Your siblings: Dear Dek Daffa, Dek Hanun, Dek Gibran...
Kata Bapak, setiap menjawab pertanyaan teman-temannya, gilir kacang- wedok lanang wedok lanang. Adek-adekku selalu jadi urutan nomer dua setelah doa untuk Bapak Ibu, bahkan sebelum aku mendoakan mimpi-mimpiku (hehe).
Iya. Jadi aku empat bersaudara dan aku anak sulung. Oh wow oh, kalau bicara 'sulung' rasanya yang kebayang langsung beban ha ha ha. Apalagi adeknya banyak, tapi juga banyak banget nikmatnya sekalipun di pundak memikul batu-batu kecil sampai yang rasanya beratnya nggak kebayang kalau memikirkan masa depan.
Tapi anyway, meskipun tentu banyak berantemnya dan nggak dipungkiri kalo aku paling galak, empat bersaudara ini buat seorang 'aku' belajar banyak hal banget setiap harinya. Termasuk jadi salah satu pertimbangan besar kalo aku mau ambil keputusan-keputusan. Aku konsisten manggil adek-adekku pake sebutan 'Dek' terlebih dulu. Bapak ini rasanya juga nggak terima kalau nama anaknya ada yang nyamain meskipun nama 'Nabila' sangat jamak ya sodara-sodara. Adekku Daffa, nama awalnya Daffa Ul Haq Albana. Pas Dek Daffa umur berapa tahun gitu, masih kecil. Ada dong yang namanya juga 'Albana' di Parakan. Ha ha ha, Bapakku langsung ngerubah nama Albana jadi Syahada.
Rasa-rasanya banyak banget peristiwa-peristiwa yang menguji aku dan adek-adekku dari jaman kita masih kecil sekali. Aku selalu yang paling cengeng, tapi sembunyi-sembunyi kalau adekku kenapa-kenapa. Merobek kata 'kuat' yang kerap disandingkan ke aku. Meskipun kita juga masih ada aja yang bikin berantem dan nggak akur, ya namanya juga sodara.
Dek Daffa, adek persis setelah aku. Kelahiran 2001, proses perjalanan Dek Daffa ini yang buat aku paling cengeng. Sosok yang ngalahan, sederhana dan apa adanya. Punya kiat pertemanan yang gila. Teman-temannya dimana-mana. Setia kawannya adekku ini nggak diragukan, meskipun secara akademik Dek Daffa kurang di antara kita berempat. Tapi skill-skill non akademiknya tiada tanding. Aku juga heran sendiri. Adekku suka vespa, kebangetan sukanya. Kalau Bapak cerita soal Dek Daffa, kita berdua seperti disayat-sayat bersama. Dan bersepakat kalau harus saling menguatkan.
Dek Hanun, kelahiran 2003. Mungkin aki terlihat amat menyebalkan di mata Dek Hanun. Sosok yang paling bisa diajak gelut. Paling suka menyulut emosi Dek Hanun, tapi Bapak senantiasa mewanti-wanti supaya aku terus memperhatikan proses penyembuhan adek. Mendukung setiap langkahnya dan bercakap lebih dulu. Adekku ini orangnya bertolak belakang banget sama aku. Betah di rumah terus-terusan sampai banyak tetangga nanyain. Bahkan tetangga yang jarak rumahnya jauh dari kami. Dek Hanun sosok yang gigih, ulet, rajin, dan penuh ambisi. Tekadnya bulat, lantunan hafalannya menenangkan. Doakan ya semoga adekku bisa sekolah ke Mesir! Khansa Rosyada Hanun...
Yang terakhir,
Dek Gibran. Si bungsu yang selalu nggak mau disebut masih kecil. Sebelum Dek Gibran lahir, Bapakku sedang jatuh-jatuhnya. Sambil menengok kambinh peliharaan kami dan aku masih TK. Suatu sore Bapak bilang, "Bil ngenjing adik e dijenengi Ayub nggih." Aku lantas mengiyakan tanpa tau sebabnya apa. Perlahan aku tau, Nabi Ayub AS adalah sosok yang punya ujian berat banget. Dan saat itu Bapak sedang mengalaminya. Jadilah, Ayub Qonita Gibran
Keras kepala Dek Gibran ini tapi temannya juga banyak banget. Dek Gibran dari kecil, paling nggak enggan menunjukkan kesedihannya, paling nggak gengsi. Sewaktu Dek Daffa ditimpa musibah besar dan bertepatan harus ke pondok, Ibu nangis pas telponan sama adek sewaktu aku jenguk sama sepupu. Dek Gibran juga nangis, aku tanya pas pulang, "Nggeh Ibu nangis, Ban dadi nangis."
Polos sekali. Dek Gibran ini relasinya juga bukan main, temannya siapa aja. Tapi masih mudah kebawa arus. Hafalannya adek paling mantab setelah Dek Hanun. Dek Gibran full days jadi imam tarawih di rumah kemarin. Tapi sumpah Dek Gibran ini paling menguji emosi dan bikin jengkel wkwkwkw.
Intinya mereka ini yang paling aku pikirkan pertama kali, bahkan sampai nanti sampai mati. Mungkin ini terlihat klise sekali dan tentu nggak terungkap secara langsung kalau aku berhadapan sama adek-adekku.
Tapi mohon doanya ya sodara-sodara. Bapak Ibu sungguh keren, nggak pernah membeda-bedakan kami dan selalu percaya kalau kami punya potensi. Punya jalan ninja masing-masing, saling mewarnai. Aku, sebagai anak sulung selalu jadi tampuk dan tumpuan mendengar cerita-cerita orang tua, terutama Bapak. Yang paling gas tanpa rem untuk mengingatkan aku, kalau sebagai seorang aku harus selalu mengingat adek-adek.
Kata Ibu, "Bila nek pun sukses ampun lali kaleh adek-adek nggeh."
Nggeh Bu. Jujur, kalau nulis soal keluarga aku pasti netes. Antara kangen, sayang dan menyesal kalau aku ini kadang suka galak dan berlebihan ke adek-adekku.
Just so you know adek-adek, I love you more than anything, than someone I love🖤
nabiladinta.
Yogyakarta, 13 Oktober 2020