Life After Exchange



You build a life for 18 years and leave it for 10 months. You build a life for 10 months and leave it forever. Which one is harder (?)

Tepat satu bulan lalu lintasan jarak dan waktu yang menembus langit Eropa kembali ke Asia memberhentikan putaran kehidupan yang aku jalani di Italia. Satu tahun, bukan waktu singkat yang bisa dihitung seperti perjalanan biasa seorang manusia. Kalau ditarik mundur lagi ke belakang, ternyata the hardest years and full of challenges sekejap terlewati. Putaran roller-coaster dari menjadi perempuan pemimpi - kandidat AFS - officially an AFSer - and now FRESH RETURNEE AFS. It was like, wow finally I did - cheers people ! And it is now where I am, in Indonesia. I’m back yeah !

Ternyata eh ternyata once AFSer, always an AFSer. It’s true, this is not the end.

One month passed - it stucks really.

Menunggu-nunggu waktu yang tepat untuk berbagi, setelah sekian lama dari sejak hari-hari sebelum pulang di Italia sampai di Indonesia olahraga hati yang kudu terus dipompa tanpa henti. “Olahraga hati menahan rindu berkali-kali dengan banyak orang baru yang masuk ke dalam kehidupan dan sangat berbekas di jiwa,” Maura Sekar bilang gitu lewat cuitan tweet-nya. It might be so hard to pass these hard years, again and again kerasa exchange-nya bukan cuma setahun di Italia. Back, my school friends has already gone, left me alone. Teringat selalu, pertama kali sampai di ‘rumah’ Italia I was alone, it’s almost same.

Olahraga hati semacam apa ini. But really tho, exchange year makes me realize that nothing’s gonna be the same forever. It feels like, I will do one year of exchange again after back to Indonesia. Reverse Culture Shock is real to say.

Behind everything that happens or you guys see on my instagram. There are always concern that comes most of the times. Remember how lonely it was in Italy. Well, when I back to Indonesia it is lonely too, but a different kind of lonely. I realize that the relationship I had with people in Indonesia were basically stagnant for a year.

I couldn’t speak much. 

Menceritakan tentang exchange year serasa stuck di lidah. Kalau pun ingin, terasa berat untuk diungkapkan karena pendengar-pendengar terbaikku sebelum exchange were totally changed. Aku harus mencari lagi. It’s hard to feel strange in a country where I was born. Aku ngga membayangkan kalau reverse culture shock ini ternyata nyata adanya. My life has changed so big in one year. 

Aku pernah di titik merasa ‘tidak bebas’ di negaraku sendiri, seberapa takut dan khawatirnya aku kembali ke kehidupan asrama. Empat tahun SMA dan punya banyak angkatan; angkatan sebelum pergi di SMA Genetrix 92, angkatan AFS Indonesia Gelora Garuda Muda, angkatan di Italia, dan angkatan setelah pulang Belixiont 93. How many people on my high school’s life dude ?

Sampai sekarang aku masih belum berani membuka galery fotoku di Italia, seberani-beraninya aku hanya membuka scrapbook yang isinya kumpulan daun-daun yang aku kumpulkan dari musim gugur sampai musim semi tanpa ada banyak foto di dalamnya atau surat dari Mamma Papà. Surat adalah yang paling kuat bikin aku nangis. How hard it is, I left Italy forever. I back, it wouldn’t be the same anymore.

——

Kekhawatiran kami para AFSers Indonesia lainnya adalah ; masuk sekolah dan takut dikira sombong karena betapa masih excited nya kami dengan jiwa host country yang melekat kuat (as simple as keceplosan pake bahasa sana)

It happens to me OMG.

Beberapa kali aku keceplosan menanggapi percakapan pake bahasa italia. Bukan bermaksud sombong, tapi ‘satu tahun’ bukan waktu yang cepat buat kemudian mengubah 100% kehidupan kita dan bahasa sehari-hari. Tapi memang fakta berdasar realita yang terjadi; Returnee AFS gabisa kalo ngga ngegas hahaha, dan cerewet. It might be because we speak again our mother language.

Yang aku lakukan di Temanggung setelah pulang adalah pergi ke daerah Gunung Sindoro buat refleksi atau sekedar quality time bareng Salsa dan Dek Daffa meskipun ada insiden jatuh dari motor sama adek pas nerobos jalanan sawah hehe. Menyapa Ulya yang ketangguhannya atas cobaan sakit yang menimpanya dan dia masih inget aku, “sayang nabila, kapan pulang ?” tulisnya di kertas karena waktu itu dia masih belum bisa bicara. I tried to hold my tears. Ti voglio bene Ulya, May Allah put you on His high position of eeman. 

Sedihnya, banyak yang pergi dari Temanggung. Termasuk sampe saat ini aku belum ketemu Dek Gibran. Ada perasaan ingin menyendiri, tapi di sisi lain ada desakan untuk bertemu banyak orang yang ngga aku lihat setahun ke belakang. Kembali ke Jogja, ternyata semua berubah. Pertemanan, sekolah, beberapa sudut di kota Jogja, pusat kota, kehidupan asrama (lagi) dan banyak hal lain yang aku rasa ‘aku tertinggal banyak’. 

Masuk ke satu angkatan dimana aku jauh paling tua dari adek kelas. Kurikulum yang berganti dari KTSP jadi kurtilas, koridor lantai merah yang ngga lagi sama,Gang Suronatan yang diisi banyak jajanan baru, dan banyak hal lagi. Kembali menyesuaikan life style Mu’allimaat, sekolahku. Tapi ternyata teman-teman Genetrix 92 berdatangan silih berganti seminggu pertama di asrama. 

How lucky I am having them, they’re so supportive.

Kondisi kelas yang kontras bedanya dari sistem duduk mereka sampai belajar masuk lagi ke jokes mereka. Wow, it won’t be the same again. Kaku dan bingung karena belum punya kesibukan baru selain sekolah, anyway aku juga jadi perempuan yang sangat boros di minggu-minggu awal karena sering beli jajanan makanan yang ngga aku makan setahun. Tapi ternyata apa yang aku bayangin di Italia sebelum balik, “kayaknya aku bakal soooo excited sewaktu makan makanan Indo lagi,” NO , ternyata ini biasa aja. Why it is just so like this (?)

Ada banyak rasa-rasa yang menjadi biasa aja dan malah dikuasai kelinglungan. Kesedihan yang melanda di hari pertama sekolah, kebingungan cari partner duduk, perasaan sangat excited belajar lagi di Indonesia. Berkali-kali aku mencoba mencari waktu untuk -me time- dan menuliskan ini. Tryin’ to engage many people as I many as I can. 

Hal terparah yang aku tahan-tahan adalah kebiasaan minum kopi italia. I can say, kopi Indonesia boleh jadi lebih enak tapi kopi italia has stolen my heart. Gimana bisa kopi yang setiap hari aku seduh setiap siang biasanya tiba-tiba hengkang dari kehidupan. Buat membalas kerinduan, suatu Jum’at yang sunyi meluncur ke Coffe Wae buat minum kopi dan kamis lalu menyeduh kopi hitam bareng langit senja. Tryin’ to catch everyone again.


Kejutan setelah kepulanganku adalah Ariel Santikarma berlabuh di Jogja bareng Izzy dan John juga buat Summer Internship dari Volunteer in Asia’s program. Ariel ini temen aku blaster Bali-Virginia US. Sebelas hari di Indonesia kami ketemu di Nanamia Pizzeria (and I was WOW PIZZERIA) and had a deep talk about exchange. How she did, and me tho. Logat Ariel kalau ngomong indonesia yang lucu dan suka bilang, ‘masak’. Dua kali kami bertemu di kesempatan dinner, she knows me so well about how’s my feeling now. 

Dia cuma bilang, “Aduhh kasiaan banget kamu” . I do Ariel sayang :)) Hati-hati pulang !

So to you guys,

That would love to share my stories. This is me, life after exchange. My self has changed a lot, the way I talk, I dress up, doing my hobbies, everything has already changed. But still, I always Nabila, being who I am. Ready to swim inside the pool of choices. I miss every single thing in Italy, my room that I cried about three day while I was tryin' to sleep on my room in Temanggung. Being crazy of everything that re-new I see here. 

Ciao,
I am telling you bunch of random thoughts and feelings.
Write this story and listening Italian and Spanish songs that still on my fav playlist dangg


Yogyakarta, 9-10 Agustus 2018
Ulima Nabila Adinta

4 komentar

  1. Sekarang kuliah jurusan apa kak ?

    BalasHapus
  2. Dan kerennya mb bil berhasil lewatin, good job

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaaaaaaaaa baru bacaaa, aku tanpamu pas kelas 12 adalah butiran debu say

      Hapus