Obrolan Kecil
May 28, 2016
Baru saja aku mengakhiri diskusi kecil tentang sebuah keluarga, negara, zaman, sampai peradaban. Keempatnya tidak akan pernah bisa dipisahkan. Karena itu semua tentang sebuah kayakinan, cita-cita, lalu kekompakan sebuah episode kepemimpinan. Begini bedanya, keluarga itu rahim peradaban terkecil sampai akhirnya penemuan seorang insan manusia tentang siapa dirinya. Negara itu soal tanah air atau homeland sesungguhnya tentang bagaimana keberagaman manusia yang bertekad hidup bersama dibawah satu naungan. Zaman selayaknya bagaimana pergolakan pemikiran manusia di dalamnya berlayar sampai sejauh mana mereka akan berlabuh dan menguasai tanah negeri orang. Peradaban itu keberlangsungan sejati tentang bagaimana zaman berjalan pada episode yang memuat keagungan spiritualitas. Begitu singkatnya definisiku, bukankah setiap manusia punya hak untuk berkelana dalam derap pikiran? Sejatinya hidup pun menuntut keselarasan diantara manusia, akal, dan hati.
Bergelayut lembut dalam diskusi kecil itu mengembalikanku pada pertanyaan kebatinan, bagaimana bisa di tengah episode zaman yang dikuasai orang nun jauh disana aku malah asik sendiri tanpa memikirkan bagaimana seharusnya aku berperan ? Di balik itu semua aku menyadari kelebihan negeriku dalam pembangunan struktur keluarga dimana di negeri nun jauh disana mereka memang berhasil membangun zaman dengan keagungan pemikiran yang menakjubkan. Keluarga di negeri masih berasa saudara yang masih saling menjaga dan saling memiliki, tidak heran kalau Lebaran jalan pedesaan begitu ramai demi bergandengan kembali dengan keluarga. Tapi yang masih aku resahkan adalah negeriku yang masih carut marut ini. Episode kepemimpinan yang berbeda setiap pergantian kepemimpinan. Masing-masing hanya berpikir bagaimana di zaman kepemimpinannya ada gerakan yang hebat. Lalu bagaimana negeriku bisa membangun peradaban yang lebih baik? Bukan hanya membanggakan episode masa lalu.
Rasanya saya selalu optimis kalau Indonesia masih bisa lebih baik. Optimisme saya ada karena saya percaya bahwa ketika kita terus bergerak dan menjadi penggerak yang lainnya. Indonesia tidak membutuhkan bualan sunyi tanpa aksi. Indonesia butuh aksi kreasi yang membangun. Sekecil apapun. Karena saya pun percaya suatu hal besar bermula dari langkah kecil yang berderap pasti. Indonesia butuh gerakan muda beraksi. Lalu ketika kita memilih untuk berdiam diri, sejujurnya kita tidak pantas untuk menuntut karena nyatanya tidak ada sama sekali uluran tangan kita. Sekarang sudah saatnya untuk bangun dari lelap sunyi. Sudah saatnya untuk bergerak dalam keramaian yang masih carut marut. Maka, ayo peduli dan beraksi ! Segalanya akan terasa jauh ketika kita hanya mengeluh. Siapa pun yang membaca tulisan kecil ini. Saya berharap lebih denganmu karena saya bukanlah siapa-siapa jika hanya sendiri. Mari kita menyadari, sudah saatnya tangan peradaban dan zaman kita yang menggenggam, bukan mereka jauh disana yang terus merongrongi nasib kita semua.
Berhenti urun angan, saatnya turun tangan ! Salam Perjuangan.
Ulima Nabila Adinta,
✊ Nasionalis nekat yang masih tau adat
Foster Child !
Foster Child !
0 komentar