Tentang Perasaan

"... it's like you need an extra speed before you could actually go again. It's how you respond to this feeling that matters..."

Ciao ragazzzz

Hampir seminggu lalu, tepat di tanggal 7 Mei aku dan temen-temen unit diskusi Kastrat LEM FIB berkesempatan mengundang Kak Rara Sekar dan Kak Ben Laksana, pasangan idaman anak muda sekarang banget nih. Doa-doaku selama ini, salah satunya adalah punya pasangan hidup seperti Kak Ben, saling melengkapi satu sama lain bahkan saat berkarya.

Satu kali kesempatan pernah ikutan workshop mereka dan ngundang secara non-formal buat LEM FIB ternyata mustajab juga, haha. Momen langsung yang bikin melting dan kepingin merasakan hal yang sama juga adalah, sewaktu Aksi Gejayan Memanggil kasus Omnibus Law yang sangat menindas. Kak Rara ikut menyemarakkan sore-sore di tengah gerimis sambil nyanyi menghibur kita peserta aksi. Aku yang dari tengah, liat ke arah kanan dan ada Kak Ben! Kak Ben motoin Kak Rara sambil senyum-senyum, bangga banget kali ya liat istrinya jadi role model banyak orang, jago nyanyi lagi.

Oke, dari romantis dan menginspirasinya pasangan semacam Kak Rara dan Kak Ben ini udah jadi momok yang mengagumkan buat kawula muda yang tau kiprah mereka.

Ternyata mengidam-idamkan pasangan itu hal yang sederhana sekaligus rumit ya. Kadang jadi mengharapkan dan mengekspektasikan banyak hal dari orang yang lagi deket sama kita, mengharapkan ini itu yang jelas beda orangnya. Eh jadinya berujung ke kode aja. Padahal jelas beda orangnya, haha. Tapi aku nggak segitunya mengharapkan ini itu sih, anyway. Dilemanya cuma, kalau ada satu atau lebih orang yang mungkin ada di daftar hati kita dan masing-masing punya pribadi yang ternyata saling melengkapi kalo dijadiin satu, huwee. Ga mungkin banget kan ya, tapi ini sering terjadi. 

Ujung-ujungnya aku ketawa sendiri, lalu bilang keras-keras dalam hati, "Bersyukur dan doa aja deh Bil. Belum tentu merekanya juga mengidamkan kamu," hehe banget mau nangis sekaligus ketawa (dalam hati aja kok nggak betulan).

Mungkin di usia 20 tahun-an gini jadi masa-masa paling meresahkan sekaligus heroik mempertanyakan kedekatan dengan masing-masing pasangan, kalo punya atau aku doakan cepat punya yang masih berjuang memantaskan diri. Perasaan-perasaan dateng dan muncul silih berganti ini nggak bisa kita salahkan, kalo bahagia secukupnya dan kalo kecewakan ya lekas pulih dan selamat bertumbuh dari luka folkssss.

Aku mungkin nggak jago menghadapi patah hati, tapi aku berusaha belajar dan mendalami patah hatinya teman-temanku meskipun nggak sepenuhnya, pengalamanku hanya karena pernah dicurhati tapi bukan berarti aku nggak pernah merasakan galau. Sulit memang untuk cepat-cepat dealing with feelings, lha memang nggak harus cepat-cepat kan. Buatku, yang terpenting lekas tau kapan harus bangkit dan bertumbuh lagi meskipun dari luka. Hal yang paling penting buat aku, kita perlu sekali tau dan mendefinisikan perasaan untuk diri kita sendiri, supaya mengerti harus melakukan apa karena perasaan itu. B. Aku jadi inget beberapa pesan Kak Sari, mami sending AFS nasional.

"Mmmmm... It's like you need an extra speed before you could actually go again. It's how you respond to this feeling that matters. The fact that you recognize this and not ignoring this is already good. Belajar. Kalo ngerasain sesuatu, cari tau, ini yang gue rasain apa ya. Penyebabnya apa ya. Dengan begitu kamu akan bereaksi dengan cara yang tepat."

Kalo aku nulis gini keliatan kayak sobat ambyar ngga ya, hehe.

Iya atau nggaknya lagi nggak mau aku bagi karena ini hal yang sangat privasi dan cukup disimpan dalam hati.

Selamat istirahat dan selamat bertumbuh dari luka!

Temanggung, 13 Mei 2020

0 komentar