Apakah Saya Damai ?



Apakah saya damai ?

Semenjak kepergian saya memulai program menuju 10 bulan di Italy, saya kadang mencari-cari

Banyak waktu senggang yang saya dapati, saya kembali mengendalikan ekspektasi. Memulai segala hal dengan sendiri. Mengikuti banyak kegiatan yang saya nikmati. Saya sudah mulai merasakan kehangatan, tapi dimana kedamaian ? Yang menjadi pertanyaan saya.

Mungkin ketika saya sedang sendiri atau bahkan dimana pun di negara saya, saya banyak merasa tidak berdamai. Tapi disini ada hal yang  berbeda, yang saya rasa perlu untuk dibagi.

Saya menjadi manusia yang diam di tengah banyak keramaian disini. Hanya karena saya belum bisa bahasa mereka, awalnya saya merasa kesepian tapi lambat laun saya tidak lagi merasa sendirian.

Terkadang saya rindu banyak romantisme yang mungkin baru saya sadari dengan penuh disini.

Sesederhana adzan yang lima waktu terus berkumandang saya dengar, masjid dimana saja untuk solat, lantunan ayat suci yang kerap menghangatkan. Terlebih adzan subuh yang kerap membangunkan dan adzan maghrib yang mengabarkan bahwa hari siang telah usai. Dan saya merasa biasa saja ketika itu,

Tapi disini ?

Saya tidak lagi mendapati hal yang sesederhana itu di tanah kelahiran, saya kemudian berefleksi bahwa itu semua adalah keajaiban karena terus menghadirkan kedamaian. Lalu ketika di Italy saya tidak merasakan itu semua, apakah saya tidak damai ?

-

Ketika saya harus menetap di pusat kota tempat saya bersekolah dan baru bisa kembali pada waktu sore saya harus pintar-pintar mencari tempat untuk solat dan hanya dengan aplikasi Muslim Pro sebagai pengingat. Akhirnya sudut kelas menjadi pilihan selepas kursus bahasa.

Saya solat sendiri, suatu waktu sengaja saya nyalakan bunyi adzan ashar. Tiba-tiba air mata saya menetes,

Apakah saya damai ?

Lalu ketika saya membaca Al Qur'an selepas solat maghrib di kamar dan tiba di ayat,

"Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar," ( QS. Ghafir : 55 )

Tiba-tiba air mata saya juga menetes sesenggukan. Bukan karena rindu Indonesia atau pun sedih di sini. Tapi saya kembali bertanya, apakah saya damai ?

Pada akhirnya tadi sepulang dari Venezia di perjalanan saya mendengarkan murottal sekaligus mengingat hafalan yang sudah terlampau jarang saya dengarkan. Dan saya berfikir, iya kamu sedang merasakan kedamaian.

Apakah saya damai ?

Bagi saya kedamaian bukan datang dari siapa pun atau apa pun di sekitar saya. Toh semua adalah bumi Allah. Buat apa saya terus mencari-cari tentang kedamaian kalau saya menunggu adzan datang untuk mengingatkan harus solat? Saya tidak akan pernah mendapatkan  itu disini.
Tentang saya yang sendiri dari negeri yang jauh lalu membangun kehidupan disini ?

Awalnya saya merasa sangat hampa karena hampir dua bulan tidak mendengar adzan langsung dari masjid bahkan belum menemukan masjid. Tapi kemudian saya berfikir dan merasakan,

"Kedamaian akan datang dari diri saya sendiri bagaimana saya menyadari bahwa Allah selalu ada, bumi Allah dimana saja,"

Nyatanya sangat banyak yang menghargai, dengan sepenuh hati saya menceritakan banyak hal tentang apa yang saya yakini. Ternyata mendapati sisi yang sangat membahagiakan, banyak kejadian yang Allah berikan. Lain waktu akan saya ceritakan ya :)

Lalu coba yuk sama-sama merenungi, kita sudah diberi hidup sedemikan rupa adanya. Mustahil tidak berwarna, it depends on us. Tentang menyadari yang kembali saya renungi, jangan biarkan sepi tapi ayo saling mewarnai :)

Apakah saya damai ? Iya.

Dimana saja di bumi Allah saya bisa merasakan kedamaian yang akan datang dari diri saya sendiri bukan orang lain. Kalau kata teman saya,

"Be Strong, Be Alone, But not Lonely"

Demi bumi dan segala penghamparannya,
Salam damai !


Longarone, 1 November 2017

-Ulima Nabila Adinta-



0 komentar