Nabiloski De Pellegrini

Tanti auguri di buon compleanno al mio carissimo amico, Ichsanul Rizal Husen☆

Momen ulang tahunnya Rizal pas banget karena ((maaf ya zal)) di jurnal yang aku tulis buat bulan Maret seharusnya ada bagian yang nyeritain betapa sebelnya nabiladinta kepada rizal husen yang emang tingkat nyebelinnya udah diakui banyak orang.

Jadi, sembari tipis-tipis ngucapin Rizal selamat ulang tahun aku mau sedikit mengenang pertemanan aku sama Rizal yang penuh lika-liku. Dan boleh diakui, memang satu-satunya temen aku yang kenal banyak temennya nabila dari berbagai lingkaran ya Rizal.

Tapi jangan salah sangka ya. Rizal jadi salah satu bukti bahwa pertemanan laki-laki dan perempuan itu bisa-bisa aja. Mungkin selayaknya sahabatnya Ari dan Reda. Bedanya aku sama Rizal nggak jago musik kayak mereka aja. Hehe. Kalah telak kalo urusan ini, setidaknya walaupun nggak bisa musik, kami punya rentetan playlist untuk saling ditukarkan.

Dan, jangan salah sangka lagi.

Rizal udah punya pacar dan aku jadi orang yang paling bersyukur atas takdir Rizal soal pacar terakhirnya ini. Aku jadi baris terdepan yang mendoakan kencang-kencang, semoga kalian langgeng serta bisa "saling-saling" sampai nanti.

Kedekatan aku dengan Rizal dan pacar Rizal jadi stress relief untuk aku yang nggak punya pacar-sedang jomblo— dan payahnya "sering" dikira pacarnya beberapa sahabat laki-lakiku. Padahal mah mereka semua udah punya doi :( aku jadi orang yang secara seksual perempuan tapi diperlakukan selayaknya laki-laki sama sahabat-sahabatku. Jadi hal-hal begini bisa buat aku cekikikan sekali-kali. Haha, yang ngeselin tapi juga bikin aku menyayangi serta mengagungkan pertemanan laki-laki dan perempuan.

Bulan Maret kemarin sejujurnya momen sakit hati aku ke Rizal yang bukan pertama kali. 

Sebabnya sederhana tapi sialnya gara-gara Rizal aku bisa nangis sesenggukan sembari kehujanan motoran ngelewatin ringroad di perjalanan pulang menuju kos malam-malam. Dan dengan 'watados' nya seorang Rizal dia beneran nggak tau. Sial emang Rizal ini.

Namun, boleh diakui mungkin memang aku lagi capek, banyak deadline, kelaparan, dan kebulan asap rokok Rizal pas mengenai aku di tengah hujan Jogja— ditambahi sikap Rizal yang pokoknya nyebelin! Nggak tepat. Eh sebabnya bukan cuma karena asap rokok doang lo ya tapi. Banyak. Nggak bisa disebutkan satu-satu. Tapi nggak papa, Rizal memang demikian adanya dan kadang kayaknya kamu perlu membuang istilah "dapat dimaklumi" deh zal.

—

Sebenernya mutung sama Rizal yang bukan pertama kali ini pernah terjadi dalam jangkauan bulan. Tapi syukurnya yang kemarin seminggu aja cukup. Terimakasih Imada Khoironah yang jadi perantara kerumitan yang sebenernya nggak penting-penting amat. Mengingat aku yang juga nggak "maha-maha" amat tapi kehadiranmu bisa bikin aku lega dan nggak enggan ngobrol lagi sama Rizal.

Sungguh, kamu memang pantas membersamai Rizal.

Meskipun ngeselinnya bukan main, justru temenan sama Rizal ini jadi bikin segala hal nggak perlu ditutup-tutupi. Well, bisa jujur dalam sikap itu kalau buat aku— bisa membuktikan bahwa justru ini pertemanan yang sesungguhnya. Kita bisa merasa bebas dalam berekspresi meskipun emosinya kadang sampai di titik kulminasi.

Soooo, long story shortttt— sekali lagi selamat ulang tahun Rizal. Semoga segala pertanyaan dan keresahanmu lekas terjawab. Boleh sekali mampir ke kosku buat makan atau aku mampir ke kontrakanmu dan masak menu yang walaupun apa adanya semoga tetap bisa bikin perut kenyang. Semoga kita tetap bisa ngobrol panjang berjam-jam dari warung ke warung.

Makasih transaksi per-tembakau-an setidaknya bisa bikin aku makan sekali kenyang :D

Dan sabar dengan aku yang di sela percakapan kadang nggak paham sama penjelasanmu soal hal serumit filsafat sama sesederhana perasaan (*eh ini rumit juga ding zal).

Sehat-sehat zal, semoga malam-malammu menjelang tidur tetap bisa menikmati podcast kesayangan serta disudahi dengan tidur nyenyak sebelum pagi menjelang.

Kadonya besok mbako Sumbing 1 ons dan segala pernak-pernik ya. 


Salam kawan,


nabiladinta.

Yogyakarta, 11 April 2021





Disclaimer: ini akan jadi serentetan sambatan yang mungkin menyebalkan, ya. 


Meskipun ada bentuk syukur tipis-tipis yang betulan dituliskan, bukan cuma numpang lewat.


—


Jarang sebetulnya aku niat-rela-ingin menuliskan sesuatu yang terjadi di suatu bulan atau semangat menulis buat menyambut bulan yang akan datang.


Tapi Maret kelewat keterlaluan. Nggak terhitung berapa banyak air mata yang aku keluarin, di sela-sela malam pendek yang jadi terasa panjang betulan. Brengsek emang semua ini, kataku di suatu malam.


Aku mengalami eskalasi emosi dan konflik bertubi yang datangnya tanpa permisi dan jauh dari prediksi. Mungkin banyak dari orang yang kenal aku atau sekedar tau aku—batu banget kamu Bil, halah kamu orang yang paling nggak bisa nangis kan Bil.


Salah besar.


Apa yang terlihat cuma ilusi sodara. Ternyata pernyataan seorang teman ini bisa berhasil aku cabik-cabik setelah melewati bulan Maret 2021. Kelewat kejam. Aku pikir—setelah melewati Februari yang juga betulan hecticnya, bulan Maret bakal lebih ramah—ternyata engga juga, ternyata jangan banyak berekspektasi itu nasihat yang harus dirawat setiap hari.


Menjelmakan serentetan peristiwa jadi bentuk syukur rasanya sulit banget. Kecuali satu hal. Kehadiran orang-orang tersayang di Jogjaaa istimewa, banyak juga kelapangan yang hadir di tengah kesempitan. Bisa dihitung jari—tapi menyelamatkan sekali.


Pergolakan, gejolak, serta turbulensi emosi yang terlewati betul-betul menghujam tajam. Merobek-robek daya pertahanan seorang nabiloski—melewati masa-masa (yang lagi-lagi) aku mempertanyakan eksistensi diriku sendiri, kenapa dunia kejam sekali.


Di tengah hidup yang sering nyebelin ini, di bulan Maret aku betulan bisa bengkak dan malu dilihat wajahnya di pagi hari kalau harus bertatap muka sama teman se-kos-an. Di antara sekian banyak identitas yang melekat—aku kadang merasa apa pantes aku ngeluh, tapi ternyata melewati bulan Maret, lagi-lagi buat aku belajar kalau menvalidasi diri sendiri yang memang lagi lemah itu nggak papa.


Mengakui, menikmati, melewati sampai akhirnya bangkit lagi itu—perlu terus dilatih.


Ketidaktunggalan identitas seorang "aku"— sebagai anak perempuan sulung, ketua himpunan, anak bapak-ibu, mahasiswa antropologi, seorang teman dari beberapa sahabat baik, dan yang terakhir—sebagai anak IPM, ternyata cukup mengoyak-oyak segala hal yang berkelindan dari pagi ke pagi.


Babak-babak yang Nabila Pelajari


Sebagai anak perempuan sulung—petuah Bapak yang dikirimkan setiap malam di grup keluarga maupun chat pribadi bikin aku luluh dan terkadang berkontemplasi malam-malam di tengah review mingguan ala antropologi yang nggak ada habisnya. Mendoakan kencang-kencang buat dua adikku yang masuk kuliah tahun ini, supaya mereka didekatkan pada kebermanfaatan dan dipertemukan dengan apa yang sesungguhnya mereka inginkan.


Sebagai mahasiswa antropologi—meskipun matkul semester ini nggak menarik-menarik amat setidaknya ada banyak yang aku syukuri dari observasi kecil-kecil an ala antro perkotaan atau kajian-kajian perihal etnografi di kelas-kelas lain.


Sebagai ketua himpunan—sesungguhnya ini juga terus menguras pikiran, tapi dengan ketersediaan Unge jadi ketua AnthroFest bikin aku menghembuskan nafas lebih tenang. Antusias menceritakan-mengkolaborasikan ide dan mimpi kita buat Antro, juga di sela-sela minum swahakava ciptaan Lord Abiyyi dan Bram. Dengan kehadiran Ade Putra sebagai wakilku serasa jadi es batu yang melepas dahaga di kala kepanasan. Terimakasih kamerad! 


Dan sebagai anak IPM—pertarungan yang sesungguhnya bikin aku nangis ribuan kali huhu. Mulai dari ketakutan bukan kepalang karena aku betulan dag dig dug jeder handle redaksi di tengah Muktamar yang perdana serta serba daring. Seluruh awak Lembaga Media PP IPM bikin aku terharu terus-terusan. Terlebih lagi, buat Brilliant, Inas, dan Vira—I thankyou! Karena kalian bersedia aku ajak lari kencang-kencang walaupun kadang aku loyo, i'm sorry:( but let's hand in hand together.


Di akhir bulan Maret yang serba mengejutkan juga bikin aku ingin berteriak kencang-kencang. 


Bicara soal kontestasi politik di IPM pasca mengamati beberapa arena pertarungan, Muktamar ketiga yang aku lewati ternyata betul-betul menyakitkan—kalau kata Golda memang sejatinya politik senantiasa dianggap sebagai tempat yang kotor dan selalu akan jadi pertumpahan darah bagi mereka yang memilih bertarung entah secara sengaja atau tidak saling melukai satu sama lain, atau bahkan melukai diri sendiri. Narasi yang nggak berjodoh dengan kompromi rasanya bikin aku yang bahkan bukan player juga turut merasakan maknyaas bukan kepalang.


Ini semua bukan cuma soal seberapa seru permainan berjalan. Lagi-lagi, mengutip kata Golda—rasanya nilai-nilai kuat yang tumbuh ataupun yang lahir dari rahim kultural—yang seharusnya mengakar kokoh dan menjulang tinggi justru menjadikan siapapun yang berada di luarnya sebagai anak tiri. Lantas, sesungguhnya apa yang diperjuangkan? 


Naasnya, semua ini juga belum kunjung menemukan jawaban yang memuaskan. Meskipun demikian, aku menasihati diriku sendiri untuk nggak lupa menahan pelan-pelan, mendoakan, dan memperjuangan yang setidaknya kita rasa "benar".


Walau aku tau, ini adalah salah satu hal yang paling rumit saat menjadi seseorang yang berproses menjadi dewasa. Maret yang nyebelin, makasih ya udah menuntun dan mengajarkan banyak hal serta memperkenalkan aku dengan lebih banyak orang. Menjadi lebih berani sekali lagi dan nggak lelah buat menghidupkannya berkali-kali.


Aku ingin berterimakasih yang aku yakin ini nggak akan pernah bisa membalas ketersediaan telinga dan hati sahabat-sahabat aku yang bersedia aku ganggu malam-malam buat nangis atau mendengarkan sambatan dan makian aku di sela-sela pertemuan.


Kalau aku ketemu kalian, mau aku peluk kencang-kencang.


Dan ini mungkin nggak penting, tapi amat sangat penting buat aku. Hehe. Terimakasih Carpenters—Top of the World betulan jadi lagu legenda Nabila di penghujung Maret—yang sekaligus bikin aku malu semalaman karena nyanyi kencang ngga beraturan sembari headset an dan bikin seisi ruangan nengok ke aku semua. Payahnya aku nggak sadar. Malu-maluin dasar.


Di tengah hidup yang serba mengejutkan dan hari-hari ke depan yang (mungkin) mendebarkan, jangan lupa, setiap pagi kita berhak merayakan sesuatu yang patut kita takhlukkan.



Selamat malam dan tidur nyenyak, ya.


nabiladinta

Temanggung, 4 April 2021

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Cari Blog Ini

POPULAR POSTS

  • Hari-Hari di Pamulang (3)
  • 2024: a magic of ordinary days
  • Tentang Bisa Punya Waktu Tanpa Libur
  • pagi yang aneh

Categories

AFS Italy 2017-2018 Self Talk Hijrah Malaysia Ramadhan di Italia
Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • April 2025 (1)
  • Desember 2024 (1)
  • Juni 2024 (5)
  • Januari 2024 (1)
  • Desember 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • Agustus 2023 (3)
  • Februari 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Desember 2022 (1)
  • November 2022 (1)
  • September 2022 (1)
  • Agustus 2022 (3)
  • Mei 2022 (3)
  • April 2022 (10)
  • Februari 2022 (1)
  • Desember 2021 (2)
  • November 2021 (1)
  • Oktober 2021 (2)
  • September 2021 (1)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (3)
  • Juni 2021 (2)
  • Mei 2021 (1)
  • April 2021 (2)
  • Januari 2021 (2)
  • Desember 2020 (2)
  • November 2020 (1)
  • Oktober 2020 (11)
  • September 2020 (1)
  • Agustus 2020 (2)
  • Juli 2020 (2)
  • Juni 2020 (1)
  • Mei 2020 (19)
  • April 2020 (7)
  • Maret 2020 (2)
  • Januari 2020 (1)
  • Oktober 2019 (1)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (1)
  • Juli 2019 (1)
  • Mei 2019 (1)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (1)
  • November 2018 (1)
  • Agustus 2018 (1)
  • Mei 2018 (2)
  • April 2018 (4)
  • Maret 2018 (4)
  • Februari 2018 (5)
  • Januari 2018 (7)
  • Desember 2017 (9)
  • November 2017 (6)
  • Oktober 2017 (6)
  • September 2017 (7)
  • Agustus 2017 (2)
  • Juni 2017 (12)
  • Mei 2017 (11)
  • April 2017 (6)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (2)
  • Desember 2016 (5)
  • November 2016 (6)
  • Oktober 2016 (6)
  • September 2016 (5)
  • Agustus 2016 (1)
  • Juli 2016 (1)
  • Juni 2016 (6)
  • April 2016 (2)
  • Februari 2016 (1)
  • Januari 2016 (2)
  • Desember 2015 (1)
  • November 2015 (3)
  • Agustus 2015 (1)
  • Juli 2015 (1)
  • Juni 2015 (4)
  • Mei 2015 (1)
  • April 2015 (2)
  • Februari 2015 (6)
  • Januari 2015 (3)
  • Desember 2014 (4)
  • November 2014 (14)
  • Oktober 2014 (2)
  • Agustus 2014 (3)
  • Juni 2014 (12)

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates