Nabiloski De Pellegrini
"Saat kita merelakan satu mawar untuk kebaikan, maka kita akan mendapatkan dua mawar di lain kesempatan yang akan lebih indah... Putuskan satu yang terbaik buat kamu dan relakan yang sekiranya nggak kuat buat kamu lakukan maka yakinlah Tuhan akan membalas yang telah kau relakan..."
(27 Desember 2013, pukul 19:14:45)

Pesan yang yang mendarat malam itu tepat ke hp samsung biasa nan (sudah) keren jaman itu.

Ada seorang teman, yang kepadanya segala tanya yang sulit sampai remeh temeh bisa aku tanyakan sepuasnya. Sampai temanku ini heran sendiri kali ya, ini Nabila bertahun-tahun nggak berhenti-berhenti dan nggak bosan tanya. Mungkin. Pradugaku berujung hanya praduga belaka yang nggak kunjung dapat jawaban yang pas. Memang temanku ini se-misterius itu tapi juga se-asik dan se-easy going itu.

Buktinya, kita masih temenan kan sampai sekarang.

Dalam banyak cerita pertemanan, aku kadang sampai nggak habis pikir kenapa secara alamiah teman-temanku yang bertahan dan dekat sampai sejauh ini seperti diseleksi perlahan, sampai menyisakan beberapa yang benar-benar kuanggap dekat dan ya mungkin kadang berujung ke suatu hubungan pertemanan yang sederhana juga rumit dan sulit didefinisikan. 

Dari temanku ini, aku banyak belajar dan akhirnya berusaha menerima sekuat tenaga kalau memang dari misteriusnya dia ini buat aku merasa, nggak papa Nabila nggak semua hal harus dapat jawabannya sekarang juga. 

Aku merasa senang dan hati riang menuliskan beberapa temanku di catatan serampangan blog-ku ini. Salah satunya dari temanku ini, yang cerdas dan tangkas dalam bersilat lidah  meskipun juga kadang suka ngawur dan asal ceplos. Tapi itu lucunya, apa adanya :) 

Di masa awal pertemanan kami, sekitar delapan tahun lalu kita bisa langsung dekat dengan cepat. Masa-masa yang cukup rumit di tahun 2013, masa labil anak usia 13 tahunan dulu, temanku kerap menyisipkan pesan-pesan hangat nan menguatkan sampai aku catat rapi di buku catatan. Bersyukur lipat ganda, aku sempat mencatatnya dan sebagian banyak sisanya kutuliskan di diary yang bertajuk lika-liku pertemanan kami. 

Yang walau bertemu sebentar setiap libur semester selalu menyisakan cerita-cerita menyenangkan sekaligus menggusarkan yang masih aku ingat setiapnya sampai sekarang. 

Aku menghafal setiap mimpi yang ia lontarkan, sampai ia pindah halauan dan masuk ke sekolah abu-abu yang mungkin bukan prioritas utama yang ia idam-idamkan. Mimpi-mimpinya ia ceritakan secara eksplisit maupun sengaja disisipkan ibunya kepadaku lewat beberapa kesempatan perjumpaan.

Menggelitik sekaligus bikin geleng-geleng.

Temanku adalah pribadi yang amat santai, tapi dari sorot tajam mata dan kata-katanya aku bisa melihat betapa ia lihai membuat strategi dalam setiap langkah hidup yang dipilihnya. Jalan pendek maupun panjang yang ia tempuh, selalu buat aku heran dan kagum tanpa kesudahan. Bisa-bisanya ada orang sepintar ini, dari mana belajarnya dan kapan membacanya. 

Meskipun mungkin lima tahun lalu aku ke luar negeri lebih dulu yang bisa saja terlihat lebih dulu untuk jauh melangkah, buat aku itu masih bukan apa-apa atau jadi ukuran yang pas untuk saling menakar. Aku tetap menganggap dirinya lebih pintar dan cakrawalanya meluas kemana-mana. Aku hobi memperhatikan dan menyimaknya dengan seksama setiap diskusi atau obrolan ringan dengan teman-teman yang lain. Berusaha mengingat setiap detail katanya, meskipun nggak kuingat seutuhnya.

