makan malam di warung nasi goreng dekat Taman Serua.

—

Waktu yang sedikit itu aku dan Rama habiskan dengan menonton film Inside Out 2 (punten kami betulan nggak sadar kalau film-nya masuk dalam produksi yang diboikot, sungguh) di mall terdekat dari rumah kami. Jelas dari judul filmnya bisa ditebak kalau yang nonton banyak anak-anak dan ibunya, jadi sembari kami menonton sesekali ketawa liat ekspresi anak kecil yang nggak sabaran dan maju ke depan sambil lendetan. 

Inside Out buatku dan Rama sangat dalam, ia berarti sebuah film yang dikemas unik, kreatif, dan canggih untuk menceritakan bahwa manusia tidak tunggal. Ia hidup bersama beragam emosi yang harus dijelajahi dan diterima. Meskipun seiring kita tumbuh dewasa, waktu seperti berhenti mengeksplorasi emosi dan rasa. Terjebak dalam kecemasan mendalam dan sukar diurai.

Ini kali kedua kami nonton di mall itu, sebagai orang yang nggak suka ke mall, praktis saja dan nggak perlu jauh mencari mall yang megah (hehe). Sepulang dari sana kami makan nasi goreng dan kwetiau dekat rumah Rama yang dibekali beberapa bakwan jagung panas dari Umi Rama. Itung-itung cemilan penyelamat perutku yang lapar sekali.

Hari yang tidak begitu panjang itu buatku (lagi-lagi) menikmati nafas lega di tengah udara Pamulang yang semakin panas dan sesak. Bagian yang tidak kalah berarti adalah jalan menuju mall yang Rama pilih sisiri, jalanan kampung sekaligus kluster perumahan elit yang menembus sampai tanah lapang luas serta kebun yang masih luas dipandang mata. Tentu tanah yang tidak bebas. Milik Abu Rizal Bakrie. Disertai beberapa bangunan yang terbengkalai.

Nafasku lega tapi hatiku sesak, yah apes sekali mau punya udara dan tanah yang bebas sulit sekali.

Ternyata, 

Lapangan sepak bola yang luas dan sejuk memandang ke langit itu 8-10 tahun lalu adalah ruang di mana hari-hari Rama diisi dengan ikut sekolah bola tiga atau kadang lebih dalam seminggu. 

Beberapa kali kami tentu salah jalan, Rama mencoba meraba memori masa lalunya yang perlahan berubah karena pembangunan kota. Buatku, justru jadi seru karena sesekali kami harus putar balik. Selain itu, percobaan ini mengingatkanku pada Bapak yang juga senang menyisir jalan-jalan kecil di Temanggung. Sembari bercerita tentang sebuah tempat, entah memorinya atau beberapa orang yang ia kenal menjajaki tempat itu.

Oh ya, langit sore itu cerah sekali. Mataharinya terang benderang. Memantul dari gedung mall yang tinggi.

Bandung, 23 Juni 2024

22:46

Tuhan seperti tau bahwa lebih baik aku sibuk saja. Bahkan tiada libur Sabtu-Minggu yang didambakan pekerja kantoran. Tuhan seperti tau kalau lebih baik kamu pergi saja dari kota ke kota, jelajahi bumi-Ku dan bersedihlah bersama-Ku. Karena sesungguhnya Aku dekat. Sebagaimana Tuhan beberapa kali berkata dalam firman-Nya. 

Patah hati ini terasa berlipat-lipat lebih sulit, aku mulai terbiasa berada “di-ambang” atau “di-persimpangan”. Yang sederhananya semua adalah misteri. Patah hati ini terasa lebih pedih karena di sela-sela waktu kamu harus terlihat tetap tertawa dan bahagia di depan orang-orang baru dan asing. Asing sekali. Sampai semua terasa jauh dan kesendirian terasa menghujam jantung. 

Mungkin ini skema yang sengaja dirancang Tuhan supaya aku tetap bisa punya waktu tanpa libur, tanpa harus bersusah payah memberi waktu kesedihan karena dengan begitu, kesedihan tetap terasa diberi. Di sela waktu, di sela ambang batas laporan dan artikel yang menumpuk di bulan Juni. Di sela penjelajahan.

Cilacap, 5 Juni 2024


Postingan Lama Beranda

Cari Blog Ini

POPULAR POSTS

  • Hari-Hari di Pamulang (3)
  • 2024: a magic of ordinary days
  • Tentang Bisa Punya Waktu Tanpa Libur
  • pagi yang aneh

Categories

AFS Italy 2017-2018 Self Talk Hijrah Malaysia Ramadhan di Italia
Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • April 2025 (1)
  • Desember 2024 (1)
  • Juni 2024 (5)
  • Januari 2024 (1)
  • Desember 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • Agustus 2023 (3)
  • Februari 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Desember 2022 (1)
  • November 2022 (1)
  • September 2022 (1)
  • Agustus 2022 (3)
  • Mei 2022 (3)
  • April 2022 (10)
  • Februari 2022 (1)
  • Desember 2021 (2)
  • November 2021 (1)
  • Oktober 2021 (2)
  • September 2021 (1)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (3)
  • Juni 2021 (2)
  • Mei 2021 (1)
  • April 2021 (2)
  • Januari 2021 (2)
  • Desember 2020 (2)
  • November 2020 (1)
  • Oktober 2020 (11)
  • September 2020 (1)
  • Agustus 2020 (2)
  • Juli 2020 (2)
  • Juni 2020 (1)
  • Mei 2020 (19)
  • April 2020 (7)
  • Maret 2020 (2)
  • Januari 2020 (1)
  • Oktober 2019 (1)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (1)
  • Juli 2019 (1)
  • Mei 2019 (1)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (1)
  • November 2018 (1)
  • Agustus 2018 (1)
  • Mei 2018 (2)
  • April 2018 (4)
  • Maret 2018 (4)
  • Februari 2018 (5)
  • Januari 2018 (7)
  • Desember 2017 (9)
  • November 2017 (6)
  • Oktober 2017 (6)
  • September 2017 (7)
  • Agustus 2017 (2)
  • Juni 2017 (12)
  • Mei 2017 (11)
  • April 2017 (6)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (2)
  • Desember 2016 (5)
  • November 2016 (6)
  • Oktober 2016 (6)
  • September 2016 (5)
  • Agustus 2016 (1)
  • Juli 2016 (1)
  • Juni 2016 (6)
  • April 2016 (2)
  • Februari 2016 (1)
  • Januari 2016 (2)
  • Desember 2015 (1)
  • November 2015 (3)
  • Agustus 2015 (1)
  • Juli 2015 (1)
  • Juni 2015 (4)
  • Mei 2015 (1)
  • April 2015 (2)
  • Februari 2015 (6)
  • Januari 2015 (3)
  • Desember 2014 (4)
  • November 2014 (14)
  • Oktober 2014 (2)
  • Agustus 2014 (3)
  • Juni 2014 (12)

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates