Nabiloski De Pellegrini

Terkadang memulai itu sulit banget ya, akan ada banyak hal yang berdatangan silih berganti di pikiran manusia. Apalagi manusia semacam aku, yang alih-alih cepat memutuskan, memikirkan segala risiko aja cukup memakan waktu bahkan waktu banyak teman untuk turut menasihati.

Di tengah pandemi ini, ada banyak kesedihan yang melanda. Banyak kesabaran yang diuji, tapi aku selalu percaya di balik semua itu ada banyak syukur yang patut kita hargai. Tips-tips sampai template-template bertebaran di sosial media. Intinya satu, mau ngapain ramadan tahun ini? Apa jadinya ramadan tanpa meramaikan masjid?

Setiap tahunnya aku selalu punya target untuk berapa kali khatam dan kajian-kajian di setiap ramadan. Beberapa kali tercapai seringkali juga tidak sempat atau alamiah sebagai perempuan yang nggak pandai mengkalkulasi kapan datang menstruasi hingga aku nggak sempat mencapai target. Sedih? Iya terkadang, tapi aku percaya Allah nggak menilai hamba-Nya dari segi kuantitas tanpa menghadirkan hati.

Ramadan kali ini akan jadi sebuah episode cerita yang berbeda, untuk aku, kamu, dan mereka.
Satu hal yang aku mau coba, mengkhatamkan Al Qur’an sekaligus artinya. Usaha mengaji sembari membaca arti waktu SD sampai hari-hari di Mu’allimaat ternyata belum usai. Alih-alih itu semua, membaca artinya pun belum tentu bisa kita praktikkan semua, ya kan?

Bismillah, akan aku coba.

Selain itu, ada ide menarik di twitter yang dikutip sama Golda, teman seper-antroan-ku. Sebagai milenial, seringkali kita mengkutip lagu lalu ada juga yang menuliskannya. Mungkin kali ini kita bisa coba mengutip minimal satu ayat dan kita maknai sendiri, tulis dalam jurnal. Ide menarik sekali :)

Ramadan kali ini akan berada dalam ‘kesunyian’ yang akan aku maknai. Rentetan ritme kehidupan sebelum pandemi seringkali membuat terlena. Semoga ramadan kali ini bisa lebih bermakna, menjadi lebih baik setiap hari itu adalah keharusan yang harus terus diusahakan. Selamat kepada siapapun yang udah melewati hari pertama ini. Semoga kita senantiasa diberi kekuatan ke depannya!

Temanggung, 24 April 2020

obat malam itu <3

Untuk kesekian kalinya, aku jatuh lagi.

Bukan perihal jatuh harga diri, jatuh cinta apalagi.

Tapi ini jatuh dalam sesuatu yang lebih nyata, jatuh secara fisik.

"We all fall from time to time. With age, both the number of falls and the likelihood of injury increase. So, it's important to know what to do if you fall or if you see someone else fall."

Aku sengaja kutip dari sini, ditulis 2016 lalu. Iya bukan, we all fall from time to time, so it's natural. Apa yang kalian harapkan dari sebuah ketidak berdayaan? Apa yang kalian rasakan dan akan lakukan saat tiba-tiba dalam sekian kurun waktu tertentu ada kejadian berulang yang tidak pernah diharapkan?

Pertanyaan-pertanyaan menghujam membabi buta di benak seorang Nabiladinta, ya aku sendiri. Empat hari lalu di waktu pagi, aku jatuh lagi atas kebodohanku bangun kesiangan dan harus ngebut mengejar kereta yang gila woi setengah jam bukan waktu yang masuk akal buat kamu bersiap dan bergegas sejauh Condongcatur-Stasiun Tugu. Bodohnya aku, jatuh sendiri, mengerem sendiri, dan menghantam diri sendiri.

Karena kebodohanku, Mas Abyan jadi naik kereta seorang diri buat mewakili tim media PP IPM buat konsolidasi media muktamar besok Juli mendatang di Solo.

Empat sampai dua hari lalu aku masih panic attack and shocking atas segala hal yang terjadi dalam sekejap, bertambah kepanikan dunia atas pandemi corona, belum lagi kebijakan UGM dan beberapa kampus lainnya yang meliburkan sampai minimal dua pekan ke depan. 

Tepat di hari jatuhnya aku, aku menangis tanpa henti. Sampai mungkin Unge, salah satu teman kuliahku heran sendiri karena baru kali itu liat aku nangis kesakitan dan seperti mau menyerah. Untuk kesekian kalinya masih ada rasa tak terima, persis kata Sheila Dara di instagram atas lagu barunya. Eh iya bukan ya? 

Apa iya aku harus pakai krek lagi?

Menyakitkan rasanya, ingat 7 tahun lalu sewaktu kakiku retak dan mau nggak mau tetap sekolah dan menjadi UAS selayaknya yang lain dan hidup sebagai manusia difabel. Menyakitkan, tapi banyak pelajaran dan penuh syukur atas nikmat berjalan, aku pernah cerita sedikiti di sini. It hurts so much, it leaves sadness and pain. I didn't expected this again. 

Padahal ya padahal, baru sekitar dua pekan lalu di kelas multikulturalisme Mbak Suzie kita bicara soal disabilitas, gimana kita harus menjadi manusia seutuhnya, memandang kaum marginal, dan belajar terbuka lalu memberi akses juga untuk mereka, di kelas itu aku sempat bercerita tentang aku sewaktu diberi cobaan nggak bisa jalan. Ternyata memang sesakit ini. Sempat kadang mempertanyakan keadilan Tuhan, 

"Kenapa selalu kaki kiriku yang kena? Kenapa dulu sewaktu aku radang sendi kaki juga kiri yang paling terasa sakit? Kenapa sewaktu dulu retak juga kiri? Huhuhu aku pingin nangis terus kalau inget ini"

Tapi aku tau aku nggak boleh berpikiran begitu. Aku harus belajar berdamai dan memandang dari sisi lain. È come una pausa.. un riflessione amore. Mungkin jatuh yang kali ini, aku harus banyak bersyukurnya karena bisa di rumah dan nggak petakilan, meskipun dua hari lalu aku sempat nangis dan masih shock karena KEMANT yang jadi tertunda diurus, juga karena tanpa kesengajaan Azrial ketuaku kecelakaan sehari sebelum aku jatuh dan harus segala macam ke kepolisian. Beribu maaf dan rasa bersalah aku sampaikan karena belum tanggap. Tapi yasudahlah, itu sudah lewat dan berlalu.

Siapa pun yang baca ini, please take good care of yourself wherever and whenever you're.

Sehat memang senikmat itu, tanpa perlu merepotkan orang lain. Meskipun di saat jatuh kita juga jadi benar-benar tau siapa yang sungguh-sungguh menjadi teman kita dan ada di saat kita membutuhkan. Tapi, boleh kan kalau kita berpikir, kapan yang sesungguhnya kita bisa menolong orang lain bukan malah merepotkan.

Kalau aku boleh dan bisa putar waktu, aku bakal lebih logis memutuskan untuk nggak terburu-buru dan beli tiket selanjutnya. Satu hal lagi, mungkin ini jadi bentuk rasa syukurku nggak jadi ke Solo karena pagi itu juga pemerintah Solo menyatakan KLB alias Kejadian Luar Biasa karena wabah corona sudah sampai Solo.

Jadi, hati-hati ya teman-teman.

Sebagai penutup, aku turut mengapresiasi teman-teman aku yang turut berduka cita atas jatuhnya aku, Tante Ety yang bersedia dateng dan antar sampai kos di pagi buta, Unge yang datang antar makan siang, Sobron dan temannya yang buat aku nggak nangis lagi di hari itu dan bersedia ambilin krek, Rizal yang bawain jus, lalu Qorry, Almas, Muth yang datang kemudian dan kita nongkrong di Cafe Cara Kita, nggak lupa Fafat yang akhirnya nginep sama Muth buat bantuin aku di kos. And Sabrina you too...

Bapak Ibu pemilik rumah yang jadi penolong pertama juga aku ucapkan terimakasih. Qorry apalagi yang udah antar sampai rumah Temanggung. I love y'all. Aku jadi merasa lebih berdaya, Bapak Ibu yang tetap mengusahakan yang terbaik untuk anaknya di tengah kesempitan yang menghalang.

Sekian, salam sayang untuk semua.


Temanggung, 18 Maret 2020

“Tak jak ikut open2 yooo mau gak.”

Pesan WA Mbak Nadia 13 Desember tahun lalu, yang aku nggak menyangka kalau ajakan ini setidak-tidaknya menambah sekian persen perspektif nabiladinta mengenai satu hal, Tanah.

Satu hal yang disadarkan deden Mirza kurang lebih di akhir kelas 12 yang sesederhana dia bagiin konten youtube-nya Asumsico tentan “Kembali ke Tanah” bareng Rara Sekar dan Ben Laksana. They both are my favorite couple!

____

Oke, kembali lagi.

Gagasan sederhana yang dikolaborasikan sama berbagai pihak sama Mas Panji, Mbak Sisca dan kerabat lainnya yang aku nggak kenal semuanya mengantar pada misi suci mereka: Kembali ke Tanah. Mereka merintis Kebon Jiwan yang ada di Desa Medari, lereng Sindoro.



Well, iya relate banget kan sama apa yang dilakukan sama Rara dan Ben yang di instagram mereka buat tagar #rarabenhomegarden. 


Teman-teman KebonJiwan ini bener-bener bisa menularkan misi kebaikan mereka lewat Opén-Opén (re: bahasa jawa) untuk welcome ke siapa pun setiap hari Minggu selama 10 kali. Beruntungnya aku perdah dua kali bersemayam bareng mereka.

Mungkin, cerita aku ini akan terlihat among losing karena aku sender mash pengecut belum berani mulai bertanam, kalah sama sekian ribu ego untuk satu keinginan besar menanam.

Doakan ya teman-teman.

Serius, Opén-Opén yang digarap mas dan mbak ini bukan Hanna sekedar kita gotong royong merawat tanah. Selain siapa pun yang berkeinginan untuk megawatt tanah, kebonjiwan juga terbuka lebar untuk siapa pun yang mau belajar. Opén-Opén yang digarap uituk terakhir kalinya jadi unforgettable moment banget buat aku. 

Aku jadi punya kesempatan buat memasak apa yang mereka tanam, kita masak oseng sawi, goreng tempe, dan bikin lotis.



Tentang sejarah bambu di Indonesia, alam dan pohon, penjualan produk ikan pari, menjadi seorang smart buyer, dan relasi manusia terhadap alam pun sebaliknya.

Aku berkesempatan ngobrol sama kakak Antro UI 2014 yang maaf banget kak aku lupa namanya huhu. I gained knowledges, I have opened some doors. Obrolan ngalor ngidul yang membawa aku menemukan sesuatu hal. Belum lagi, di tengah gerimis yang lalu hujan deras menerjang kita tetap asyik ngobrol di dalam sauna. Sesuai dengen apa yang mereka lakukan.

It just WOW. Baru kali ini selama aku hidup di Temanggung, aku menemukan space & place yang menunjang ide-ide kita, yang menjadi tempat kita untuk berbagi.

Dari lereng Sindoro, aku banyak belajar perihal tanah, manusia, dan masa depan bumi.

Terimakasih atas oleh-oleh benih dan pengalamannya.


Temanggung, 18 Maret 2020


Salam,


nabiladinta





Januari, 2020

Aku masih terus berfikir ulang, mengapa setiap manusia dilahirkan di dunia ini, nasib-nasib mereka dan segala kesudahannya yang membuat tertawa, gelisah, haru, dan kesedihan.

Berita-berita sepekan kemarin dari televisi, berita, twitter, dan media lainnya mengabarkan perpecahan, pembunuhan anak ke ibu, korban tewas di banyak tempat di dunia, sampai ketegangan AS dan Iran yang membuat umat manusia di dunia ini gelisah bukan kepalang. Sudahlah, kita ingin hidup damai.

Sampai setiap bangun tidur pagi dan televisi di rumah induk semang kerap kali masih menyala, mengabarkan rudal-rudal yang diluncurkan negara-negara yang sedang bersekutu di dunia. Duh, bagaimana masa depan dunia nanti? Anak-anak kami nanti?

Percakapan di depan tungku perapian di rumah induk semang setiap pagi, sore, dan malam menjelang tidur selalu menyisakan mimpi-mimpi besar yang membuat hati saya bergetar, membuat jiwa saya melayang, bahwa masih ada harapan sampai nanti, sampai mati.

"Ya begini mbak, saya ingin anak saya sekolah agama dulu, kalaupun nanti dia ingin jadi model, penyanyi, atau pun seniman biarkan dia jadi anak yang berakhlak karimah. Punya karakter yang kuat," kata putri induk semang yang sudah beranak satu, bernama Fika. Ia yang mendongengi saya dan Farah perihal cerita turun termurun di Petungkriyono.

Melihat Olive, si kawan Fika yang mengaji kepada kami setiap ba'da maghrib membuat saya punya mimpi besar terhadapnya. Kelugasannya dan kecerdasannya menangkap sesuatu dibanding yang lainnya, hingga kesopanannya dalam bercengkerama dengan kami, membuat saya: Kamu pasti akan jadi seseorang Olive! Entah di Petungkriyono atau di luar sana. Semoga!

Mas Bambang yang begitu baiknya membuat saya banyak-banyak bersyukur, tangan kanannya yang diamputasi karena tersetrum listrik saat membenahi genteng di rumahnya tidak lantas membuatnya berhenti berharap dan berbuat baik. Tidak lantas membuatnya berhenti untuk menyemangati dirinya, bahkan secara tidak sadar, ia pun menyemangati saya. Terimakasih Mas Bambang, sudah jadi salah satu supir keren saya yang membawa kami sampai ke Dieng. Menyisir jalanan Petungkriyono sampai ke Dieng yang melewati jalanan keras batuan sebelum Gumelem.

Dunia ini fana, semua manusia percaya itu. Tapi mimpi tidak boleh fana, sampai nanti sampai mati, seperti kata Letto dalam judul lagunya.


Petungkriyono, 12 Januari 2020

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Cari Blog Ini

POPULAR POSTS

  • 2024: a magic of ordinary days
  • Hari-Hari di Pamulang (3)
  • Tentang Bisa Punya Waktu Tanpa Libur
  • Mendekati Kepulangan

Categories

AFS Italy 2017-2018 Self Talk Hijrah Malaysia Ramadhan di Italia
Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • April 2025 (1)
  • Desember 2024 (1)
  • Juni 2024 (5)
  • Januari 2024 (1)
  • Desember 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • Agustus 2023 (3)
  • Februari 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Desember 2022 (1)
  • November 2022 (1)
  • September 2022 (1)
  • Agustus 2022 (3)
  • Mei 2022 (3)
  • April 2022 (10)
  • Februari 2022 (1)
  • Desember 2021 (2)
  • November 2021 (1)
  • Oktober 2021 (2)
  • September 2021 (1)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (3)
  • Juni 2021 (2)
  • Mei 2021 (1)
  • April 2021 (2)
  • Januari 2021 (2)
  • Desember 2020 (2)
  • November 2020 (1)
  • Oktober 2020 (11)
  • September 2020 (1)
  • Agustus 2020 (2)
  • Juli 2020 (2)
  • Juni 2020 (1)
  • Mei 2020 (19)
  • April 2020 (7)
  • Maret 2020 (2)
  • Januari 2020 (1)
  • Oktober 2019 (1)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (1)
  • Juli 2019 (1)
  • Mei 2019 (1)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (1)
  • November 2018 (1)
  • Agustus 2018 (1)
  • Mei 2018 (2)
  • April 2018 (4)
  • Maret 2018 (4)
  • Februari 2018 (5)
  • Januari 2018 (7)
  • Desember 2017 (9)
  • November 2017 (6)
  • Oktober 2017 (6)
  • September 2017 (7)
  • Agustus 2017 (2)
  • Juni 2017 (12)
  • Mei 2017 (11)
  • April 2017 (6)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (2)
  • Desember 2016 (5)
  • November 2016 (6)
  • Oktober 2016 (6)
  • September 2016 (5)
  • Agustus 2016 (1)
  • Juli 2016 (1)
  • Juni 2016 (6)
  • April 2016 (2)
  • Februari 2016 (1)
  • Januari 2016 (2)
  • Desember 2015 (1)
  • November 2015 (3)
  • Agustus 2015 (1)
  • Juli 2015 (1)
  • Juni 2015 (4)
  • Mei 2015 (1)
  • April 2015 (2)
  • Februari 2015 (6)
  • Januari 2015 (3)
  • Desember 2014 (4)
  • November 2014 (14)
  • Oktober 2014 (2)
  • Agustus 2014 (3)
  • Juni 2014 (12)

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates