Nabiloski De Pellegrini
Lagi-lagi semalem Alice ngajak video-call, menyambung cerita malam sebelumnya yang lebih abot, sambungannya lebih banyak gimana kita menyikapi love story yang masing-masing kita punya.

Di antara sekian banyak perbedaan negara asal, ras, keyakinan, aku dan Alice juga punya banyak kesamaan dalam hal prinsip sebagai perempuan. Kita sama-sama perempuan yang pengen terus bertumbuh kembang dan punya kebebasan berkarya tanpa dibatasi hubungan atau 'kekangan' model lain. Mungkin Alice lebih banyak punya cerita kegagalan dalam kisah percintaannya dia- sejak aku kenal aku udah nggak heran kalo Alice bakal mengakhiri cerita yang hampir serupa buat setiap laki-laki. Alice, akhirnya memutuskan buat, 

"Yaudahlah Nabila sekarang mungkin the real relationship yang pengen aku punya ya pertemananan dan keluarga."

Sedikit banyak sama kayak aku yang begitu mengagungkan pertemanan- sesuatu yang perlu terus dijaga sebisa kita, dijaga kualitasnya biar bisa long last friendship, just like what I do with Alice and Alice to me. Persamaannya, kita sama-sama mengidamkan laki-laki yang bisa saling mengerti mimpi-mimpi kita, ngecapainya bareng-bareng, bukan lantas membatasi kebebasan perempuan pun sebaliknya. Bedanya, Alice lebih pengen laki-laki non-Italian, haha. Nggak pernah berubah, laki-laki India, Afghanistan, pokoknya negara-negara sekitar itu. Sedangkan aku, rasanya sulit banget jatuh cinta ke laki-laki non pribumi.

Well, okey- masalah hati emang kita nggak bisa mengatur seenaknya, ada kuasa-kuasa di luar batas kemampuan kita. Tapi setidak-tidaknya kita masih bisa mengatur pilihan kita soal mau laki-laki yang kayak gimana, hehe. Akhir ceritanya, itu yang campuran antara kuasa kita dan di luar kita.

Lucunya, kita bakal sama-sama semangat ngenalin orang Italia atau Indonesia, aku ke Alice pun sebaliknya. It's a joke but it might be real one day, who knows. Riconosciamo e riappreziamo, know and appreciate, not for the real love. Let's see kan ya Alice, haha.

Entah kenapa, perihal hati ini semakin lama semalin ambigu, semakin bingung dan mencoba oke udah fokus dulu ke diri sendiri Bila, make yourself deserve for someone while maintaining a man who close to you which I don't know how to treat it well. So many things come up in my mind, just don't know how to handle it, but let it flow.

Aku dan Alice sama-sama nggak sabar menanti takdir- who they are. Sambil masih pusing mikirin gimana caranya bisa go overseas lagi. Alice, satu-satunya temen bule yang bisa senyambung itu kayak temen dah ketemu bertahun-tahun. Mungkin ini definisi se-frekuensi kali ya. Definisi pertemanan abadi, yang walaupun berjarak dan jarang ketemu kita sama-sama dua arah buat ngejadiin kualitas pertemanan kita bermakna.

Grazie di cuore Alii💓
Can't wait to have you in my wedding, someday. Well, it's absurd too for now on haha.


I learn something for you, thankyou for all the advices, caring, and love as friend that you give to me. It means a lot. Hope we can doing something good together for a better world or having a trip to India!



Miss you tons.


Temanggung, 28 Mei 2020

Banyak hal yang bikin aku nggak bersemangat belajar lebih dalam tentang Islam, tapi jauh lebih banyak yang bikin aku semakin bersemangat mempelajarinya.

Salah satunya, Alice Tormen. Sahabat terbaikku selagi menjalani exchange year di Italia. Got to know her was like a surprise to me-

Masih inget banget, Alice yang pertama kali nyamperin aku sewaktu hari pertama sekolah di Liceo Statale Giustina Renier Belluno. Sekolah di Italia, bangunannya lebih mirip kayak pabrik kata Chaimaa, temenku yang lain haha.

Alice ini terbuka banget, selalu berusaha anytime buat aku curhatin, selalu berusaha memberikan ketenangan di tengah kerisauanku, apalagi masa tiga bulan pertama. It was a tough time.

Alice adalah sahabatku yang sangat terbuka, gila abis sama India karena dia sempat short program bareng AFS sebulan sebelum aku dateng. Dari awal Alice memang udah memperlihatkan ketertarikannya sama Islam, bahasa Arab, Urdu, nggak lupa juga India. Emang katanya orang kalo udah sekali ke India  bisa se-jatuh cinta itu. Alice nggak jarang ngeliatin playlist India kesukaan dia atau gaya-gaya perempuan India, Pakistan dan sekitarnya make over their hijab and everything!

Masih inget banget, sewaktu aku nginep di rumah Alice, Alice minta diajarin pakai hijab, diajarin caranya salat. Buat dia, ribet banget dan sakit harus ngelakuin banyak gerakan dalam salat. Ya, karena baru pertama kali, nggak bisa dibandingin sama aku yang udah belajar dari kecil kan, hehe. Kita sampai tidur larut banget karena diskusi soal nabi-nabi menurut ceritaku dari perspektif Islam dan Alice dari versi Katolik. Waktu itu aku mayan megap-megap karena mau gamau harus double languages ngejelasinnya, english-italian. I always try to tell her wholeheartedly- well, it makes me learn tho- about my faith, my identity.

Setelah lulus dari liceo atau SMA Alice ngelanjutin di Trento, Italia ambil jurusan filsafat- pilihan lain sebelumnya adalah sekitar bahasa-bahasa yang aku sebutin tadi. It’s interesting Aliii- having an adorable friend like you, you are sooo open to learn anything. Masih belum puas, Alice juga ambil kursus agama Islam di universitasnya. Mulai belajar Islam dari dasar-dasarnya. Sampai beberapa hari lalu Alice minta tolong aku buat nyariin video berbahasa Inggris yang jelasin tentang salat dalam Islam. Dia selalu nemu yang khusus anak kecil. Masih belum berhenti dia minta tolong lagi cariin video yang ngejelasin perbedaan lima salat wajib.

It hits me, seriously- many moslems do not have big willingness to learn about their religion instead many western people are trying so hard to learn about our religion.

Itulah kenapa aku merasa, oh ternyata aku nggak pernah boleh males lagi ngaji- baca Al Qur’an sekaligus artinya, nggak akan pernah sia-sia Bil. Berlanjut dengan Alice nge-video call aku. Pas banget aku lagi pengen ngobrol sama orang, hehe. Selalu ada aja yang bisa diceritain bareng Alice. Awalnya bermula dari ngebahasa peliharaan baru Ali, kelinci! Lalu dia inget betapa takutnya aku sama anjing, haha. Eh keblabasan sampe aku cerita kebanyakan muslim di Indonesia nggak memelihara anjing karena najis. Seorang Alice nggak mungkin nggak tanya, akhirnya aku ngejelasin sebisaku.

Belum berhenti, aku ngejelasin Alice tentang salat, detail banget dari apa itu iftitah, al fatihah, sampe pilihan-pilihan surat, apa yang bisa kita baca. It is always happy to let her know- but it is hard tho haha, knowing that my Italian is not as good as two years ago- also my english is not pretty fluence. Dengan segala keterbatasan, aku ngejelasin Alice dari hal-hal sederhana sampe Alice semakin memberundung dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih sulit, haha. Alice nanyain apa pandanganku soal pembagian surat makkiyah dan madaniyah. Seneng banget akhirnya Alice udah sampai pertanyaan sekritis itu walaupun aku masih terbata-bata ngejelasin.

Pandangan kita juga beralih ke kenapa banyak banget orang yang ngotot mau ndiriin negara Islam, sistem khalifah, sampai ke penafsiran Al Qur’an yang beda-beda. Aku mungkin awalnya nggak nyangka Alice udah sejauh itu belajarnya, mungkin konsep-konsep Islam belom sampai sepenuh hati buat Alice- belum sepenuhnya masuk akal. Hal lainnya yang bikin aku seneng adalah kesan Alice dengan kehadiranku di Italia yang dia rasain ngebawa energi positif dan sekaligus datang sebagai gambaran muslimah yang baik. Grazie di cuore Aliii <3

Ngobrol sama Alice nggak pernah bisa sebentar, kita juga saling berbagi kisah percintaan yang sama-sama rumit haha. Kali ini aku nggak akan bagi lebih detail karena ini privasi. Updating life (include love stories in it ya) to Alice is always connected each other gitu loh. Masih selalu sama-sama relate dan dekat walopun kita berjarak jauh. Tienemi aggiornata Nabiiii, kata Alice di akhir percakapan- ohyaa Nabii itu adalah panggilan kesayangan Alice ke aku- same with Alii, from me to her.

Semoga kita bisa segera ketemu ya Alice-
Semoga iman dan ilmuku semakin dikuatkan buat bantu kamu lebih banyak mengerti tentang Islam

Un grasso abbracio dall’Indonesia amica, mi manchi!

Temanggung, 27 Mei 2020



Malam ini jadi malam yang nggak biasa, pun bagi kebanyakan orang. Buatku, ini malam kedua yang nggak biasa, satunya lagi adalah dua tahun lalu. Takbiran virtual bareng beberapa dari la squadra italiana- squad AFS Italia 17/18. Rasanya campur aduk, hingar bingarnya sulit dideskripsikan. Sesuatu yang berbeda tapi sungguh sama-sama mendebarkan dalam definisi yang tidak sama. Malam ini juga mungkin serupa, segalanya sulit dideskripsikan: satu rasa yang mungkin bisa dikatakan, penerimaan.

Buat mengatasi kesedihan, aku pingin sedikit cerita tentang budaya takbir keliling di Kota Parakan, sumbernya dari Bapak sendiri, kalo nggak lengkap just hit me up. Parakan ini emang unik banget, dari sejarahnya aja udah menggelitik. Budaya takbir keliling yang besar-besaran dan keliling jalanan ini terjadi di Parakan dan Ambarawa. Dulu, sebenernya pake oncor biasa tapi sekitar tahun 1994 remaja masjid Parakan rapat menjelang lebaran dan jadilah ide besar buat perlombaan antar kampung- di sini Bapakku dan dua sahabatnya juga termasuk, Pak Binawan yang jadi kepala sekolah SD-ku dan Pak Din yang pernah jadi Wakil DPRD Temanggung.

Parakan ini kentel banget nahdiyin-nya, apalagi di Kauman. Kental segalanya. Jadi walaopun Bapak dan dua sahabatnya cenderung ke Muhammadiyah tetap bisa jadi orang yang diterima. Mengingat mereka dulu pernah sama-sama jadi preman pasar, eh tapi entah kalao Pak Binawan. Misinya sederhana, biar ada rasa heroik umat Islam. Ningkatin semangat keummatan ini emang butuh cara-cara yang ciamik dan asik.

Dan nyata adanya, setiap malam takbiran Parakan pasti macet. Setiap kampung bisa bener-bener bikin kreasi yang bagus-bagus banget mulai dari garuda raksasa, ondel-ondel, kakbah, masjid, hewan-hewan unik gitu. Itu semua replika dan dibentuk sesuai kreativitas masing-masing. Setiap kampung juga biasanya punya kostum masing-masing. Bapak Ibu anak-anak bayik ikut semua. Bener-bener mbludak. Apalagi Parakan ini kan bentuknya segitiga ya, arah mau ke Solo, Jogja, Jakarta, Jawa Barat itu ngelewatin Parakan semua.

Dari kecil aku hampir nggak pernah alpa buat nonton, sama Bapak dan adek-adekku. Ohya pernah suatu kali aku nonton sama tetanggaku, eh tiba-tiba ada wartawan tvOne yang nebengin atau kita yang nebengin lupa banget. Haha. Pokoknya seunik dan serame itu. Malem ini sewaktu lewat Parakan mau bagi zakat rasanya pilu membiru, lebay banget huhu. Tapi seriusan sesedih itu jalanan sepi nyenyet kayak udah tengah malem. Well, kalo malam takbiran biasa jam segitu masih rame.

Ngelewatin jalanan kampung-kampung tadi, beberapa berusaha mengatasi kesedihan dengan nyalain takbiran sendiri di rumahnya pake sound keras, anak-anak di desa keliling jalanan desa berkali lipat pake bedug yang mereka buat sendiri. Terharu banget huhu. Sedalem itu ya makna hari raya buat banyak orang.

Semua kampung ditutup- aku ngerasain hawa yang pilu membiru juga di kampungku akhirnya atas konsensus Bapak-bapak kita ngadain sholat ied besok di jalanan kampung di bagian yang luas. Biasanya kita di parkiran PKU yang luas dan banyak yang dateng dari luar. Takbiran juga sesepi ini, pake sound bukan suara anak-anak kecil dari speaker masjid.

Lagi-lagi,

Buat mengobati itu semua, atas permintaan adekku yang pertama, Dek Daffa, di rumah kita bakar ayam ingkung yeay. Menu andalan dan favorit keluarga setahun belakangan ini. Kali ini Bapak sama Dek Daffa yang bakar, aku up dulu memeng habis nugas seharian dan udah goreng menu buka puasa terakhir. Cukup mengobati walopun ngga seutuhnya, tapi harus disyukuri kan.

Parakan yang mungkin gebyarnya nggak seramai dulu, bukan berati nggak bernyawa. Aku yakin malem ini semua orang lagi sama-sama menghela nafas panjang, satu momen yang nggak terbayangkan bakal mengubah kehidupan hampir ke akarnya: kekerabatan yang harus berjarak.

so yea, hope y'all have a good Hari Raya yang belom bisa mudik dan jauh dari keluarga. Allah loves u, May Allah protect y0u yaa.

Buona festa fine di Ramadan.
Selamat Hari Raya semwaaa, Nabila mohon maaf ya kalo ada salah kata dan perbuatan- miss y'all!


Temanggung, 23 Mei 2020


Dari sekian banyak studi antropologi, banyak banget yang ngebahas soal belonging- sesuatu yang kasat mata tapi kerasa, sesuatu yang dirasain, diekspektasiin, dan nyiptain sesuatu perlakukian konkrit atas identitas-identitas dan keterkaitan seseorang dengan banyak hal di hidupnya.

Sekilasnya gitu, tapi aku lagi nggak pengen ngomongin soal sense of belonging-nya studi-studi antropologi, hehe. Ada suatu perasaan, bisa jadi keresahan dan kebahagiaan gitu soal sense of belonging dalam pertemanan atau hubunganku sama temen-temenku, atau hubungan-hubungan yang dimiliki sama temen-temenku. Mungkin ini nyambungnya sama studi psikologi tapi aku nggak berkompeten dalam keilmuan ini, jadi aku mau cerita ke hal-hal yang lebih empiris, yang aku yakin ada ilmunya-

Mungkin dalam banyak pertemanan, kita nggak memungkiri punya kolom-kolom sendiri buat orang-orang tertentu. Sederhananya kita mengkategorikan teman-teman kita ada di posisi sedekat atau seberjarak apa di hidup kita. Kolom ya emang cukupnya jadi temen aja atau sahabat atau orang yang kita harap bisa jadi doi gitu. Cie, akhirnya setiap manusia pasti menentukan perlakukan-perlakuan terbaik untuk mereka. Mengingat ingin menyayangi dan disayangi itu suatu hal yang amat sangat naluriah kan ya.

Tapi seberapa jauh sih sense of belonging-nya atau sebenernya harus sampai sebatas apa sih, jadi hal-hal yang kadang masih jadi kebingungan dalam bersikap. Sesuatu yang meminta ketegasan dari diri kita biar ngga jadi sumber yang bisa menyakiti. Aku ngerasa, kalo sense of belonging atau rasa memiliki ini kadang masih blunder untuk diingini sejauh mana. Kayak gini deh, pasti beda kan kalo kita sahabat sama temen dengan jenis kelamin yang sama dan temen lawan jenis. Sikap-sikap yang kita keluarin emang bakal beda-beda banget.

Yang sering terjadi dari apa yang aku rasain dan aku amatin, persahabatan kadang bisa mengiringi love relationship bisa juga nggak, bahkan merusak. Iya ga? Aku liatnya banyak banget di antara temen-temenku yang karena nggak bisa menolak dan mengatasi kecemburuannya atau kandas gara-gara relasi-relasi yang nggak bisa kita harapin tapi nyatanya terjadi. Jadi beneran sejauh mana sense of belonging ada selalu jadi tanda tanya besar yang menyelimuti, jadi sesuatu yang harus jelas- kalau udah gitu, setidak-tidaknya kita bisa tau gimana dan sejauh mana harus bersikap biar ga jadi toxic relationship atau mungkin lebih alus yang agak nyakitin- toxic positive.

It's dilemmatic for quite sometime. Oh really and dealing with something like this would take so many times tho- to deal with surroundings is always become something that exist oftenly. So please, mari kita saling mengerti biar segala relationship ini ngga berujung jadi toxic yang bisa berujung saling menyakiti. Aku sedih banget liatnya kalo ada yang kandas atau ada yang putus pertemanannya karena kita not wise enough to deal with it. Akupun sama, masih belajar biar ikatan hubungan pertemanan atau hubungan apapun itu bisa saling support bukan malah menjatuhkan.

Tulisan ini selain refleksi, juga rangkuman dari obrolan bareng sahabat aku Sabrina, seseorang yang tangguh dan nggak pernah lelah buat belajar. Terimakasih Sabrina- hope you're doing well, miss you tons!

Semoga kita bisa terus berteman dan saling menjaga ya.

Temanggung, 23 Mei 2020


Semalam, akhirnya aku ngobrol via live instagram bareng Kak Fadhli Fatoni. Senior di Mu'allimin yang jujur aku baru kenal awal perkuliahan kemarin. 

Semakin jadi sering ngobrol karena Maysa- sahabat AFS-ku satu jurusan sama Kak Fadhli. Beberapa kali kita ngobrol dan beberapa Minggu lalu Kak Fadhli bilang, "Kapan-kapan yuk Nab kita yang kolaborasi."

Hehe. Aku seneng banget kalo diajak kolaborasi, dari hal sekecil apapun. Menyenangkan dan mengobati, menyadarkan kalo bareng-bareng itu lebih asik daripada maju sendiri. Ya kan? Setelah sama-sama tau live @publicactionugm bareng Pak Ganjar yang dimoderatori Maysa. Kak Fadhli nyentil lagi, "Gimana kalo kita aja yang live bareng." Sungguh aku senang hati riang, mikir-mikir dari kemarin pingin live tapi sama siapa, masih coba-coba ajak temen-temen dari luar buat sharing apapun. But let's see, deal with time zone is suck- it's fascinating tho :)

Sebenernya aku nggak berharap banyak yang nonton. Sebuah ekspektasi semu sepertinya, intinya sedikit atau banyak bukan jadi ukuran. Akhirnya kita ngobrol ngalor ngidul mulai dari perspektif kita soal Covid-19, tentunya jangan disangka ndakik-ndakik ya, hehe. Satu hal dalem *eh dalem ga ya, perihal produktivitas. Sedih banget memang nggak bisa ini itu dan banyak banget impuls yang bikin kita secara nggak sadar turut membanding-bandingkan. Capek sendiri jadinya.

Semua berlomba menampilkan produktivitasnya di sosial media, yang well we never know how the reality is. Sebenernya obrolan ini -tujuannya mengademkan diri kita sendiri sih, hehe- karena saling berbagi kalo gausah terlalu push ourselves too hard adalah sebuah upaya yang nggak boleh berhenti. Kak Fadhli juga bilang, iya kita harus menjaga kewarasan kita dan melihat sesuatu secara komprehensif meskipun nggak bisa seratus persen, setidak-tidaknya kita nggak main menghakimi. 

Seakan-akan kebanyakan berusaha menampilkan eksistensinya, bagus banget tapi kadang bikin merasa insecure sendiri. Nah, mungkin kolaborasi seharusnya jadi suatu pilihan yang menggemaskan daripada jalan sendiri-diri. Kak Fadhli lebih banyak paham soal kebijakan-kebijakan kampus Bulaksumur kita ahaha daripada aku yang mungkin mayan apatis untuk ini ya. Sebenernya what to do as mahasiswa ini beneran butuh saling support biar nggak selalu ngeluh aja-

Menarik dan kerasa cepet banget ngobrol sama Kak Fadhli. Semoga kapan-kapan kita bisa ngobrolin hal lainnya lagi ya Kak.

Hehe, jangan bosen sama aku yang amatiran banget ini.

Thanks in advance, hope y'all have a great day!

Temanggung, 22-23 Mei 2020





Sebaik-baik pertemanan adalah saling mendoakan
Mendoakan itu adalah cara mencintai paling sederhana
Mendoakan itu adalah cara mencintai paling rahasia

Halowwwww!

It's been a long time ya rasanyaa ga nulis beberapa hari. Sebenernya bukan karena stuck, tapi lebih kayak udah capek pas mau nulis karena keseringan liat screen beberapa hari ini ngebut tugas UAS yang semoga mabruk itu.

Selain itu, mungkin tahun pertama kuliah ini aku bener-bener diuji karena belum punya laptop. Jadi masih harus mondar-mandir ke rumah sodara untuk pinjam laptop. Sungguh, melelahkan tapi semoga segala kesulitan ini ngga mengkhianati hasil. Tapi aku harus jauh lebih bersyukur, masih banyak di luar sana yang lebih tertatih-tatih.

Ohya dua hari lalu aku dapet hampers dari Sarah Anim, sahabatku di Pucong, Malaysia. Anim berselancar sendiri buat cari local baker di Temanggung. Akhirnya Anim beli di Wapit atau Wisata Alam Jumprit. Aku bahkan baru tau kalo mereka juga jual kue. Mas dan mbak yang jual anter pas maghrib di sela-sela buka puasa. Kejutan! Anim nggak bohong. You're just so kind Nim, I love u to through the dark, to the moon, and back again💓

Aku bener-bener terharu banget. Nggak menyangka kalo perkenalan dan pertemuan yang sebentar bisa jadi pertemanan yang sedalem ini. Pertengahan Ramadan kemarin aku coba reach out her duluan nanyain kabar, berujung dia nanyain alamat. Tiba-tiba banget padahal mungkin udah berapa bulan yang lalu banget kita ngobrol, via chat tentu karena aku belum ke Malaysia lagi, hehe.

Kapan aku ketemu Anim,

Ramadan 2017 lalu sewaktu aku Mubaligh Hijrah Internasional dari Mu'allimaat Mu'allimin selama kurang lebih 20 hari. Nah, di hari-hari terakhir kita semua dikumpulin di Masjid Pucong sebelum pulang ke Indonesia. Masjid Pucong ini sekaligus jadi penempatan Galuh dan aku lupa siapa partner dia, haha. Anim jadi salah satu anak yang diajar Galuh, yah walopun seumuran tapi emang seringkali kita yang dateng ini dianggap lebih pinter padahal ya sebenernya bingung yang berusaha selalu siap kita.

Bertukaran instagram deh mereka dan Galuh juga ngenalin aku ke Anim, Anim dan aku saling mutualan di instagram dan dm-an. Setiap malem ba'da tarawih kita selalu nyempetin ngobrol bentar. Mungkin ini memang beneran definisi satu frekuensi ya, beneran seringkali sama orang-orang tertentu aku bisa jadi akrab banget dalam pertemuan singkat, kadang juga nggak bisa dekat padahal udah ketemu berkali-kali. Anim cerita masalah-masala hidup dan cita-citanya. Menyentuh sekali. Ohya waktu itu juga ngobrol bareng Malwa.

Anim bahkan jadi cerita jauh lebih banyak dan dalem sama aku daripada ke Galuh, mungkin karena faktor Galuh laki-laki juga jadi menjaga intensitas, mereka belum pernah ngobrol juga mungkin cuma lewat sosial media. Sebentar banget dan mungkin 3-4 hari aku ketemu Anim. Sebagai bentuk ucapan see you again, aku kasih Anim postcard Indonesia dan aku tulisin sesuatu untuk Anim. Pas lebaran, kita saling bertukar foto keluarga. So niceee niim <3

Barangkali memang bener, kualitas kedekatan kita dengan seseorang bukan diukur dari seberapa sering kita ketemu tapi seberapa berkualitas pertemuan kita. Friendship is not just about you, but it's about us!! Harus ada timbal balik, hubungan dua arah yang menyemai satu sama lain. Ini yang aku rasain sama Anim. Dia baik dan berhati lembut sekali, aku yakin kamu bakal bisa jadi sesuatu yang kamu cita-citakan Nim, Anim ini juga stylish banget karena memang dia suka banget sama fashion!

Anim,

Tunggu ya suatu hari nanti aku bakal ngasih surprise balik ke kamu, bakal jenguk Anim ke Malaysia, dan akan selalu mendoakan yang terbaik untuk Anim. Di tulisan ini aku menitipkan salam kangen buat Anim sekaligus ingin menyisipkan kata-kata yang aku dapet enam tahun lalu,

Sebaik-baik pertemanan adalah saling mendoakan
Mendoakan itu adalah cara mencintai paling sederhana
Mendoakan itu adalah cara mencintai paling rahasia

I miss you Neem! Let's catch up SOON

Temanggung, 22 Mei 2020
Dua hari lalu aku sama Mbak Nadia janjian ke Mas Ubed yang rumahnya di Kauman, Parakan. Ngobrol sama mereka selalu jadi yang paling ngangenin sih, banget jujur. Kurang lengkap sebenernya karena gaada Avicena sama Mas Akmal. Ketemu mereka adalah salah sagu to do list yang harus aku lakuin kalo pulang ke Temanggung. Salah satu potret teman abadinya Nabiladinta, hehe.

Ubaidillah emang suka riweh banget, sesaat sewaktu kita dateng dia udah langsung siap-siap menyuguhkan obrolan soal Covid-19 sama konspirasi-konspirasinya. Lucu banget. Sambil disuruh-suruh sama Ibunya gara-gara belum asharan. Ohya aku dan Mbak Nadia dapet gratisan dua samyang masing-masih, hehe. Parah sugeh tenan juragan mbako Cina Parakan keturunan Bah Yung Gi, masak per KK kalo di Kauman dibagi 11 bungkus. Parahnya lagi di Kampung Ngempon per-KK sekardus. Parakan beneran mabuk samyang.
Berlanjut dengan sangat menarik dan menggemaskan selalu kalo liat Mas Ubed ngomong sambil berlagak sok serius ala dia gitu. Obrolan kita pun kemana-mana banget, meresahkan dunia dan Indonesia yang udah diresahkan banyak orang ini.

Mas Ubed menularkan ilmu perihal komunikasi krisis dan beberapa syarat dari enam saya yang harusnya dilakuin dalam penyampaian informasi. Ada enam hal; be first, be right, be credible, express empathy, promote action, dan show respect. Kata Mas Ubed kredibilitas di Indonesia ini masih kurang banget apalagi empati, huhu. Kita nggak tau informasi mana yang sebenar-benarnya perihal virus ini, boro-boro mengerti dan memahami masalah penanganannya. Indonesia masih kalah jauh dari Singapura dalam penanganan ini, kemampuan tes perharinya yang cuma 1.000 atau 3.000 aku lupa masih kalah dari Singapura yang lagi mengusahakan sampai 4.000.
Kebayang nggak sih, kita bener-bener dilanda ketidakpastian, lebih merasa hampa ketimbang negara-negara lain?

Was-was dan kuatir itu wajar, usaha menenangkan diri emang harus terus dilakukan. Oh ya kita berlanjut ngobrolin banyak hal sampai urusan feminisme, living with nature sampe kira-kira siapa duluan besok yang nikah sksksks. Random banget emang. Tapi emang beneran aku merasa ngobrol sama mereka adalah sebuah privilese yang mungkin nggak semua bisa punya kesempatan yang sama buat menalarkan banyak hal.

Aku juga berterimakasih banget sama semesta udah memperkenalkan Nabiladinta sama orang-orang kaya mereka. Kadang kegemasanku sama gembor-gembor feminisme gitu juga bisa tumpah ruah kalo ngobrolnya sama mereka. Obrolan kita berujung begini,

Mungkin memang Tuhan udah sengaja memplot negara-negara indah sampe negara bencana gini sebagai sebuah takdir yang sulit diubah kali ya (?)
Penuh tanya fakta-fakta semesta.

Maaf random banget skskskskks. Selamat mempersiapkan hati untuk idul fitri yang tinggal beberapa hari y'all!

Temanggung, 17 Mei 2020

Kemarin banget aku lagi-lagi harus ke Campursalam, desanya sodara-sodaraku buat nyicil tugas karena memang belum ada laptop. Doakan ya, hampir dua semester kuliah struggle begini bener-bener menguji kesabaran dan segala hal. Apalagi tugas antro kan sebegitu banyak dan nulis semua.

Susah banget rasanya, apalagi banyak aktivitasku di luar perkuliahan juga berkutat sama website IPM yang mana tetep harus terus menulis. Sungguh beneran sesuatu yang nggak mudah dan kadang merepotkan banyak orang, maaf banget ya yang pernah aku repotin. Tapi apa daya, aku juga bingung harus gimana lagi memang situasinya sulit. Awal Februari lalu aku dapet kabar kalo MacBook ku bisa hidup lagi atas pertolongan seorang teman.

Sekalinya punya laptop aja itu dulu dikasih sama salah satu relasiku orang Amerika. Bersyukurnya minta ampun. Sampe akhirnya masuk masa quarantine ini aku masih tetep nggunain laptop sampe akhir Maret. Yah, mati lagi MacBook-nya. Aku pusing bukan kepalang karena beneran bingung banget harus struggle gimana lagi buat ngerjain tugas. Lagi-lagi ada pertolongan nggak terduga dari teman Ibu yang bersedia minjemin laptopnya, mungkin nggak begitu enak buat ngetik karena memang laptop lama dan yang masih besar dan berat gitu ukurannya.

Okelah, nggak masalah, sekecil apapun harus bisa disyukuri kan ya?

Lalu datang penawaran teman Bapak yang mau ngejual laptopnya merk Sony karena memang lagi butuh uang buat biaya sekolah anak-anaknya. Setelah mondar mandir sana sini, aku nggak papa dengan laptop bekas teman Bapak itu. Eh taunya, laptonya nge-hang, yang mana harus di service dulu. Batinku, kenapa pas lagi susah-susahnya kok tiba-tiba datang masalah lain yang meminta kesabaran lagi, huhu.

Aku bingung banget, harus cari alternatif lain dulu sementara laptop yang mau dibeli harus diservis bahkan sampe sekarang belum selese. Aku kadang suka bertanya-tanya dan agak menyesali, kenapa harus memilih buat beli laptop bekas itu, kenapa nggak beli yang udah pasti aja. Rasa kesal berputar-putar setiap hari, tapi terus aku mikir lagi. Kenapa Bapak juga mau beli laptop itu.

Bahkan ini di tempat servis yang kedua loh udahan setelah yang pertama merasa gagal servis. 

Pinjaman laptop dari teman Ibu pun nggak bisa terus-terusan. Serius pusing banget, apalagi di masa penuh ketidakpastian kayak gini. Tapi akhirnya aku belajar memahami dari segala proses jual beli antar teman ini, mungkin Bapak nggak menolak karena memang mau membantu temannya. Aku sendiri juga berusaha menerima, oke gapapa Nabila berkorban sedikit. Aku pun merasa lebih lega untuk nggak papa dengan laptop ini, mungkin dengan dibelinya laptop ini bisa menyelamatkan perekonomian teman Bapak yang di tulisan lalu aku pernah cerita, keluarga teman Bapak ini sempat dua hari nggak makan karena memang bener-bener nggak ada uang, hiks.

Mungkin memang belum waktunya, dan mungkin waktu sekarang memang lagi fase untuk bersabar dan berkorban sedikit untuk saling menyelamatkan. Semangat ya semuanyaa, mari saling mendoakan dan menguatkan di masa-masa sulit ini. 

Have a nice day🌞

Temanggung, 17 Mei 2020




Hari ini super duper melelahkan karena kebodohan diriku sendiri ngga teliti baca deadline UAS, dua kali lagi salahnya, awalnya taunya 18 Mei deadlinenya, begitu tau hari ini begonya aku ngehnya jam 15.00 padahal ya engga bisa sampe 23.59, jam 15.00 tuh waktu kuliah:(

Oke lupakan, huhu. Hari ini kerasa cepet banget berlalu dan padat juga lelah banget di mata.

Tadi pagi banget Bapak tiba-tiba cerita, ada temannya yang bahkan udah dua hari nggak bisa makan huhu. Buat mengatasi itu jadinya temen Bapak beri makan keluarganya bubur bayi SUN. Kebayang nggak sih, betapa harus bersyukurnya aku masih bisa makan dan bisa menentukan resep sendiri mau masak apa. Aku nggak bisa ngebayangin lagi orang-orang yang di kota, mungkin kalo kaya di Temanggung masih bisa nyari umbi-umbian karena kita wilayahnya pedesaan. Coba bayangin, cerita yang nggak sampai ke telingaku ribuan jumlahnya, banyak yang lebih menyakitkan secara mental dan fisik.

Di tengah segala lumbung keterbatasan ini emang kepedulian masih terus jadi harapan. Selain cerita teman Bapak ini aku cukup terharu dengan upaya-upaya salah satu Pakdeku yang pekerjaan sehari-harinya ngarit pasir, yang setiap aku ketemu selalu menceritakan daya upayanya buat nyekolahin sepupu-sepupuku supaya setidak-tidaknya bisa tamat SMA. Pakde selalu nyeritain utang-utangnya ke sekolah-sekolah sepupuku, selalu ada haru kalo aku liatnya. Sesemangat itu setiap hari ambil pasir di sungai lalu di rumah juga mukul-mukulin batu supaya jadi kecil-kecil dibantu Bude.

Entah kenapa aku merasa Allah itu adil banget, kalau dihitung secara matematis aku nggak nyangka gimana Pakdeku bisa cukup menafkahi keluarganya. Bahkan bisa makan enak, kalau dipikir mungkin nggak akan pernah sampai. Gimana strategi Pakdeku buat mengamankan dan menyejahterakan keluarganya. Sewaktu lebaran pun Pakdeku yang pasti kasih uang ke aku dan adek-adekku, berapa pun itu, padahal aku tau banget Pakde harus pontang-panting sana-sini buat beliin baju lebaran anak-anaknya.

Hebatnya, Pakdeku selalu jadi Pakde yang paling ringan tangan kalo aku mampir ke sana. Hampir nggak pernah Pakdeku nggak ngasih atau menawarkan aku, Ibu maupun adek-adekku apa-apa. Pakdeku juga selalu ngingetin kalo iman itu yang paling penting supaya kita bisa terus bertahan dan selamat dunia akhirat. Pakdeku ini yang paling dekat sama aku, sedih banget liat Pakdeku semakin kecil tubuhnya. Tadi aja sebelum aku pulang Pakdeku tiba-tiba kasih aku uang dua belas ribu, "Bil niki tumbas nopo ngoten damel teng ndalem. Molen po martabak sakarepe."

Aku juga ditahan pulang sebelum buka puasa, Pakde dan istrinya mau memastikan kalo aku dan adekku makan dulu. Jelas secara pelan-pelan aku nggak ambil uang dua belas ribu itu, toh di rumah juga pasti udah ada makanan. Biar uangnya bisa difungsikan ke yang lain. Aku selalu penuh syukur bisa punya Pakde yang super tangguh dan sayang banget sama aku, yang paling sering ngerawat aku sejak kecil. Sewaktu aku masih di Mu'allimaat dan kebetulan udah beberapa bulan nggak mampir, tiba-tiba Pakdeku telpon nanyain kok udah lama banget nggak mampir. 

Matur nuwun Pakde udah jadi saksi-saksi perjalanan hidup Bila sejak bayik sampai sekarang ini. Mungkin Pakde emang nggak pernah merasakan hidup yang enak dan serba kecukupan tapi semoga Pakde diberi tempat terbaik di surga-Nya Allah besok dan putra putri Pakde sukses plus jadi sholeh sholehah. Aku yakin banget apa yang diperjuangkan Pakdeku nggak pernah sia-sia.

Sehat selalu Pakde kesayangan aku dan adek-adekku♥

Temanggung, 15 Mei 2020
"... it's like you need an extra speed before you could actually go again. It's how you respond to this feeling that matters..."

Ciao ragazzzz

Hampir seminggu lalu, tepat di tanggal 7 Mei aku dan temen-temen unit diskusi Kastrat LEM FIB berkesempatan mengundang Kak Rara Sekar dan Kak Ben Laksana, pasangan idaman anak muda sekarang banget nih. Doa-doaku selama ini, salah satunya adalah punya pasangan hidup seperti Kak Ben, saling melengkapi satu sama lain bahkan saat berkarya.

Satu kali kesempatan pernah ikutan workshop mereka dan ngundang secara non-formal buat LEM FIB ternyata mustajab juga, haha. Momen langsung yang bikin melting dan kepingin merasakan hal yang sama juga adalah, sewaktu Aksi Gejayan Memanggil kasus Omnibus Law yang sangat menindas. Kak Rara ikut menyemarakkan sore-sore di tengah gerimis sambil nyanyi menghibur kita peserta aksi. Aku yang dari tengah, liat ke arah kanan dan ada Kak Ben! Kak Ben motoin Kak Rara sambil senyum-senyum, bangga banget kali ya liat istrinya jadi role model banyak orang, jago nyanyi lagi.

Oke, dari romantis dan menginspirasinya pasangan semacam Kak Rara dan Kak Ben ini udah jadi momok yang mengagumkan buat kawula muda yang tau kiprah mereka.

Ternyata mengidam-idamkan pasangan itu hal yang sederhana sekaligus rumit ya. Kadang jadi mengharapkan dan mengekspektasikan banyak hal dari orang yang lagi deket sama kita, mengharapkan ini itu yang jelas beda orangnya. Eh jadinya berujung ke kode aja. Padahal jelas beda orangnya, haha. Tapi aku nggak segitunya mengharapkan ini itu sih, anyway. Dilemanya cuma, kalau ada satu atau lebih orang yang mungkin ada di daftar hati kita dan masing-masing punya pribadi yang ternyata saling melengkapi kalo dijadiin satu, huwee. Ga mungkin banget kan ya, tapi ini sering terjadi. 

Ujung-ujungnya aku ketawa sendiri, lalu bilang keras-keras dalam hati, "Bersyukur dan doa aja deh Bil. Belum tentu merekanya juga mengidamkan kamu," hehe banget mau nangis sekaligus ketawa (dalam hati aja kok nggak betulan).

Mungkin di usia 20 tahun-an gini jadi masa-masa paling meresahkan sekaligus heroik mempertanyakan kedekatan dengan masing-masing pasangan, kalo punya atau aku doakan cepat punya yang masih berjuang memantaskan diri. Perasaan-perasaan dateng dan muncul silih berganti ini nggak bisa kita salahkan, kalo bahagia secukupnya dan kalo kecewakan ya lekas pulih dan selamat bertumbuh dari luka folkssss.

Aku mungkin nggak jago menghadapi patah hati, tapi aku berusaha belajar dan mendalami patah hatinya teman-temanku meskipun nggak sepenuhnya, pengalamanku hanya karena pernah dicurhati tapi bukan berarti aku nggak pernah merasakan galau. Sulit memang untuk cepat-cepat dealing with feelings, lha memang nggak harus cepat-cepat kan. Buatku, yang terpenting lekas tau kapan harus bangkit dan bertumbuh lagi meskipun dari luka. Hal yang paling penting buat aku, kita perlu sekali tau dan mendefinisikan perasaan untuk diri kita sendiri, supaya mengerti harus melakukan apa karena perasaan itu. B. Aku jadi inget beberapa pesan Kak Sari, mami sending AFS nasional.

"Mmmmm... It's like you need an extra speed before you could actually go again. It's how you respond to this feeling that matters. The fact that you recognize this and not ignoring this is already good. Belajar. Kalo ngerasain sesuatu, cari tau, ini yang gue rasain apa ya. Penyebabnya apa ya. Dengan begitu kamu akan bereaksi dengan cara yang tepat."

Kalo aku nulis gini keliatan kayak sobat ambyar ngga ya, hehe.

Iya atau nggaknya lagi nggak mau aku bagi karena ini hal yang sangat privasi dan cukup disimpan dalam hati.

Selamat istirahat dan selamat bertumbuh dari luka!

Temanggung, 13 Mei 2020

Selamat malam,

Dua hari kemarin stuck banget rasanya, lagi ngga pingin ngapa-ngapain, efek lagi awal masa period juga kali ya, dan aku kayak bingung banget mau ngerjain yang mana dulu, huhu.

Tapi aku inget pernah ada yang ngajarin aku gini, "Nabila coba urutin dari hal yang mendesak-penting, mendesak-tidak penting, tidak mendesak-penting. Kaya Hajar, istri Nabi Ibrahim itu loh." Nasihat ini dateng ke aku sekitar 5-7 tahun lalu mungkin ya aku lupa tepatnya. Rasanya kaya, yaudah stay sane aja semester ini Bilaaa, kerjain semua semampunya dan semaksimal mungkin sebisa kamu.

Well, kali ini aku mau appreciate beberapa hal yang bikin aku bisa stay sane di masa pandemi, in this uncertain time, it makes you suck kan.. selain kesibukan nugas dan ngurusin konten-konten sosmed di media PP IPM aku bersyukur banget masih diberi kesempatan buat punya buku di masa pandemi ini. It's kinda a mood booster gitu loh rasanya, pertama-tama aku beli buku promo dari gubuk sastra 100K dapet tiga buku, eh taunya mojok bikin promo buku juga setelah itu.

Menyesakkan dan monangis aja karena udah nggak punya uang, hiks. Antidote banget lagi buku-bukunya Mojok.

Lalu, keajaiban datang bertubi dari seseorang. Nggak mau aku sebut namanya, hehe. Tapi kalo kamu, seseorang itu, baca.. makasih banget yah! I couldn't ask for more, having you in my life is a gift. Gimana coba rasanya pagi-pagi di-chat dan ditanya, "Nabila mau buku apa?” aku jelas bingungnya karena banyak banget list di otak aku untuk sekian banyak buku yang kependam sejak beberapa tahun lalu.

Seriously asking nih sama beberapa temen, akhirnya aku tau diri dan memilih buku yang masih satu genre sama bukunya Chimamanda Ngozi yang judulnya Americanah, aku pilih I am Malala. Genre tentang ras, gender, identitas, lintas benua atau negara gitu aku suka banget. Buku-buku semacam itu semacam jadi stimulus dan ice breaker yang ampuh buat refleksi dan nambah pengetahuan baru dengan different way of story telling. Termasuk buku dari Ocean Vuong kemarin, yang judulnya aku buat judul di tulisanku beberapa lalu. On Earth We're Briefly Gorgeous, a simple way to live our life!

Aku bakalan nggak kebayang banget sih kalu pandemi tanpa buku. Buku yang dibaca sambil dengerin playlist kesukaanku di bulan ini, salah beberapanya nggak jauh-jauh dari playlist sobat ambyar dari Didi Kempot. Karena juga lagi nggak puasa, badan kerasa lebih capeknya, akhirnya mood booster yang lain adalah mint tea kesukaan aku.

Boleh deh, bagi resep. Aku beli teh hijau merk kepala jenggot di Alfamart (huhu cuma ada disitu) yang bentuknya masih tubruk bukan tea bags. Kalau daun mint-nya aku tanem di rumah. Karena aku nggak punya teko khas Maroko akhirnya aku pake panci kecil yang biasa buat rebus mie, aku masukin air kira-kira 200 ml dan direbus ditambah satu sendok makan lebih sedikit teh hijau. Sebagian daun mint aku rebus bareng, secukupnya aja karena bakalan pahit kalo kebanyakan. 

Sewaktu udah cukup mendidih aku tambah gula dan aku aduk, masih di atas kompor. Disaring sambil dituang ke gelas dan ditambahkan daun mint sisanya. Seger banget, sayangnya nggak ada yang doyan kecuali Bapak, hehe. Eh alhamdulillah malah, konsumen daun mint cuma aku.

Terimakasih, teh, buku dan playlist of the month-nya Nabila jadi teman paling setia yang bikin aku stay sane.

Stay sane to y'all too yaa!

Warmly,

Temanggung, 13 Mei 2020


Hari ini aku diingetin sama salah satu temenku, "Jangan nyurup apalagi redup yah!”

Sebuah keterkejutan yang nggak aku sangka. Gimana jadinya misal kamu tiba-tiba di-reach sama salah satu teman yang mungkin di masa lalu nggak pernah dekat, bahkan mungkin nggak pernah ngobrol. Paling cuma adu tatap mata, hanya kita pernah satu angkatan di satu naungan gedung sekolah. Dan nggak pernah ketemu lagi selama beberapa tahun.

Seorang teman yang mungkin nggak ada di bucket list kita untuk ditemui dan ngobrol semasa liburan atau di sela waktu di tengah kepadatan waktumu. It touches me a lot, thankyou friend. I would not mention who she is. But I appreciate a lot for everything that you've gone through, every the hard choice that you should take- it simply teaches me how to deal with our lives.

Seorang teman ini, tiba-tiba sekali bercerita panjang lebar tentang masa lalunya yang penuh tekanan dan kesedihan bertubi selama beberapa tahun. Bahkan satu-satunya sahabat temanku ini menyebarkan sesuatu yang menyakitkan hanya karena dia pendiam dan tertutup. Singkat cerita, akhirnya temanku memberanikan diri buat keluar dari zona yang bener-bener nggak bisa buat dia mengembangkan diri, nggak bisa menjadi dirinya sendiri.

Dan aku super nggak nyangka ternyata setelah menuju tempat baru temanku ini bisa berprestasi dan jadi seseorang yang 180° beda banget dari sebelumnya, mungkin aku nggak liat prosesnya, tapi aku tersentuh banget waktu dia tiba-tiba cerita perjuangan dia ke aku yang mungkin dulu aku bukan teman yang dekat sama dia. Satu hal yang bikin aku makin semangat lagi adalah, 

"Thanks ya Nab kamu termasuk jadi role model aku untuk terus berkembang. Meski kita belum pernah ngobrol tapi buatku dulu kamu menginspirasi banget."

Uwaaa I am speechless my dear. I thankyou for that💙

Aku jadi belajar bahwa membuat keputusan besar untuk bener-bener menjadi seseorang yang baru dan memaksimalkan potensi butuh extra strength yang sama sekali nggak mudah. Mendobrak dan membuktikan pikiran orang-orang kalo kita bukan seperti yang mereka pikirkan. Aku justru belajar banget dari kamu temanku, terimakasih udah mau reach out aku yang mungkin dulu aku se-nggak peduli itu ya? Nggak sempat menjadi teman yang baik dan mendengarkan kamu, huhu.

Dari sini aku percaya kalo keep going and doing good things with everything that we have in our life itu penting banget, jangan sampai meredup. Kalo udah ngerasa bingung dan jenuh, inget lagi deh mungkin ada sekian banyak orang yang kecipratan hal-hal baik yang kita lakukan, sesedikit apapun itu dan berapapun yang mengapresiasi langkah-langkah yang kita... Nggak pernah ada kebaikan yang sia-sia. Ngerasa ada hal negatif di dalam diri kira tuh wajar banget, because acknowledging your weakness doesn't mean you lose your strength. That's the time for ourselves to build a new positive energy.

Thankyou for you yaah, temanku. 
Cerita kamu sangat berarti banget buat aku, maafin aku karena belum sempat jadi temenmu sewaktu kita masih satu sekolah dulu. 

Let's take care of ourselves ya and never stop doing good things, amore. 

Temanggung, 11 Mei 2020








Dua hari kemarin aku cukup pegel di depan laptop dan duduk bikin linu pinggang ke bawah. Kuat-kuat ya kita semua ada di masa sulit ini! Untung udah nggak kuliah daring lagi walopun tugasnya masih jalan sampe Juni, huhu. Aku nggak tau rasanya gimana mau ngambis di semester ini, rasanya yasudah setidak-tidaknya menyelesaikan dengan dan sebisa mungkin...

Karena sekarang di rumah, aku selalu berusaha bagi waktu antara aku duduk nugas, ikut webinar, rapat, dan waktu ngobrol sama tetangga. Apalagi ada dua adek kecil yang udah kaya adekku sendiri, Dek Raline sama Dek Dreena. Sayang banget aku sama mereka, jadi kalo sehari nggak liat rasanya hampa. Dua adek kecil ini juga nempel banget sama ibuku, Dek Raline sering iri kalo ibu lagi gendong Dek Dreena hahah. Mereka manggil ibuku mamah. So luvsss adek-adek <3 

Keluarga Dek Raline dan Dek Dreena udah kayak sodara sendiri, entah kapan kedekatan ini mulai terjadi. Aku nggak inget mulanya karena emang sejak aku kecil dan pindah ke kampung ini. Masa-masa sulit keluargaku dan keluarga mereka, kita saling support satu sama lain. Dulu, waktu aku kecil mungkin selalu mikir ngapain sih ibu repot-repot kasih lauk, sayur, atau apapun yang habis dimasak dari dapur. Padahal kita juga masih banyak kurangnya.

Bahkan sampai sekarang, apapun sesedikit apapun yang kita punya. Rasanya sangat penting buat berbagi walaupun cuma semangkok. Aku sampe heran, ibuku segitunya. Begitupun dua tetanggaku, mereka juga kerap saling berbagi. Kalau misal ada yang lagi bepergian aku juga sering kecipratan oleh-oleh, hehe.

Pagi dan kadang sore hari kita sering berbincang sambil nyuapi adek-adek kecil, lebih sering ngelerai sih kalo lagi berantem, haha. Aku selalu merasa perlu mendedikasikan waktuku untuk sekedar ngobrol. Walopun nggak dipungkiri kadang juga ada masalah tapi jarang banget dan yaudah membaik lagi.

Lalu aku ngebayangin, gimana ya besok kalo aku hidup di suatu lingkungan. Kampungku bener-bener yang aku idamkan walopun satu dua hal ada yang bikin aku nggak nyaman. Ibu-ibu saling support kalo ada yang kena musibah. Pernah kampungku batal ngadain Agustusan karena dalam kurun waktu yang sebentar ada dua tetangga yang meninggal, yang satu sudah sepuh dan satu lagi tragis. Cobaan bertubi selalu datang ke warga kampung.

Aku tiba-tiba pingin nulis ini karena tadi habis bantu bungkusin sembako di masjid. Banyak hal yang secara tidak langsung justru mengajari aku, bahwa kebaikan sekecil apapun nggak ada yang sia-sia. Peduli bukan hanya ke orang-orang di luar sana yang kita nggak kenal, tapi coba deh tengok sekeliling seberapa dekat kita dan seberapa bisa kita menggunakan energi semaksimal mungkin buat saling bantu.

Every little thing counts bilaaa, remember that.

Semoga kita semua dianugerahi orang-orang sekitar yang baik dan membawa kehidupan yang damai serta lebih baik yah. Ayo sapa tetangga, mereka adalah orang paling nyata yang dekat jaraknya dengan kita.

Good night,
May God lead ur way, showering us with His blessing. Thankyou everyone..

Temanggung, 9 Mei 2020

Aku orang yang sangat mudah tersentuh atas peristiwa-peristiwa yang mungkin bukan tentang aku sendiri. 

Aku inget banget waktu SD ada kakak kelas dua tahun di atasku yang dihukum buat minta maaf pas upacara ke seluruh anak di sekolahku. Si masnya ini diminta setidaknya minta maaf atas perbuatannya karena kerap kali mencuri. Entah kenapa walaupun si masnya ini salah aku tetap nggak tega. Sampe rumah aku nangis sesiangan, nggak tau kenapa aku bisa bener-bener terenyuh padahal sekali lagi itu bukan 'tentang aku'

Nggak berhenti sampai di masnya,

Selang sebentar ada temanku, namanya Lutfi. Tiba-tiba hari Senin udah rame banget di angkatanku, kabar panas yang beredar adalah si Lutfi ini sms (well jaman itu masih sms trennya, hehe) salah satu guruku dan mengirim kata-kata kotor. Aku sampai sekarang nggak pernah tau kabar aslinya, yang terdengar cuma desas desus sana sini.

Nggak lama kemudian, Lutfi dikeluarkan dari sekolah. Aku merasa iba banget, apa begini bentuk pendidikan, mengeluarkan anak yang justru butuh dididik dan hanya memilih anak-anak yang dianggap 'sopan dan beradab' aja, lantas di mana peran pendidik? Alih-alih aku sedih dia keluar, aku justru memikirkan dalam hati sendirian, gimana ya Bintang masa depannya kalau dikeluarin dari sekolah.

Sampai aku membiarkan perasaan iba aku itu larut dalam waktu-waktu yang terus maju. Sampai akhirnya tiba-tiba banget lebaran tahun lalu aku ketemu Lutfi dan keluarganya di rumah saudara jauhku, sebuah hal yang nggak pernah terpikirkan bahkan aku nggak nyangka akan ketemu dia setelah sekian tahun lamanya sejak kita masih satu sekolah.

Terjadi percakapan singkat dalam bahasa jawa sebenernya, hehe.

"Mbak Bila masih inget nggak sama Lutfi," sapa ibunya Lutfi.

"Wah masih inget banget, haha apa kabar."

"Dulu Lutfi gimana Mbak Bila pas SD," sambil saling ketawa saking lamanya nggak pernah ketemu.

"Wah ha mbiyeng (nakal) banget," candaku.

Terus si Lutfu bilang, "Nek Bila udah kemana-mana, diam-diam aku ngikutin kabarmu Bil," Lutfi ngomong ramah banget.

Sungguh aku bener-bener nggak nyangka dia masih mengenali aku, bahkan ngikutin kabarku padahal bertahun-tahun kita nggak ketemu. Lutfi yang mungkin dulu dianggep temen-temen yang lain anak yang nakal banget seakan-akan nggak ada kebaikan sama sekali didirinya. Setega itu huhu, mungkin emang nggak semuanya begitu tapi mereka ada. Mungkin dulu Lutfi dianggap nggak membawa 'untung' buat sekolah dan bagaikan mesin yang udah rusak banget akhirnya malas membenahi, satu-satunya pilihan adalah mengeluarkan dia dari sekolah. 

Aku liat dia berubah jauh waktu aku ketemu tahun lalu.


Kerap kali aku justru nggak meresahkan masa depanku tapi justru masa depan temen-temenku yang putus sekolah lebih dulu atau yang mengalami pengalaman buruk di masa pendidikannya. Aku bakal nggak berhenti memikirkan mereka, bahkan ada temen kecilku namanya Angga. Kita satu TK sampe SD tapi Angga berhenti sekolah setelah lulus SD atau SMP ya, aku lupa soalnya dia pindah ke kampung lain. Satu lagi, yang sama-sama seangkatan dan masih satu kampung namanya Faris, berhenti sekolah di tengah SD. 

Dia masih sering nanyain aku kalo misal ketemu adek cowokku, seringkali kebetulan ketemu waktu main bareng.


Aku nggak nyangka mereka masih inget aku bahkan masih nanyain aku. Satu pelajaran berharga yang aku dapetin adalah jangan sekali-kali kita menganggap sekali orang lain itu melakukan keburukan lantas kita memusuhi dan berpikir bahwa nggak ada kebaikan sekalipun di dirinya. Boleh jadi kita nggak tau apa yang bikin dia jadi kayak gitu, menghakimi seenaknya adalah hal yang bener-bener aku jauhi. Memutuskan orang begini dan begitu atas pemikiran kita yang bisa jadi sembrono. 

Kita nggak pernah tau, boleh jadi orang itu justru yang masih terus memikirkan kita. Bentuk kebaikan sederhana yang nggak bisa kita kendalikan. 

Semoga teman-temanku selalu diberi keselamatan di hidup mereka, semoga kita semua semakin berdaya lalu bisa turut memberdayakan orang lain.

Again.

Although we are physically distant, it is important to remember than none of us is alone. We are in this together -- and we will get through this together. Take care of yourself, both physically and mentally.

Temanggung, 8 Mei 2020 








Hari-hari di rumah aja gini ada satu hal yang bikin aku cukup kesal. Tulisan ini juga bentuk sambatan, setelah mengalami pribadi dan liat live instagram Mbak Kalis sehari sebelum Ramadan kemarin.

“Ya nek masak tugase perempuan lah! Jal mosok Bapak masak yo wagu mbak,” ujar adekku yang paling kecil, Dek Gibran.

Mangkel banget rasanya, tapi ya gimana dia masih anak SMP yang selama ini terdampak stereotip menyebalkan yang intinya mengatakan kalau masak dan dapur itu tugas perempuan. Adekku satu ini juga yang paling ngeyelan dan sering komplain kalau lauknya nggak sesuai yang dia inginkan. 

Padahal aku dan dua adekku yang lain ya berusaha nrimo wae lah sak anane. Akhirnya yaudah maklum aja kalo adekku masih begitu hiks. Semoga nanti ketemu jalannya menemukan pengertian.

Kasus-kasus kecil kaya gini bikin aku mikir wah gimana ya besok kalau aku punya anak. Gimana caranya biar anakku memandang gender itu lebih adil, melepaskan konstruksi-konstruksi sosial tentang laki-laki maupun perempuan yang kebanyakan menyebalkan.

Sesederhana, nggak papa kok kalau laki-laki suka warna pink. Emang ada yang nentuin warna milik jenis kelamin apa? Atau nggak papa kok laki-laki nggak suka kopi, lah emang kenapa lha wong makanan kan juga tidak bergender.

Aku selalu ngebayangin gimana cara aku mendidik anakku besok di tengah masyarakat yang masih sangat misoginis begini, gimana caranya bilang bahwa kita semua punya kuasa besar atas tubuh kita. Perempuan juga boleh dong pergi sendirian, boleh dong berpakaian ‘seperti laki-laki’ lha balik lagi, emang pakaian juga ada jenis kelaminnya?

Huh aku beneran kadang kesel banget kalo pas aku lagi pingin pake celana tentara, jaketnya Bapak, masih ada aja yang komen. “Cah wedok kok koyo cah lanang klambine.”

Aku selalu percaya kalau perjuangan perempuan demi membebaskan dirinya dari belenggu-belenggu sosial yang memenjarakan ini harus terus diupayakan. Big respect buat para lelaki yang mendukung perjuangan para kaum perempuan, para lelaki yang tau kalau bukan cuma perempuan yang bertanggung jawab atas dapur rumah tangga :(((.

Semangat ya kalian semua!

Jadi kepikiran hal ini soalnya tadi habis liat postingannya mas Kurniawan Gunadi, merayakan ulang tahun pernikahan dengan berpesan ke kita semua.

“Kalau kita benar-benar memahami bahwa berumah tangga adalah sebuah fase yang besar sekali pengaruhnya. Maka, kita tidak akan sembrono dalam mempersiapkan diri. Tidak juga gegabah, apalagi tak punya pendirian.”

Hey calon suamik ku siapa pun nanti, tolong dong baca ini :(

Tapi aku gatau sayange jodohku sama siapa besok, hehe.

Selamat terus bertumbuh dan belajar ya all, ayo jangan mau ditindas -- sama annoying-nya ketika bilang "loh cowok kok ngga bisa nyetir?" atau "masa cewek nggak bisa masak"! (kayak kesel banget gitu ya aku ngomongnya, haha hehe)

Have a great Ramadan everyone,

Temanggung, 6 Mei 2020

dokumentasi pribadi: Didi Kempot di Seloso Selo FIB, 20 Agustus 2019

Halow, jadi tulisan ini juga dipos di milenialis.id karena aku ambyar ditinggal Lord Didi :(

____

Pagi ini se-jagad raya Indonesia dikejutkan dengan kabar duka meninggalnya Didi Kempot karena serangan jantung. Mungkin juga orang-orang keturunan Jawa di Suriname karena mereka juga menggemari Didi Kempot.
Penyanyi campursari yang sangat kondang ini telah menemani masa kecil saya di sebuah desa di Parakan, Temanggung. Lagu yang berjudul Stasiun Balapan dari Didi Kempot ini sangat terngiang di kepala. Melempar ingatan pada perjalanan saya menuju Solo bersama Pakdhe dan berhenti di depan Stasiun Balapan, yang secara otomatis mengingatkan saya pada Didi Kempot.
Mungkin banyak yang baru mengenal Didi Kempot maupun lagu-lagu ambyar karyanya belakangan ini ketika Didi Kempot muncul kembali ke publik. Tapi tidak dengan saya, yang sudah menggemari Didi Kempot semenjak usia saya masih playgroup. Hal yang membuat saya terpaut dengan Didi Kempot adalah karena nama Bapak saya mirip dengannya, Didik.
Saat masih kecil, jika ada yang bertanya siapa nama Bapak saya, spontan saya menjawab Didi Kempot dan secara otomatis membuat orang-orang yang bertanya jadi tertawa sendiri. Kenangan ini diingatkan lagi oleh Ibu saya pada bulan Agustus lalu ketika saya mengabarkan sedang menonton acara Seloso Selo di FIB UGM dimana Didi Kempot menjadi bintang utamanya.
“Lha nggih mbiyen idolane Bila sek kecil ..nek ajeng bobok sok ken nyetelke lagune. Nek ditakoni orang…putrane sinten sok muni Pak Didi Kempot.”
“Lha iya dulu idolanya Bila sewaktu kecil.. kalau mau tidur suka minta diputarkan lagunya. Kalau ditanya orang.. anaknya siapa suka bilang Pak Didi Kempot.”
Mungkin Didi Kempot belum begitu tenar pada tahun 90-an sampai 2000-an awal, tidak se-hits sekarang. Mengingat internet belum canggih dan mudah diakses seperti sekarang ini. Ketika Didi Kempot muncul lagi, saya tetap menggemarinya meskipun jiwa saya sedang tidak benar-benar merasa ambyar, hehe. Didi Kempot berhasil mewakili perasaan sobat ambyar muda-mudi Indonesia terutama Jawa.
Ada cerita lain yang membuat saya merasa dekat –lagi-lagi dikisahkan oleh Ibu yang disambungkan dari mbah kakung saya. Ayah Didi Kempot dulunya adalah seniman Jawa dari Solo yang dikenal dengan Ranto Gudel. Beliau bertemu dengan mbah kakung saya di grup Wayang Wong Sriwedari karena beliau adalah seniman Jawa dan dalang yang cukup kondang pada masanya. Keduanya kerap berkolaborasi bersama dengan seniman-seniman Jawa lainnya.
Saya benar-benar merasa dekat dan sangat kehilangan atas meninggalnya Lord Didi. Sebuah perpisahan yang amat mengejutkan untuk kita semua. Di Temanggung sendiri, Didi Kempot sudah di-booking untuk acara bulan Desember mendatang. Tapi bagaimana lagi, kita tidak memiliki kuasa atas takdir mati dan hidup.
Terimakasih Lord Didi, telah mewarnai jagad musik campursari Indonesia yang memberi nafas baru dan terkenang mendalam bagi kita semua. Didi Kempot meninggal pada saat puncak karirnya, meninggalkan semua sobat ambyar dalam tahun 2020 yang ambyar ini. The Godfather of Broken Heart kini menjadi The Legend.
Sugeng tindak Pakdhe.
Didi Kempot bukanlah seorang penyanyi, salah besar! Dialah NYANYIAN ITU SENDIRI! (Agus Magelangan).
Temanggung, 5 Mei 2020

Belasan tahun saya mengenal PII, Pelajar Islam Indonesia.

Sejak SD saya selalu menunggu-nunggu kapan saya pantas ikut basic training PII atau lebih akrab disebut batra. Bapak saya selalu berkata bahwa suatu hari nanti saya harus ikut batra tanpa menceritakan dengan jelas, apa sesungguhnya batra itu. Sewaktu saya kelas empat SD, rumah saya menjadi dapur memasak anak-anak PII Yogyakarta Besar (Jogbes) selama satu minggu karena sedang ada batra di seberang kampung, di SD saya sendiri. Semata-mata karena Bapak adalah Keluarga Besar PII. Dari kecil saya sudah sering diajak Bapak untuk ikut reuni atau pengajian dengan teman-teman PII di Parakan, bahkan sejak saya masih dalam kandungan.

Oh berarti mungkin saya sudah mengenal PII selama 20 tahun, sama seperti usia saya? Hehe.

Sampai akhirnya saya mungkin menjadi peserta termuda batra pada bulan Desember 2012, di lokasi yang sama saat saya sudah kelas satu tsanawiyah di Mu’allimaat. Ternyata bukan hanya saya yang dihantui pertanyaan apa itu batra sebelum mengikutinya, beberapa teman PII lain yang orang tuanya juga KB PII merasakan hal serupa.

Kalau boleh jujur, batra adalah satu pelatihan yang paling membekas di hati dan banyak sekali membentuk diri saya, menuntun saya menemukan siapa diri saya dan untuk apa saya bertuhan, beragama, dan hidup di dunia. Pelatihan yang sungguh abstrak, tanpa didoktrin, dengan sedikit bicara dua instruktur yang teramat saya sayangi, Yu Rahmi dan Yu Jannah bisa memberikan banyak arti dalam hidup saya. Masih saya ingat dengan jelas sampai sekarang.

Tulisan mereka di blog masing-masing selepas batra begitu membekas, tapi sayangnya saya tidak menemukan tulisan Yu Jannah. Tulisan Yu Rahmi masih saya simpan karena saya re-post di blog, bisa di baca di sini rindu peng(alam)an.

Sepenggal ayat-ayat yang paling membekas adalah As-Shaf ayat 1-4, tanpa sengaja ternyata malam ini ba’da tarawih saya tepat berada di surah tersebut. Ayat yang harus kami hafal dan maknai ketika batra, “Hingga As shaf menjadi saksi sekaligus pengobat rindu. yang mengajarkan manusia tentang barisan yang teratur, seolah-olah seperti bangunan yang kokoh. Atas nama cinta dan perjuangan,” tepat seperti kata Yu Rahmi delapan tahun lalu.

Semua terlalu mahal untuk sekedar dilupakan.

PII menjadi salah satu tempat bertumbuh dan mendewasa, dengan PII saya belajar menjawab keresahan-keresahan atas pertanyaan-pertanyaan filosofis saya 5-7 tahun lalu. Dari PII saya belajar memaknai Islam, bahwa sebagai seorang muslim kita berarti bertanggung jawab atas misi besar Muhammad SAW. setiap kita terlahir dengan fitrah masing-masing.

Mungkin keikutsertaan saya di PII menimbulkan banyak polemik dan perguncangan batin karena saya bersekolah di Mu’allimaat. Saya pernah merasa takut, pernah dipojokkan kakak-kakak kelas, tapi saya akhirnya belajar untuk tidak peduli atas apa-apa yang di luar kontrol diri sendiri. Toh, di PII saya berkawan dan belajar banyak hal. Saya percaya bahwa belajar kebaikan bisa di mana saja.

Cerita-cerita dengan PII di Temanggung, tanah kelahiran saya menjadi pengisi-pengisi liburan saya khususnya semasa tsanawiyah. Saya belajar dari sahabat-sahabat saya, Akmal, Ubaid, Avicena, dan lainnya tentunya bahwa kita tidak boleh berhenti belajar dan berjuang meskipun lumbung kita terbatas. Menjadi pengepul ilmu yang berada dalam lumbung meskipun banyak keterbatasan. Mereka bertiga benar-benar menjadi sahabat saya sampai kapan pun.


Bersama teman-teman PII Temanggung, batra 2015 di Parakan
Kesederhanaan dan nuansa intelektual di PII selalu saya rindukan dan saya tidak enggan untuk duduk berlama-lama, semalam suntuk bahkan sampai adzan subuh berkumandang demi berdiskusi dengan teman-teman PII. Maka, terus berteman dan menjalin silaturrahim adalah salah satu hal yang tidak boleh saya tinggalkan. Seperti kata teman saya,

“Sebaik-baik pertemanan adalah saling mendoakan, mendoakan itu cara mencintai paling sederhana, mendoakan itu cara mencintai paling rahasia.”
Terimakasih PII,

Mungkin saya tidak bisa menjadi seseorang yang digadang-gadangkan dan memenuhi ekspektasi untuk teman-teman PII. Tapi percayalah, saya menyayangi PII seperti saya menyayangi keluarga saya. Saya lahir dan tumbuh di kalangan Keluarga Besar PII. Dari rumah ke rumah di Temanggung, rumah-rumah kanda yunda yang selalu terbuka lebar untuk berdiskusi dan berefleksi dari hal paling sederhana seperti mencintai sampai hal serumit negara. Tanpa melupakan untuk terus bergandengan dan berjalan beriringan.

Kalau bukan karena PII, mungkin saya tidak bisa mendapatkan pengalaman sulit dan dituduh ini itu. Hei, dunia luas dan mutiara dari mulut anjing pun akan saya ambil jika itu adalah sebuah kebaikan yang memberikan kebermanfaatan. Kata salah satu instruktur batra di Jogja pada tahun 2013 silam.

Terimakasih PII,

Membuat saya belajar untuk bertahan. Bertahan menghadapi malam-malam panjang dengan tangisan dan penuh tuduhan. Bertahan untuk mencintai apa yang kita pilih, memilih kendaraan untuk berjuang. Salam hangat dan rindu untuk seluruh teman-teman PII yang pernah saya temui, untuk teman-teman batra barata 2012 dan intra Purworejo 2016, untuk kanda yunda...

Inilah perjalanan, teman
Ada saatnya masing-masing kita memilih jalan yang berbeda, lantas berpisah
Tapi suatu saat kita akan bertemu pada persimpangan yang sama
InsyaAllah

Tandang ke gelanggang walau hanya seorang.


Selamat Hari Bangkit ke- 73 PII.
Terimakasih telah hadir sejak 4 Mei 1947.


Temanggung, 4 Mei  2020

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Cari Blog Ini

POPULAR POSTS

  • Hari-Hari di Pamulang (3)
  • 2024: a magic of ordinary days
  • Tentang Bisa Punya Waktu Tanpa Libur
  • pagi yang aneh

Categories

AFS Italy 2017-2018 Self Talk Hijrah Malaysia Ramadhan di Italia
Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • April 2025 (1)
  • Desember 2024 (1)
  • Juni 2024 (5)
  • Januari 2024 (1)
  • Desember 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • Agustus 2023 (3)
  • Februari 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Desember 2022 (1)
  • November 2022 (1)
  • September 2022 (1)
  • Agustus 2022 (3)
  • Mei 2022 (3)
  • April 2022 (10)
  • Februari 2022 (1)
  • Desember 2021 (2)
  • November 2021 (1)
  • Oktober 2021 (2)
  • September 2021 (1)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (3)
  • Juni 2021 (2)
  • Mei 2021 (1)
  • April 2021 (2)
  • Januari 2021 (2)
  • Desember 2020 (2)
  • November 2020 (1)
  • Oktober 2020 (11)
  • September 2020 (1)
  • Agustus 2020 (2)
  • Juli 2020 (2)
  • Juni 2020 (1)
  • Mei 2020 (19)
  • April 2020 (7)
  • Maret 2020 (2)
  • Januari 2020 (1)
  • Oktober 2019 (1)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (1)
  • Juli 2019 (1)
  • Mei 2019 (1)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (1)
  • November 2018 (1)
  • Agustus 2018 (1)
  • Mei 2018 (2)
  • April 2018 (4)
  • Maret 2018 (4)
  • Februari 2018 (5)
  • Januari 2018 (7)
  • Desember 2017 (9)
  • November 2017 (6)
  • Oktober 2017 (6)
  • September 2017 (7)
  • Agustus 2017 (2)
  • Juni 2017 (12)
  • Mei 2017 (11)
  • April 2017 (6)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (2)
  • Desember 2016 (5)
  • November 2016 (6)
  • Oktober 2016 (6)
  • September 2016 (5)
  • Agustus 2016 (1)
  • Juli 2016 (1)
  • Juni 2016 (6)
  • April 2016 (2)
  • Februari 2016 (1)
  • Januari 2016 (2)
  • Desember 2015 (1)
  • November 2015 (3)
  • Agustus 2015 (1)
  • Juli 2015 (1)
  • Juni 2015 (4)
  • Mei 2015 (1)
  • April 2015 (2)
  • Februari 2015 (6)
  • Januari 2015 (3)
  • Desember 2014 (4)
  • November 2014 (14)
  • Oktober 2014 (2)
  • Agustus 2014 (3)
  • Juni 2014 (12)

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates