#8 Writing Challenge: The power of music
“Music is emotional, and so our listening often signals something deeply personal and private,” Pelly (2019) said.
It’s pretty
true. A natural antidote.
Artikel yang aku ulas untuk Antropologi
Teknologi minggu ketiga yang berjudul “Big Mood Machine” sedikit banyak
menginspirasi writing challenge ke #8 ini. Terimakasih Mas Indy, dosen terbaik
sepanjang masa.
Buat seorang ‘nabiladinta’ the power of music ini sungguh nyata. Masa-masa merasakan pahit
kelam manisnya hidup, musik beneran bisa jadi teman perjalanan yang jujur tanpa
banyak protes dan menghujat. Musik seolah-olah mengerti, kalau ‘saling
mendengarkan’ itu sesuatu yang seharusnya terjadi tanpa tedeng alih-alih. Jadi teman perjalanan paling setia selain motor di sela-sela malam dingin nan panjang di penghujung hari sembari ber-monolog ria di jalanan,
Musik sangat personal dan privat. Kalau boleh
aku bilang, kita bisa secara cepat menciptakan private space meskipun di tengah kerumunan, sesederhana kita pasang
earphone ke telinga. Dan hanya
seolah-olah dunia berputar antara dirimu dan musik yang kamu putar dari
playlist-mu. Lagu-lagu kesukaanmu, lagu-lagu yang menjadi sentilan pertama
untuk diajak bersama melintas memori mungkin atau barangkali sekedar boosting-mood.
It’s powerful.
Lagu-lagu tertentu secara otomatis melemparkan kita semua ke momen-momen yang mungkin udah nggak pernah singgah tapi keinget lagi sengaja atau nggak sengaja dengerin ini. Atau misal lagi kangen-kangennya sama seseorang, kalau aku, bisa gila dengerin lagunya sampai berkali-kali dalam jangkauan hari yang nggak sedikit. Sampai sengaja aku buat playlist di spotify. Saking kangennya.
“……each of these “moments” there is an animated trajectory of a typical ‘emotional journey’…..”
Lintasan animasi dan tipikal perjalanan emosi
ini mengobrak-abrik imajinasi dan perasaan, mengetuk tanpa permisi. Untuk aku,
ada beberapa momen yang amat sangat membekas dan sampai tua aku nggak akan
pernah lupa sama lagu ini. Never.
Pertama, photograph
– Ed Sheeran.
Nabila nggak akan pernah bosen, lagu ini
menandakan salah satu momen besar di hidup seorang ‘aku’. Momen-momen semasa
menjalani Indonesia-United States Youth Leadership Program. Rasanya sesak. Pertemuan
sama temen-temen Amerika mungkin sulit diulang lagi, nyatanya sampai sekarang cuma
satu yang masih bisa aku temui. Sisanya nihil, aku ucapkan di rentetan doa-doa
panjang setiap harinya. End song ini
sungguh cantik dan manis.
Kedua, dua lagu dalam satu paket.
Take me home
country roads and Ryhmes and Reasons – John Denver
Bisa-bisa aku nangis semalaman, menggusar
pikiran dan mengacak-acak hati seakan-akan dunia berhenti dan jahat. Malam terakhir
tidur di rumah Italia. Lagu yag tadinya baik, jadi jahat seketika waktu aku harus
balik ke negara sendiri. Kedua lagu ini selalu menemani hari-hari aku dan Mama
Papa di rumah, di sela-sela makan siang dan mempersiapkan makan malam. Meskipun
Papa sama sekali nggak bisa bahasa inggris, tapi John Denver jadi salah satu
penyanyi favorit Papa Aurelio De Pellegrini. Juga jadi teman perjalanan yang
aku putar berkali-kali di camper van sewaktu keliling Italia tengah sampai
selatan selama 9 hari bareng mereka.
Take me home
country roads, menyiratkan cerita lebih. Naasnya aku baru sadar di Italia. Lagu ini betul-betul
tersurat menceritakan Blue Ridge Mountains dan Shenandoah River di West
Virginia. Dua tempat yang memberikan ‘ruang’ sewaktu ke Amerika dulu. Tempat aku
dan teman-teman berefleksi bareng sepasang suku Indian dan hidup tanpa
teknologi di salah satu vila di pegunungan Shenandoah, bukan main-main kita
juga tubbing di sungai jernih
Shenandoah.
Country roads, take me home
To the place I belong
West Virginia, mountain mama
Take me home, country roads
All my memories gather 'round her
Please, bring all those memories back
:(((
Ketiga, finchè la barca va – Orietta Berti
Aku bisa gila selama tiga hari, putar
lagu ini berkali-kali sepulang dari kota cantik Siena. Lagu ini berkenalan sama aku atas
sebuah ketidak sengajaan. Di Siena yang cantik, tepat di piazza nya ada sekolompok grup musik jalanan Italia yang secara
nggak sengaja pula ada sepasang nona dan tuan manis yang lagi foto pre-wedding.
Sebagai sebuah hadiah, grup musik ini nyanyiin lagu romantis finchè la barca va dan spontan semua
orang yang ada di sekelilingnya joget, pasangan nona tuan tadi dansa dibalut
gaun putih yang anggun dan jas hitam pengantin yang elegan.
Di tempat itu juga, atas sebuah restu
semesta tanpa rencana aku dan Akbar ketemu Zikrina dan host family-nya. Bisa-bisanya
setelah setengah bumi berevolusi terpisah. Exchange
year is full of
surprises you know!
Music helps us make a connection with others. Music can be a tool for coping and healing during difficult times. Music allows us to evaluate difficult emotions. Soothing, enjoyable music is a natural antidote to the restlessness and exhaustion that accompany frustrating circumstances.
Musik itu soal selera dan rasa, bukan soal kamu keren atau gaul, karena lagi-lagi ini soal rasa. Biarkan siapapun mendengarkan apapun. You do you, ini playlist-ku nabiladinta on spotify. Barangkali kapan-kapan kita bisa ngobrol dan berbagi playlist kesukaan. It's a memory <3
enjoy your natural antidote,
nabiladinta.
Yogyakarta, 9-10 Oktober 2020
0 komentar