Pada suatu pesan, ia juga sempat mengirimkan pesan SMS begini,

"Hidup itu bukan terus mencari hingga semuanya ada... Tapi yang terpenting dari hidup  adalah menikmati semua yang ada dan yang telah diberikan Tuhan kepada kita..."
(27 Desember 2013, pukul 18:58:01)

Telampau tujuh tahun lalu, tapi lucunya aku masih selalu ingat detail kata-katanya. Betapa menariknya temanku yang satu ini, bisa membuat seorang Nabila ingat betul setiap momen dan kata di dalamnya.

Pertemanan kita berjalan amat sangat baik dan asyik. Kita bisa berbagi cerita sepuasnya, sayangnya hanya dalam tempo yang selalu singkat. Betul-betul singkat. Pertemanan dalam jarak. Bisa saling mendengarkan dan sepertinya aku yang seringkali meminta saran-saran ini itu ketimbang memberikan saran. Sekarang, mungkin aku dan temanku sama-sama sudah memilih jalan masing-masing, jalan untuk menuntaskan pencarian selama ini. Menjawab mimpi-mimpi yang selalu dirundung semangat petualangan. 

Meskipun tergolong jarang berkomunikasi, aku masih tetap merasa dekat. Pada suatu pertemuan, kerap kali kami berbagi keresahan dan merapel beberapa cerita yang mungkin belum seutuhnya tersampaikan.


Sialnya, aku betulan rindu temanku ini. Aku sungguhan rindu setiap pesan yang temanku tancapkan kepada seorang Nabila yang masih sering menggelisahkan ini itu tanpa henti. Aku doakan, semoga kamu bisa menemukan tempat bertumbuh yang pas dan membuatmu nyaman berjalan. Semoga kapan-kapan (secepatnya) kita bersua kembali, bisa berpetualang lagi dan melontarkan doa serta pengharapan masa depan. 

Eh, sebenernya kita ini temenan atau sahabatan ya (?)

Ahahaha.

Masih dengan kata-kata yang sering aku tuliskan,

Sebaik-baik pertemanan adalah saling mendoakan
Mendoakan itu adalah cara mencintai yang paling sederhana 
Mendoakan itu adalah cara mencintai yang paling rahasia

Jadi, doa-doa lainnya aku rahasiain ya. Hehe

May Allah lead your way, my friend
Tell me if you need someone to talk
I am here.

Temanmu sejak 2012 lalu,

Nabiladinta
Temanggung, 31 Juli 2020




To discover the routes of your roots teaches you "You're not a lonely drop in the ocean, but the entire ocean in drop." (Jalaludin Rumi)

To see how we all came together to discuss our ancestors, our regrets and our hopes for the future..


Menelusuri akar kekerabatan tentang siapa kita dan dari mana asal muasal buyut-buyut adalah perkara yang jadi topik favoritku buat mempertanyakan ke diriku sendiri atau memberundung ke bapak ibu dan pakde-pakdeku. Yang paling mengusik dan belum selesai pencariannya adalah tentang perjalanan Mbah kakungku sampai ke atas-atas. Yang terekam dalam memori, di akhir masa hidupnya, aku masih lumayan ingat sering dibonceng pakai ontel lawas beli bubur dan sekali diajak ke Malioboro menyisakan memori di mana aku yang menangis ketakutan karena ketemu orang India.

Mbah kakung ini seniman yang diandalkan banget, memori lain yang aku ingat adalah bau lem sewaktu bulan Ramadan di mana mbah kakung buat ayam jago raksasa yang kerangkanya beliau gambar sendiri di dinding luar rumah. Ayam jago raksasa ini jadi display desanya mbahku di takbir keliling tahunan di Parakan. 


Pencarian ini terus menghantui seiring dengan ketertarikanku dalam studi-studi antropologi tentang kekerabatan, lalu topik-topik diaspora yang dibumbui cerita-cerita perjalanan temen-temen buleku yang lahir dari dua orang tua beda negara-- atau satu temanku yang menemui masa krisis identitas karena kepindahannya sebagai seorang pengungsi ke Amerika. Ajaibnya, ternyata mereka sama-sama belajar antropologi di perkuliahannya masing-masing. Maka, aku rasa pilihanku untuk masuk antropologi ini tepat dengan harapan suatu hari nanti bisa membantuku nenyusun puzzle-puzzle yang berserakan tentang mbah kakungku dan moyangku.


Akan menjadi lebih ringkas sebagai aku yang nggak rumit-rumit amat memperkenalkan dari mana asalku karena bapak ibu berasal dari satu kecamatan yang sama. Akan jadi rumit ketika aku mulai beneran kepo sama siapa sebenarnya mbah kakung dan apa dibalik profesi serta hobinya jadi dalang, melakoni lakon wayang-wayang serta mendalami falsafah Jawa yang bahkan orang-orang di desa asalku sepakat menerima kalau memang mbah kakung lahir bukan dari orang biasa. Keahliannya dalam dunia seni, mengukir, membuat wayang kulit, jadi dalang sampai hotel-hotel bintang lima di ibu kota dan sempat aktif di Wayang Sriwedari Solo bareng ayahnya Didi Kempot. Cerita lain yang bikin aku bangga adalah mbah kakung ini murid langsung dari Ki Narto Sabdo, pencipta tembang Gambang Suling. 

Pakde Prab, yang dititis Mbah Kakung jadi dalang tapi akhirnya memilih jalan lain.


Kejadian-kejadian nggak biasa juga dialami Ibu dan pakde-pakdeku yang di masa kecil sampai remaja mereka sering diajak ziarah dari makam ke makam, sampai nggak terhitung udah berapa kali kata salah satu pakdeku, pakde yang seharusnya dititis jadi dalang penerus mbahku. Bahkan ya sampai jalan kaki dari mana gitu sampai di daerah pantai selatan dan nginep di goa tempat sembunyinya Pangeran Diponegoro dulu. Sebagai salah satu cucunya, aku beneran jadi menerka-nerka dulu buyut-buyutku ini sebenernya siapa.


Moyang, Dalang, dan Wayang


Pada suatu cerita lain, ada kabar yang sampai kalau buyutku adalah keturuan Gagak Handoko, makamnya masih sering diziarahi di Purworejo. Beliau salah satu senopatinya Pangeran Diponegoro. Salah satu keturunan dari Gagak Handoko ini diminta jadi bupati di Purworejo tapi menolak mentah-mentah karena kalau jadi bupati mau nggak mau harus patuh sama Belanda. Akhirnya si buyut melarikan diri ke Kandangan, Temanggung. Makamnya juga masih ada di sana, dan mbah kakung sering ziarah ke sana sama putra-putrinya. 


Segala cerita tentang mbah kakung masih berusaha aku ingat baik-baik sampai kepergiannya ke Jakarta untuk bergabung di Wayang Orang Bharata. Dua dari empat pakdeku diajak ke sana dan turut belajar kesenian lainnya termasuk bela diri. Konon, salah satu pakdeku juga belajar ilmu di Banten dan bisa tahan banting bahkan ditusuk pedang pun nggak luka. Apa nggak gila? Semakin menjadi kekepoanku karena dua pakdeku ini jadi prajurit di film Wiro Sableng yang rutin tayang di indosiar semasa aku playgroup sampai TK. Aku dan sepupu-sepupuku sering nonton bareng, pas adegan pakdeku meninggal, sepupuku beneran nangis coba, haha kan akting. Tapi waktu itu aku juga percaya-percaya aja, hehe. Namanya juga anak kecil.


Aku jadi semakin percaya, kalau ada darah nggak biasa yang mengalir di keluargaku. Aku masih kebingungan gimana cara menelusurinya. 


Kata Seorang Bapak di Petungkriyono, Pekalongan


Entah gimana bisa, aku dipertemukan dengan Pak Beno salah satu guru SD di Desa Tlogohendro, Petungkriyono tempat aku tinggal semasa Tim Penelitian Lapangan (TPL) Antropologi Januari awal tahun lalu. Beliau terlihat sangat memahami sejarah Jawa, babad dalam (jelek) dan luar (baik). Begitu aku tanya siapa Gagak Handoko, beliau agak kaget. Pak Beno lalu cerita, "Mungkin ada hubungannya dengan Bendi Mataram mbak, Nyi Ageng Serang, Nyi Bagelen, Kediri Sepuh, Jayabaya atau Airlangga."


"Kalau memang benar panjenengan keturunannya Gagak Handoko, wah hebat-hebat itu buyut Anda."


Pada 30 Januari lalu, Pak Beno juga tiba-tiba menghubungi aku via whatsapp, katanya begini, "Yen makame leluhur jenengan (Gagak Handoko) ten Lowano Purworejo mbak, Gagak Handoko (Bende Mataram) niku Senopati Mataram Kota Gede, tempate sekitar kidule 1/3an maron arah Purworejo, sing sepuh Sunan Geseng ten ngasinan Magelang."


Sepulang dari Petungkriyono, aku kemudian cerita ke ibu. Kata ibu, ya mungkin aja, salah satu buyut kita dulu juga salah satu pendiri Merpati Putih. Maka jangan heran kalau pakde-pakde memang ada yang punya kemampuan bela diri. Begitu pun aku, yang punya ketertarikan meskipun ya nggak jago-jago amat, hehe. Aku nggak berhenti kagum sama apa yang udah dijalani sama kedua pakdeku, sewaktu mereka menyeriusi main film, bahkan beberapa kali di sinetron dan jadi tokoh yang jago bela diri, bergabung di kelompok padepokan. Suatu waktu, aku sempat nggak sengaja menonton pakdeku di TV sambil akting meringis. Spontan habis itu aku semangat sekali ke rumah pakde.

Pakde Dono, yang pernah main di film Wiro Sableng. Sembari mengais rejeki, pakde sekarang coba hias-hias pakai "mote" Mbah Kakung

Perjalanan dan Pertanyaan


Hari-hari bertumbuhnya aku nggak lepas dari pertanyaan-pertanyaan yang hobi aku ajukan ke keluargaku. Mas-mas sepupuku juga sempat menelusuri, menghubungkan dengan cerita-cerita yang Mbah Kakung tuturkan ke ibu dan pakde-pakde. Bapaknya Mbah Kakung yang nggak lain adalah buyut pertamaku ini namanya Mbah Nitiwigeno. Kata Pak Beno, artinya adalah  'kudu mangan' atau 'harus makan'.


Lebaran kemarin, ibu dan pakde cerita kalau sewaktu Mbah Kakung remaja sempat jalan melewati hutan-hutan buat pulang ke rumah dan tiba-tiba ketemu harimau. Anak-anaknya disuruh minggir sebentar, lalu Mbah Nitiwigeno mendekati harimau dan tiba-tiba harimaunya pergi. Sesakti itu kah buyutku?


Sungguh, aku beneran ingin tau. Semampunya aku mengorek informasi dan menyusun puzzle yang aku tau bakal sulit sampai menemukan kata 'utuh'.


Sayang seribu sayang, dulu Mbah Kakung punya gamelan lengkap dan sering bikin wayang. Tapi hanya tersisa satu wayang dan dua meja ukiran yang dihias dengan lukisan wayang Mbah Kakung, dilapisi kaca di atasnya. Sisanya dijual, karena memang butuh uang. Sepeninggalan Mbah Kakung, beberapa dukun yang masih jadi kerabat kami meminta warisan-warisan buku atau apa pun yang mungkin ditinggalkan tapi pakdeku menyembunyikan takut nanti jadi syirik. Padahal aku beneran mau baca buku-buku Mbah kakung, katanya juga ada buku ramalan Jayabaya. Tapi sayang seribu sayang, sengaja dihilangkan pakde.


Ohya, mbahku ini mungkin memang punya kemampuan seperti dukun-dukun Jawa lainnya tapi memilih untuk tidak menjadikan itu sebagai mata pencaharian karena memang nggak berambisi mencari kekayaan. Mbah Kakung juga bisa jadi seperti pawang hujan, tapi kalau pun Mbah Kakung bisa itu semua hanya beliau lakukan untuk menolong orang, bukan atas nama kekayaan.


Barangkali, semoga kalau aku punya rejeki aku pingin menyusuri atau napak tilas ke tempat-tempat Mbah Kakung pernah berkarya dulu, Wayang Sriwedari di Solo, Bharata di Jakarta dan segala hal yang aku tau di mana tempatnya. Yang menginspirasi dan turut menguatkanku adalah project seorang youtuber Nadir Nahdi tentang #findingnenek, menelusuri sampai ke Jawa. Neneknya seorang Jawa yang semasa penjajahan pergi ke Afrika dan akhirnya menikah dengan kakek Nadir. 


Beberapa cuplikan dari kata-kata maupun caption-caption Nadir, salah satunya begini,


"People are dying, and they take with them history and wisdom and culture. People like me and you and I’m sure some of your readers are still navigating who we are, and we’re starting to question what we’re going to teach our own kids, what part of our cultural heritage is important for us to hold on to, and naturally some things will be left behind."


Semoga di mana pun aku, kamu, dan kalian semua berada, siapa pun yang masih terus mempertanyakan dan ingin menjawab segala kegusaran akan keingintahuan yang mendalam ini segera 'mencari' dan 'menemukan'. Karena lahirnya kita di dunia ini bukan tanpa alasan, darah yang mengalir di tubuh kita ini bukan hanya atas campuran bapak ibu semata, tapi juga ribuan manusia sebelum kita. Di mana akar kekerabatan terus mengulir dan menjadi denyut nadi kita sendiri. Selamat berjalan dan menemukan :)


Last words,


It was more like we come from very complex backgrounds of movement, migration, and it’s put us in a situation where you’re navigating multiple identities at once, that we didn’t have the space to fully explore our identities in that same way.


It’s all about sincerity of intention. So I think if you sincerely make an intention — everything starts with an intention — then things will open up for you


Thankyou,
Salam kangen untuk buyut-buyutkuđź–¤
Terimakasih udah jadi perantara atas kelahiran perempuan Jawa yang banyak polah ini.


Temanggung, 19 Juli 2020
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Cari Blog Ini

POPULAR POSTS

  • Hari-Hari di Pamulang (3)
  • 2024: a magic of ordinary days
  • Tentang Bisa Punya Waktu Tanpa Libur
  • pagi yang aneh

Categories

AFS Italy 2017-2018 Self Talk Hijrah Malaysia Ramadhan di Italia
Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • April 2025 (1)
  • Desember 2024 (1)
  • Juni 2024 (5)
  • Januari 2024 (1)
  • Desember 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • Agustus 2023 (3)
  • Februari 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Desember 2022 (1)
  • November 2022 (1)
  • September 2022 (1)
  • Agustus 2022 (3)
  • Mei 2022 (3)
  • April 2022 (10)
  • Februari 2022 (1)
  • Desember 2021 (2)
  • November 2021 (1)
  • Oktober 2021 (2)
  • September 2021 (1)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (3)
  • Juni 2021 (2)
  • Mei 2021 (1)
  • April 2021 (2)
  • Januari 2021 (2)
  • Desember 2020 (2)
  • November 2020 (1)
  • Oktober 2020 (11)
  • September 2020 (1)
  • Agustus 2020 (2)
  • Juli 2020 (2)
  • Juni 2020 (1)
  • Mei 2020 (19)
  • April 2020 (7)
  • Maret 2020 (2)
  • Januari 2020 (1)
  • Oktober 2019 (1)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (1)
  • Juli 2019 (1)
  • Mei 2019 (1)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (1)
  • November 2018 (1)
  • Agustus 2018 (1)
  • Mei 2018 (2)
  • April 2018 (4)
  • Maret 2018 (4)
  • Februari 2018 (5)
  • Januari 2018 (7)
  • Desember 2017 (9)
  • November 2017 (6)
  • Oktober 2017 (6)
  • September 2017 (7)
  • Agustus 2017 (2)
  • Juni 2017 (12)
  • Mei 2017 (11)
  • April 2017 (6)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (2)
  • Desember 2016 (5)
  • November 2016 (6)
  • Oktober 2016 (6)
  • September 2016 (5)
  • Agustus 2016 (1)
  • Juli 2016 (1)
  • Juni 2016 (6)
  • April 2016 (2)
  • Februari 2016 (1)
  • Januari 2016 (2)
  • Desember 2015 (1)
  • November 2015 (3)
  • Agustus 2015 (1)
  • Juli 2015 (1)
  • Juni 2015 (4)
  • Mei 2015 (1)
  • April 2015 (2)
  • Februari 2015 (6)
  • Januari 2015 (3)
  • Desember 2014 (4)
  • November 2014 (14)
  • Oktober 2014 (2)
  • Agustus 2014 (3)
  • Juni 2014 (12)

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates