chamomile tea dan sihir pemberi kehangatan
Beberapa tahun lalu aroma chamomile tea yang selalu terjajar di deretan rak di dapur rumah di Italia bikin aku sedikit sangsi,”Teh kok rasanya kayak bunga begini,” kataku dalam hati.
Bagi sebagian orang, aroma chamomile mungkin terkesan aneh dan biasa aja. Tapi nggak buat aku, malam ini rasanya memori kesedihan ini kembali lagi. Bertumpuk dan nggak bisa bebas berkelana lalu hilang lewat air mata.
Sisa chamomile dalam satu tea bag ini nggak bikin aku menunda buat menyeduhnya lagi.
Pertanyaan tentang kenapa dan bisa-bisanya hal ini terjadi kembali menguap tanpa tabir. Beragam kejutan soal relasi ini bikin aku menahan kesedihan dalam banyak rupa, buka catatan lama soal refleksi self-audit dan podcast soal pertemanan abadi juga nggak bisa menenangkan.
Lagi-lagi, emang bener people come and go. Mengamini empat kata bahasa Inggris ini rasanya sulit buat aku. Sulit buat nge-nggak-papa-in relasi yang tiba-tiba sedikit pudar tanpa tau sebab. Sekuat-kuat kita menjaga, emang banyak kuasa yang tanpa kendali diri. Kalau rasanya pingin pergi lagi dan punya kehidupan dengan misi yang padat serta terjadwal sampai waktu momen kesedihan itu datang, kita hanya perlu menerima dan memberi waktu.
Kali ini aku beneran ngerasa payah dan chamomile tea jadi saksi tersetia lima tahun belakangan untuk nabila yang patah tumbuh hilang berganti. Semoga segala hal baik segera terjadi lagi dan bisa dinikmati sama-sama, ya.
Jogja, 10 Desember 2022 (22:41)
0 komentar