Nabiloski De Pellegrini
Judul yang sama ini aku kutip dari tulisan Marc David, entah tahun kapan karena aku nggak bisa ngelacak lebih lanjut dia nulis itu.

Tulisannya dia beneran relate banget sama apa yang aku pikirin tentang the power of food. Sedikit banyak juga dipengaruhi sama beberapa studi di antropologi perihal makanan. Mungkin ini nggak akan jadi tulisan berat yang bisa diuji keilmiahannya, ini cuma sebatas perasaan dan prasangka atas apa yang aku alami yang ada hubungannya dengan makanan.

Kalau mengutip sedikit dari Marc David, dia bilang gini,


Food is delicious. Food is pleasurable. Food can make us feel good. Eating nourishing food, making nourishing food, feeding others, celebrating with others, if that’s not love – then what is?

Food is love fellas~ coba reka ulang adegan-adegan di masa lalu. Ibu kita seringkali menjanjikan makanan kalo kita berhasil ngelakuin atau mencapai suatu hal atau kita sendiri yang minta dibeliin suatu makanan tertentu kesukaan kita sebagai salah satu reward-nya.

Sampai semakin gede, ((kalo ada)) yang punya pacar atau gebetan seringkali momen terbaik adalah pas ada ajakan, "makan yuk". Apalagi kalo LDR gitu ya kan, wish-list untuk ketemu bareng adalah sembari makan sesuatu di warung atau resto tertentu. Mungkin ada yang unik lagi, ribut mau makan di mana akhirnya gantian tempat saling nemenin makan bahkan walaupun it takes more time. Ada yang pernah kaya gitu?

Atau mungkin di masa pandemi begini, sambil scroll-scroll di twitter banyak banget yang share thread resep-resep makanan atau sekedar ngebagiin foto-foto makanan mereka. Terlebih lagi sekarang bulan Ramadan, sore hari adalah momentum paling romantis buat membuktikan cinta kasih Ibu buat menyajikan makanan di atas meja sebagai hidangan berbuka.

Banyak banget orang-orang di sekelilingku dan aku sendiri yang kadang memilih untuk makan makanan favorit di momen tertentu untuk apresiasi ke diri sendiri, berarti juga bentuk mencintai diri sendiri kan?


If that's not love, then what is? Love is in the food! How food is love whenever we need food. These days, we need a lot more of the understanding that food really is love. 

And when we truly love food, it magically loves us back. From there, so much healing is possible.

Warmly,

Temanggung, 30 April 2020






Beberapa tahun lalu, lupa banget tepatnya kapan aku menemukan sebuah quote menarik tentang 'kebaikan'.

"Kebaikan bagaikan sebuah garis yang berangkat dari sebuah noktah dan engkaulah penentu garis itu."

Mungkin sebagian dari kita pernah menyesal, kenapa sih aku selalu berbuat baik tapi aku ngga dapet feedback yang serupa. Kenapa sih aku harus berbuat baik kalo misal aku malah dapet hal yang mengecewakan dari orang-orang sekitarku.

Well, aku tentu pernah ada di fase itu, mungkin sekitar 6-7 tahun lalu. Lalu aku diingatkan oleh Bapak, "Loh ya jangan capek berbuat baik."

"Iya pak, tapi kapan balasannya? Katanya kalo kita berbuat baik kita bakal dapet kebaikan juga," aku beneran sambil nangis di telepon mengingat betapa sulitnya di masa-masa itu terjadi.

"Bil, kalau misalkan belom dibales di dunia, Bila harus yakin di akhirat pasti dibalas. Bapak pikir, Allah itu adil kok. Janji Allah juga jelas di dalam Al-Qur'an."

Tanpa menjawab lagi aku berusaha memahami.

Nyesek gitu rasanya. Boleh jadi aku memang kurang bersyukur dan kurang melihat hal-hal baik yang sebenarnya beneran kerasa sampai ke diriku. Akunya aja yang waktu itu mungkin bebal dan melakukan denial berlebihan yang akhirnya bikin sakit sendiri.

Setelah melakukan banyak perenungan dan mencoba menerima segala hal yang terjadi dari bangun tidur sampai tidur lagi, aku merasa lebih tenang. Aku banyak mengkonsumsi buku-buku motivasi, buku-buku The Secret yang mencoba mengulas kekuatan-kekuatan semesta dan diri kita, sampai buku-buku psikologi lainnya. Aku gilas habis buku-buku tentang ikhlas. Nggak berhenti mencari sebanyak-banyaknya teman dan relasi.

And it works.

Tanpa memikirkan terlalu berat hal-hal negatif yang terjadi sama diriku aku mencoba fokus terhadap kebaikan-kebaikan yang bisa terus dilakukan. Meskipun kalo kita berbuat baik A nggak akan selalu dibalas dengan kebaikan yang sama-sama A rupanya. Tapi pernah nggak sih mikir, ohya kebaikan mungkin nggak selalu berwujud sama tapi percaya bahwa dikelilingi oleh hal-hal yang baik setiap harinya akan mengantarkan kita menuju pribadi yang positif.

A human who has strong power, strong relationship, strong personality. And it's you!
Invest time in yourself, in your relationship and community. Remember what life is really all about

Ohya aku jadi inget sama sesuatu yang pernah ditulis sahabat aku, Oase, during her exchange year she wrote, "Trying to be kind is not embarrassing." I thankyou for that darling! 

Mengutarakan hal semacam ini jadi semacam obat tersendiri buat aku, anggap aja ini bentuk berbuat baik ke diri sendiri. Setiap harinya, mengutarakan atau mensyukuri hal-hal yang pernah terjadi bakal jadi obat mujarab tersendiri buat bertumbuh. Menyatakan selamat bertumbuh bukan hanya pas momen-momen tertentu doang loh, setiap hari kita juga perlu bilang, "Selamat Bertumbuh!”.

Thankyou,

Temanggung, 30 April 2020







"Shifts in the narrative would occur—the past never a fixed and dormant landscape but one that is re-seen. Whether we want to or not, we are traveling in a spiral, we are creating something new from what is gone." (Ocean Vuong in a novel "On Earth We're Briefly Gorgeous")

Satu dari sekian banyak hal yang aku syukuri dari pandemi ini adalah aku bisa punya waktu buat baca buku lebih banyak, meskipun kenyataannya banyak bosennya. Ya kan? Siapa yang ngerasain hal yang sama. Banyak mungkin, haha.

Baca novelnya Ocean Vuong adalah salah satu cara break the negativities, it's kinda mood booster.

Setiap harinya kita melakukan hal-hal baru atau mungkin mirip seperti hari kemarin. Tapi nggak akan sepenuhnya sama, karena waktu berjalan dan kita semua sama-sama sedang dalam perjalanan to creating a history. Dalam perjalanan belajar di hampir 3/4 semester dua ini aku bener-bener belajar banyak hal tentang perjalanan, mulai dari matkul Multikulturalisme-nya Mbak Suzie. If I could tell you the truth, she's the one who makes this semester remarkable.

Mbak Suzie selalu mengajak kita memikirkan identitas kita sendiri, atau how to deal with our life, how to understand who are they, where are they coming from, it is not as easy breezy as our mind could directly think about other people in the world we live in. Karena banyak pelajaran di dunia antropologi selalu mengajarkan untuk peduli ke kaum-kaum marginal.

Kalau udah gitu, aku selalu ngerasa this is exactly what I suppose to learn dan semakin yakin bahwa pilihanku nggak salah. Belajar antropologi berarti juga meningkatkan world view kita, beneran deh, aku kadang menyesali perbuatan-perbuatan atas pikiranku yang kadang suka memikirkan hal-hal negatif dari orang lain di luar dari diriku hanya karena belum mengenalinya. Belajar antropologi juga berarti belajar melihat dunia.

To me it means.. I have to know more who I am. Belajar mengenal masa lalu, apa aja elemen-elemen yang membangun aku hingga aku bisa jadi Nabila seperti sekarang ini. Sama banget kaya apa yang aku obrolin sama Mirza malem ini.

"Iya kan kita jadi lebih belajar mengerti dan punya perspektif baru dalam melihat dunia," kesimpulan aku sama Mirza yang kurang lebih begitu bunyinya.

Membaca dan mengenali cerita orang lain juga bisa jadi salah satu caranya, makanya aku selalu percaya, membaca buku adalah satu hal penting yang nggak boleh ditinggalin selagi masih punya waktu dan nikmat panca indera yang masih waras.

Supaya bisa,

"Creating something new from what is gone."

Good night,

Temanggung, 28 April 2020

"Sebenernya manusia punya energi-energi luar biasa yang ngga terduga, nah gimana caranya energi ini keluar tanpa harus ada momen-momen terdesak."

Obrolan malem itu di rumah temen Bapak, namanya Pak Gawal. Bapak dan Pak Gawal ini suka banget mempelajari hal-hal yang bisa mengimbangi akal dan hati. Kalau Pak Gawal juga bisa terapi reiki, sebuah terapi yang bisa mengeluarkan energi-energi negatif dari dalam tubuh. Ini ilmiah kok, bukan hanya ilmu-ilmu yang nggak terbuktikan.

Selalu seneng kalau ngobrol perihal beginian sama Bapak atau pun temen-temen Bapak yang lain.

Berusaha mempelajari kekuatan-kekuatan manusia, cakra-cakra di dalam tubuh manusia sampai spiritualisme kritis lainnya.

Nah, sadar atau ngga sadar kita selalu butuh latihan-latihan dan refleksi berulang kali buat menyeimbangkan emosi kita, menyeimbangkan hidup kita, dan menyeimbangkan ekspektasi-ekspektasi yang secara ngga sadar kita push ke diri sendiri. Terkadang muncul rasa lelah yang kita ngga tau sebabnya apa.

Makanya proses mengenal diri tuh terjadi sepanjang waktu seumur hidup kita, karena toh nyatanya kita selalu butuh evaluasi-evaluasi berkelanjutan supaya diri kita ngga melakukan kesalahan yang sama ke depannya. Hal-hal kaya gini yang sering bikin aku berkontemplasi atas segala hal yang terjadi.

Nasihat-nasihat dan cerita-cerita banyak orang di sekelilingku yang justru jadi reminder yang bisa nge-charge supaya aku ngga boleh merasa capek lebih dulu. Supaya ngga merasa capek sendiri, supaya percaya bahwa setiap manusia pasti punya kekuatan-kekuatan luar biasa di dirinya. Hal semacam ini butuh modal 'percaya' kan?

Nggak mudah ya ternyata percaya minimal ke diri kira sendiri. Butuh banyak perenungan untuk ngobrol ke diri sendiri dan ngobrol sama orang lain, semata-mata buat menyaring energi-energi positif di sekeliling kita.

What I'd like to say here is that.... don't be hesitate to talk to others. Don't push yourself too hard, find someone to talk. Don't ever think thay you have nothing in the entire world. I bet, everyone has their own energy to keep their life balance. Trust on yourself yah! I'm here to talk because sharing is caring!

Kunjungan malem itu ke rumah Pak Gawal yang rumahnya mojok deket sawah-sawah dengan minta daun mint buat ditanam di rumah, hehe.

Temanggung, 28 April 2020






Selamat pagiii

Beberapa hari ini ada beberapa keresahan yang jadi satu di kepala. Mungkin barang satu, dua atau sebagian orang dari kalian pernah merasakan hal yang sama. Apalagi aku yang susah banget buat ‘diam’ di waktu normal.

Pandemi ini sedikit banyak buat aku berkontemplasi, re-thinking about new way to look at our life. Kita akan sama-sama menghadapi dunia baru dari hari ke hari, sebagian harus pergi lebih dulu tapi banyak juga yang masih bertahan. Di balik semua aktivitas waktu normal yang direnggut, setidak-tidaknya kita masih punya waktu untuk belajar. Meskipun dengan sistem kuliah daring yang agak memuakkan.

Rasanya, pingin ngeluh aja terus pas awal-awal atau mungkin sampai sekarang. Ya kan?

Puncak keresahanku adalah di hari kemarin. Kok rasanya begini ya, begitu ya, nggak bisa melakukan produktivitas seperti yang orang lain bisa lakukan dan memanfaatkan kesempatan buat menolong orang lain.

Lalu, sungguh..  keresahanku terobati setelah ngobrol sama Savina. Sahabat keren dan cerdasnya nggak karuan yang lagi sama-sama berjuang untuk bertahan di Jepang.

“Nab, kita stay di rumah aja udah ngebantu dokter lho.. kata-kata Ernest yang dikasih temen aku sounds like he’s talking about the truth, ini tu pandemic, bukan ajang produktiviti, tugas kita sebenernya untuk bertahan.”

Tarik nafas yang dalem. He exactly replied my question. Mungkin emang bener kita nggak bisa melakukan semua hal yang menurut kita itu adalah ‘sebuah produktivitas’ sesuai ukuran kita. Tapi jangan terlalu khawatir, bukan berarti kalau kita merasa resah kita nggak peduli, justru kita peduli ke diri kita sendiri. Tapi coba deh, give yourself time and let yourself re-thinking and re-reflecting who you are.

Let your self grow as we go. Don’t push your self too hard yaa!

Temanggung, 27 April 2020

Catatan Pertemanan

Dari sekian banyak rupa kesedihan di tengah pandemi ini, masih ada hal-hal yang bisa aku syukuri ternyata. Terpaksa men-jeda-kan diri sendiri bukan hanya terjadi di satu atau beberapa orang pada suatu masa. Keterpaksaan ini sedang sama-sama kita semua alami, in the entire world.

Rasanya ingin berterimakasih ribuan kali,

Pandemi ini menambah berarti catatan pertemanan aku dengan banyak orang yang pernah aku temui di masa lalu. Mungkin aku belum bisa dibilang 'teman baik' dan menguntungkan untuk semua teman-temanku, buat aku menjaga pertemanan itu sama pentingnya dengan menjaga kesehatan diri sendiri.

Pertemanan itu semacam satu tubuh yang nggak bisa hidup terpisah-pisah. Catatan besar di tengah pandemi ini memunculkan budaya pertemanan yang baru, setelah bumi berevolusi hampir dua kali akhirnya aku terhubung lagi-lagi sama AFSer Triveneto lainnya, aku terhubung lagi sama squad I-US YLP.

Meskipun nggak semuanya, tapi mereka saksi nyata dari proses hidup aku. They were part of it, no matter where they are right now, they're the most valuable people, and I keep them deep inside my heart. Pandemi ini semacam 'reconnecting lives' yang ternyata sesuatu yang nggak kita prediksi sama sekali bisa terjadi kapan aja.

As simple as, nanyain "How are you guys doing right now?" di sela-sela percakapan via zoom dini hari karena menyesuaikan adanya time-zone dengan teman-teman aku dari Turki, Bosnia, Denmark, New Zealand itu nggak mudah.

Kita bisa ngobrol hampir dua jam. Sesederhana ngomongin kenangan-kenangan dulu yang cuma bisa kita mimpiin bakal terjadi lagi sampai kesedihan kita karena adik-adik AFS 19/20 terpaksa semuanya harus early return. I am so sorry we have to go through this tough time :(

Ternyata kita semua sama di dunia ini. Kita semua sama-sama sedang diuji untuk sesuatu hal besar kemudian. Bahwa menjaga pertemanan selalu butuh usaha, harus ada f aksi = f reaksi, keterkaitan satu sama lain. Butuh usaha dan waktu serta menanggalkan kegengsian untuk sekedar menyapa ya ternyata. Time flies, people change. Meyesuaikan ritme pertemanan satu negara aja susah, maka butuh usaha berkali lipat buat tetap menjaga ritme pertemanan kita dengan teman-teman di seluruh dunia.

Apa iya harus menunggu pandemi sampai kira ngobrol lagi?

It's a moment!

Temanggung, 25 April 2020

Terkadang memulai itu sulit banget ya, akan ada banyak hal yang berdatangan silih berganti di pikiran manusia. Apalagi manusia semacam aku, yang alih-alih cepat memutuskan, memikirkan segala risiko aja cukup memakan waktu bahkan waktu banyak teman untuk turut menasihati.

Di tengah pandemi ini, ada banyak kesedihan yang melanda. Banyak kesabaran yang diuji, tapi aku selalu percaya di balik semua itu ada banyak syukur yang patut kita hargai. Tips-tips sampai template-template bertebaran di sosial media. Intinya satu, mau ngapain ramadan tahun ini? Apa jadinya ramadan tanpa meramaikan masjid?

Setiap tahunnya aku selalu punya target untuk berapa kali khatam dan kajian-kajian di setiap ramadan. Beberapa kali tercapai seringkali juga tidak sempat atau alamiah sebagai perempuan yang nggak pandai mengkalkulasi kapan datang menstruasi hingga aku nggak sempat mencapai target. Sedih? Iya terkadang, tapi aku percaya Allah nggak menilai hamba-Nya dari segi kuantitas tanpa menghadirkan hati.

Ramadan kali ini akan jadi sebuah episode cerita yang berbeda, untuk aku, kamu, dan mereka.
Satu hal yang aku mau coba, mengkhatamkan Al Qur’an sekaligus artinya. Usaha mengaji sembari membaca arti waktu SD sampai hari-hari di Mu’allimaat ternyata belum usai. Alih-alih itu semua, membaca artinya pun belum tentu bisa kita praktikkan semua, ya kan?

Bismillah, akan aku coba.

Selain itu, ada ide menarik di twitter yang dikutip sama Golda, teman seper-antroan-ku. Sebagai milenial, seringkali kita mengkutip lagu lalu ada juga yang menuliskannya. Mungkin kali ini kita bisa coba mengutip minimal satu ayat dan kita maknai sendiri, tulis dalam jurnal. Ide menarik sekali :)

Ramadan kali ini akan berada dalam ‘kesunyian’ yang akan aku maknai. Rentetan ritme kehidupan sebelum pandemi seringkali membuat terlena. Semoga ramadan kali ini bisa lebih bermakna, menjadi lebih baik setiap hari itu adalah keharusan yang harus terus diusahakan. Selamat kepada siapapun yang udah melewati hari pertama ini. Semoga kita senantiasa diberi kekuatan ke depannya!

Temanggung, 24 April 2020

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Cari Blog Ini

POPULAR POSTS

  • Hari-Hari di Pamulang (3)
  • 2024: a magic of ordinary days
  • Tentang Bisa Punya Waktu Tanpa Libur
  • pagi yang aneh

Categories

AFS Italy 2017-2018 Self Talk Hijrah Malaysia Ramadhan di Italia
Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • April 2025 (1)
  • Desember 2024 (1)
  • Juni 2024 (5)
  • Januari 2024 (1)
  • Desember 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • Agustus 2023 (3)
  • Februari 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Desember 2022 (1)
  • November 2022 (1)
  • September 2022 (1)
  • Agustus 2022 (3)
  • Mei 2022 (3)
  • April 2022 (10)
  • Februari 2022 (1)
  • Desember 2021 (2)
  • November 2021 (1)
  • Oktober 2021 (2)
  • September 2021 (1)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (3)
  • Juni 2021 (2)
  • Mei 2021 (1)
  • April 2021 (2)
  • Januari 2021 (2)
  • Desember 2020 (2)
  • November 2020 (1)
  • Oktober 2020 (11)
  • September 2020 (1)
  • Agustus 2020 (2)
  • Juli 2020 (2)
  • Juni 2020 (1)
  • Mei 2020 (19)
  • April 2020 (7)
  • Maret 2020 (2)
  • Januari 2020 (1)
  • Oktober 2019 (1)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (1)
  • Juli 2019 (1)
  • Mei 2019 (1)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (1)
  • November 2018 (1)
  • Agustus 2018 (1)
  • Mei 2018 (2)
  • April 2018 (4)
  • Maret 2018 (4)
  • Februari 2018 (5)
  • Januari 2018 (7)
  • Desember 2017 (9)
  • November 2017 (6)
  • Oktober 2017 (6)
  • September 2017 (7)
  • Agustus 2017 (2)
  • Juni 2017 (12)
  • Mei 2017 (11)
  • April 2017 (6)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (2)
  • Desember 2016 (5)
  • November 2016 (6)
  • Oktober 2016 (6)
  • September 2016 (5)
  • Agustus 2016 (1)
  • Juli 2016 (1)
  • Juni 2016 (6)
  • April 2016 (2)
  • Februari 2016 (1)
  • Januari 2016 (2)
  • Desember 2015 (1)
  • November 2015 (3)
  • Agustus 2015 (1)
  • Juli 2015 (1)
  • Juni 2015 (4)
  • Mei 2015 (1)
  • April 2015 (2)
  • Februari 2015 (6)
  • Januari 2015 (3)
  • Desember 2014 (4)
  • November 2014 (14)
  • Oktober 2014 (2)
  • Agustus 2014 (3)
  • Juni 2014 (12)

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates