Nabiloski De Pellegrini
Hari ini.

Entah angin apa yang membuatku untuk #throwback selintas 5 tahun belakang. Saat dimana aku sedang memupuk keberanian sekuat-kuatnya. Saat dimana ketakutan selalu menghantui tanpa henti.

Tentang bagaimana waktu memaksaku untuk cepat dewasa dibanding kawan sebayaku.

Biarkan aku bercerita ya (?)

Aku baru saja menyudahi amanah sebagai wakil ketua kelas 6A Sd Muhammadiyah Parakan, karena kekuatan sebuah pilihan roda kendaraan membawaku ke Kota Pelajar. Hei, aku ini bocah kampung. Bisa saja aku ndeso di sana, bayanganku kala itu. Artinya aku harus meninggalkan sawah dan kali yang hampir setiap hari kujelajahi.

Di sekolah tua itu, setiap generasi yang hadir pasti akan memilih Ketua Angkatan,  bak pemilu kecil. Sekolah tua itu didatangi muslimah se-nusantara. Perasaan takut dan penasaran bercampur aduk. Semuanya beresonansi bersama, menghasilkan frekuensi perasaan baru; Perasaan aneh tak terdefinisi.

Kelas telah berjalan, perbincangan siapa bakal calon semakin bising. Pemilihan di kelas sempurna membuatku kembali menjadi Wakil Ketua kelas. Entah. Perbincangan Ketua Angkatan terdengar sangat bising di telinga. Apalagi kawan SD ku yang bernama Wafda Salsabila tidak pernah berhenti promosi. Huhh sebal ! Aku yang dilanda ketakutan dan kekalutan, andai kau tau Sal ?

Finally, 12 - 12 - 2012 sempurna aku dibaiat menjadi Ketua Angkatan 92, angkatan yang belum bernama. Bersama tiga temanku, Vivi sebagai Wakil Ketua, Bira sebagai sekretaris, Ochi bendahara. Honestly ada Rizka FU yang menjadi bagian dari kami, tapi beberapa hari kemudian ketika aku datangi ke asrama dia memilih mundur dan menyerahkan semua buku perbendaharaan ke Ochi. Allah, partnerku akan berkurang satu. Empat banding berapa ratus (?)

Semuanya bercampur aduk. Aku masih belum siap. Astaghfirullaah !! Yang seharusnya kalimat pertama adalah ucapan basmalah. Is not that easy dear. Budaya di sekolah itu adalah 3 tahun berturut menjabat. Oh My Lord. It is so long time.

Anyway, saat orasi ku katakan sejujurnya, "Pilih yang menurut kalian itu cocok dipilih. Aku sama sekali tidak berharap dipilih." Walhasil bisa-bisanya sepertiga lebih malah memilihku. Aduh, batinku seketika. Angkatanku adalah tahun ketiga yang dibagi menjadi kelas multilingual dan reguler. Ketika itu, kami benar-benar seperti dipisahkan oleh madrasah ! Angkatanku dibagi menjadi 3 asrama.

Ketakutanku semakin menguat. Cerita kakak kelas bahwa nama angkatan akan sangat dijunjung sekalipun personal yang melakukan, lalu betapa pengalaman dua tahun sebelumnya reguler dan bilingual sulit bersatu. Eh iya, sebutan multilingual baru pertama di angkatanku. Prinsipnya tidak jauh berbeda.

Bagaimana bisa aku menyatukannya dengan 200 anggota lebih ? Bagaimana bisa aku mengenali segala watak mereka yang datang dari seluruh penjuru negeri ? Bagaimana bisa aku menjadi 'Pendengar yang Baik' bagi mereka ? Bagaimana belajarku nanti jika aku tidak fokus ?

Ahh Aku takut !

Salah satu kalimat penguatku adalah ketika aku bercerita ke Mbak Linta, seseorang yang menjadi sandaranku karena di asrama yang sudah aku kenal dari kecil hanya dia. Seseorang yang mendengarkan seluruh tangis tumpah ruahku. Seseorang yang selalu mengingatkanku akan rumah, mengingat desa keluarga kita yang sama. Mbak Linta juga teman baik kakak sepupuku. Ibuku juga menitipkanku kepadanya. Aku akan senasib dengannya. Menjadi Ketua Angkatan ! Tapi kala aku naik dia baru saja turun, katanya, "Kalau aku tantangan di Mu'allimaat itu dihadapi aja," saat kita berdua duduk di ranjang atasnya.

Mengingat juga senasib, karena satu atap didikan dari TK di Temanggung sampai Sekolah di Jogja.

In the name of Allah. Iya, aku harus bisa.

***

Tantangan bergulir menginjak semester 2,

Gebyar Mu'allimaat pertama yang akan menjadi parade tahunan datang. Aku harus bisa adil membagi tim. Harap-harap cemas angkatanku bisa juara melawan angkatan kakak kelas. Aku juga harus membuat strategi supaya angkatanku menjadi bernama.

Muncul dua nama, Genetrix dan Frezighwelt yang kala itu menjadi pertarungan sengit. Sampai pada voting ketiga kalinya JADI ! Pemilih Frezighwelt ini banyak disindir di asramaku. Membuatku harus menjadi bijak menyikapi keduanya dan tidak boleh sama sekali condong. Duh, semuanya baru aja lulus SD aku pun juga. Waktu ada yang menangis aku harus menenangkan. Beberapa kali aku mengadu kepada diriku sendiri, aku juga mau menangis dan acuh tapi apa iya seorang pemimpin bijak melakukan hal itu ?

Pada akhirnya di akhir bulan Januari nama angkatan resmi menjadi Genetrix 92 dengan semboyan "Extraordinary namun tetap berjati diri!" kala itu Dewi Hajar yang menyampaikan sebagai perwakilan dari teman-teman. Heuuuu, alhamdulillaah. Tugasku rampung satu, menegaskan sebuah identitas.

Lalu saat perlombaan PBB di Gebyar Mu'allimaat I Muthia Zakky atau akrab dipanggil Ochi menjadi Danton Pasukan. Rasanya harus berani dan malu yang datang bercampur aduk tidak karuan, melihat angkatan lain yang super. Ditambah Najma yang tiba-tiba asma, lalu anak reguler yang protes ini itu. Pasalnya, bagaimana aku bisa mengendalikan situasi dan diriku dengan baik. Sekaligus harus tetap percaya apapun yang terjadi, entah akan memalukan atau tidak. Haha.

Hal kedua adalah aku mencari sela Baju Tari bersepeda ditemani Elma ke daerah Jogokaryan, sebagai pemula itu sangat jauh ! Chemi sebagai komandan pasukan tari. Aku dan Elma pergi meninggalkan Lomba Video Klip di madrasah, katanya aku dipanggil-panggil kakak panitia. Entah. Ketika lomba tari, aku deg-degan dan sangat was-was. Tambah tiba-tiba Chemi lari ke belakang dan membuat satu angkatan bingung dan so pasti menahan malu, dia berbalik karena musik pengiring salah diputar ! Allah ! Aku riweh sendiri sebenarnya tapi aku harus calm down.

Kalau di tuliskan satu persatu akan butuh berlembar kertas karena semua hal yang berasa senang, haru, takut jadi satu. Tidak bisa dengan tegas dilukiskan satu rasa. Mulai dari laporan ini itu, teguran kakak kelas yang kadang santun tapi juga nylekit, persiapan ulang tahun angkatan, buat baju, lomba parade tahunan, masalah personalia, cap ini itu dari kakak kelas, acara D'Minds Move Miracle IPM yang harus di handle totally dari angkatan, menyatukan reguler dan multilingual, asrama yang kepisah jadi lima. Ahh banyak banget intinya.

Sampai aku harus menata waktuku supaya bisa berkunjung ke semua asrama supaya aku lebih mengenal siapa saja yang dibawah komandoku. Bahkan ketika tugas dan banyak hal menumpuk aku tulis sampai berderet ke bawah di satu kertas.

Aku selalu menanamkan. Kamu Ketua Angkatan, siapa saja pasti menyorotmu !

Anyway, aku juga orang yang pemikir jadi bukan yang so slow sekali waktu menghadapi sesuatu kala itu. But for now, ya bisa di liat begini adanya wkwkw, seenaknya dan sesukanya asal bahagia.

Kadang aku berfikir, aku juga masih bocah ! Aku bukan psikolog yang harus bisa memahami satu persatu dan memuaskan tiap aspirasi. Aku juga manusia biasa. Hmm, itu teriakan wajar kan ? Tapi kalau aku hanya mengeluh dan tidak berdamai dengan keadaan lalu buat apa ? Bagaimana kamu akan membuat masa kepemimpinanmu dikenang ?

Masa sulitku juga ketika aku tiba-tiba terpleset di asrama dan membuatku harus menggunakan kruk selama tiga minggu. Dan ya waktu itu aku harus UKK di lantai dua pojok. Tiba-tiba juga si Tiwi ketua kelasku pindah, otomatis aku menjabat sebagai Ketua Angkatan dan kelas sekaligus di penghujung semester.

Di lain sisi aku harus merawat diriku dengan baik mengingat kakiku yang cidera, tetap fokus ujian dengan keadaan apapun, tidak merepotkan banyak teman, memimpin angkatan dan kelas. Hal yang lumayan berat harus aku jalani. Aku masih bocah 13 tahun heii.

Aku merasakan haru, ketika teman-teman banyak yang memutuskan pindah di tengah perjalanan, semuanya selalu pamit. Padahal boleh jadi aku belum mengingat betul siapa namanya. Allah, terimakasih ! Ini bagian dari hubungan antar manusia.

Aku seperti tidak bisa merasa merdeka waktu itu. Tapi pada akhirnya aku menemukan hakikat merdeka setelah itu. Aku seperti terus dilanda ketakutan, bahkan Rumah menjadi satu-satunya penenangku setiap harus balik ke Jogja pasca liburan aku selalu was-was. Tapi pada akhirnya aku menemukan makna keberanian. Aku seperti tidak bisa menjadi diriku sendiri karena banyak yang menuntut ini itu, tapi pada akhirnya aku belajar menemukan jati diriku.

Berbekal itu semua, Allah membawaku menuju Negeri Paman Sam di penghujung masa biru dongker. Heii, semua itu tidak akan terjadi kalau aku tidak menuliskan seluruh pengalamanku ketika menjadi Ketua Angkatan dan Sekretaris OSO IPM MTs. Semuanya berkat kalian ! Dan semua yang membersamai ketika aku memimpin di sekolah tua itu.

Aku yang dulu sangat kaku dan idealis menjadi belajar lentur menginjak peralihan biru dongker menuju abu-abu. Aku yang dulu heran kenapa sekolah sebrang yang kaum Adam takut dengan sosokku. Padahal aku sama sekali tidak mengenal mereka. Tapi aku keras dengan laki-laki karena merasa belum butuh untuk mengenal mereka ketika itu.

See ? Sekarang malah aku banyak berkawan dan berbagi banyak hal dengan semuanya. Bagiku, semua adalah kawan tanpa pandang bulu. Peduli amat orang akan berkata apa.

Justru banyak kekhawatiranku di awal malah semakin menguatkanku bahkan tidak sama sekali mengganggu belajarku, aku tetap bisa bertahan dengan segala hal yang semoga terus cemerlang. Jangan khawatir, setiap pemimpin pasti tidak akan pernah berjalan sendiri, Allah yang memberi amanah melalui perantara manusia di sekitar kita akan selalu menuntun tanpa tapi.

In the name of Allah.

Masa itu adalah masa paling berharga di berjuta detik perantauanku. Aku belajar Mengenal Manusia. Aku belajar bahwa Merdeka itu datangnya dari kita sendiri, orang lain tidak akan pernah bisa membelenggu kecuali ketika kita tidak percaya. Aku belajar, bahwa manusia memiliki batas kemampuan tetapi tetap percaya bahwa manusia punya kekuatan yang masih tersembunyi.

Ketika kau mengenal manusia, kau akan mengenal dunia. Tuhan akan membawamu mengenal lebih banyak manusia dengan rentetan perjalanan yang menakjubkan. Aku percaya itu, aku membuktikan itu dengan segenap perjalananku sejauh ini.

Tandang ke gelanggang walau hanya seorang, kita datang sendiri dan akan pulang juga sendiri.

Terimakasih Pasukan Genetrix 92. Mungkin ini adalah penghujung tahun untukku denganmu, karena waktu bergulir dengan batasan Tuhan.

May Allah lead your way:)))
Selamat menikmati penghujung tahun terakhir di Mu'allimaat !


Salam Kawan,

Kertek-Parakan
27-29 Juni 2017



Ini sekarang, kita telah lalu. Sejak 11 tahun lalu.

Salsa. Aku tetap memanggilmu Salsa diantara sekian banyak manusia yang memanggilmu "Wafda, WS dsb". 6 tahun di kota asal kita tidak bisa mengubah begitu saja untuk perjalanan menuju 6 tahun di kota rantau kita. Dan kamu masih suka panggil aku, "Biella Biebels". Itu alay banget ya Allaah:((

Dulu, kamu kecil dan sepertinya tidak akan bisa tumbuh lebih tinggi. Tapi ya kok sekarang Super Sekali Laju-nya Sal. Bikin aku, duh Sal :'). Kalau kamu inget, pas masa merah-putih kita sukanya rebutan dan itu ngeselin banget anyway. Haha.

Kalau bukan karena kamu, mana bisa aku jadi Kapten Bahtera Genetrix 92 untuk masa biru dongker. Heuu, kamu ya ngga berhenti promosi. Itu nyebelin !! Mana sangka lagi, kamunya malah sekarang jadi Komandan pasukan Ilmiah Siti Walidah Junior a.k.a Ketua Umum KIR ASGAMA Mu'allimaat. Kamu progresif sekali:))

That's all Sal ! Aku ngga pernah bosen lho di setiap momen 'harus foto sama temen SD pokoknya gamau tau'. Untuk 5,5 tahun sekelas tambah setahun di Jogja. Jangan bosen sama aku 😉



Temanmu,
Since 2006 +++




Tulisan ini kutuliskan sebelum hari berganti dalam hitungan masehi. Aku ingin menulis tentang peralihan hari atas hitungan hijriah. Lebih tepatnya tentang peralihan bulan. Jujur saja, untuk bulan suci ini aku sangat sedih bercampur bahagia. Aku semakin mengenal diriku dengan ibadah yang aku anggap masih sangat kurang. Masih belum memberikan penghambaan terbaik kepada Allah, Tuhan Semesta Alam.

Hal paling aku takutkan dan khawatirkan adalah ketika aku kehilangan momen lailatul qadr dengan baik dalam setiap ramadhan.

Tapi ramadhan kali ini benar-benar berbeda. Aku menjalani di usia simbolis kematangan seseorang, ya 17 tahun. Aku merasa sudah menjadi anak gede yang sedang mengumpulkan kekuatan diri dan hati. Bulan suci ini, hampir sempurna Allah membolak balikan hatiku dengan banyak kejutan dan kejadian yang harus aku kendalikan dengan bijak tanpa pernah melupakan Dia Sang Pembolak Balik Hati Sejati.

Ramadhan kali ini telah membawaku pada banyak rongga dunia. Penjelajahan langit sementara waktu dan negeri Jiran pada dua pertiga Ramadhan-ku. Banyak hal yang menyadarkanku atas kehadiran Tuhan. Atas perjalanan hidup yang Masha Allah dengan pergolakan hati tanpa jeda. Aku harus mengatur ritme tubuh dan ibadahku. It's not easy, actually.

But. I'm struggling

Ramadhan kali ini banyak sekali pertarungan hidup yang rasa-rasanya babak baru akan dimulai dengan mempersiapkan mental sekuat-kuatnya. Mengingat yang semoga tahun depan aku akan menghabiskan Ramadhan di lain negeri. Ruang dunia yang lain.

Karena itu semua, Tuhan menyadarkanku bahwa momen dengan keluarga kecil adalah hal berharga yang harus kita punya ! Aku mencari dan selalu berharap semuanya jangan sampai meaningless. If you can make it as meaningful. Why not ?

***

Sudah sejak semalam kepalaku pening seusai tarawih. Bulan-bulanku di Negeri ini tinggal sedikit lagi. Tapi aku masih so santai sekali ? Lalu aku harus apa ? Begitu saja sudah bikin pening.

Malam tadi adalah malam ganjil terakhir pada bulan Ramadhan 1438 H. Doaku dan hopefully ku itu adalah Lailatul Qadr. Ya barangkali kaan ! Aku menghabiskan fajar terakhir di bulan Ramadhan bersama karpet syahdu di bawah kubah Masjid Al Ashri. Mengejar bacaan Qur'an yang beberapa kali tidak aku sempatkan. Fajar itu lebih ramai dari biasanya, aku yakin semuanya bersedih hati meninggalkan Ramadhan. Masjid riuh dengan lantunan ayat suci. Kami mengejar Isra' ! Ketika matahari terbit kira-kira pukul 6 lebih kami sudahi dengan dua rakaat sholat, pahalanya setara dengan umrah. Ini menjadi kebiasaan 10 hari terakhir Ramadhan bersama Ibu dan Dek Hanun tahun belakangan.

Hey lihat di ufuk timur  ! Matahari terbit dengan sangat indah, langit merekah dengan perpaduan warna yang sangat cantik. Empat gunung dengan satu terpisah di utara, yang terpisah adalah Gunung Ungaran sedang yang tiga berjajar adalah Merapi, Merbabu, dan Andong. Oh Allah ! How wonder I am. Semoga pradugaku tidak melesat. Bahwa ini lailatul qadr. Aku tidak lupa mengabadikan momen fajar dengan kamera smartphone Bu Nur, karena aku lupa bawa hape hehe.

Boleh di lihat di sisi barat agak ke selatan. Gunung Sumbing yang menjulang dengan terang, gemerlap lampu pedesaan yang benderang. Aku suka❤ Aku jadi merasa anak kampung yang udah lama nggak balik kampung. Jadi so ndeso kalo lihat gunung. Ahaay ! Aku suka langit pada setiap pergantian waktu. Itu sangat romantis ! Apalagi denganmu, wkwk noo it just kidding yeaayy.

Ramadhan pada kali terakhir itu membawaku pada banyak kesimpulan diri dan negeri. Sebentar lagi kamu pergi, jaga diri hati-hati Bila :))

Jangan lupa, kamu pergi untuk kembali.

Oh ya, aku juga akan bercerita tentang malam takbir yang Ramai di Kota Parakan yaa. Tunggu !


Temanggung,

1 Syawal 1438 H

Hari ini dan satu hari lalu.

Aku mengembara fajar di Masjid Kampung dengan tenang. Ditemani syahdunya beberapa tetangga yang membaca Al Qur'an. Tapi sebelum itu, seusai sholat shubuh Pak Pri selaku takmir masjid mengumumkan terkait zakat fitrah, bahwa masjid sudah mulai membuka untuk pengumpulan dari penduduk kampung. Tiba-tiba di pojok kiri depan shaf laki-laki seseorang yang biasa dipanggil Pak Mad menangis, aku agak bingung seketika menengok ke bawah dari lantai dua (khusus perempuan). Lalu dua putranya mendekati.

Bu Hid di dekatku berkata kalau beliau mungkin merasa Nyaass ketika mendengar zakat fitrah, tandanya Ramadhan akan usai mengingat ibadah yang selalu saja kita merasa kurang. Pak Mad ini juga mengidap stroke, jadi pantas saja jika badannya kadang terkejut. Beliau pun harus digendong kedua putra ke rumah yang hanya dekat saja di sebelah kiri masjid. Semoga lekas sembuh dan tanpa lelah menghamba ya Pak !

Akhirnya kami semua beralih fokus ke diri masing-masing. Untuk mengejar Isra' nanti ketika matahari sudah terbit cukup tinggi pada jam 6 lebih sedikit diakhiri dengan shalat dua rakaat. Pagi itu aku banyak berharap semoga sore nanti aku bisa berbuka di rumah. Yang lalu sudah usai dengan banyak janji berbuka bersama kawan lama.

Hari itu juga aku mampir ke rumah Pakdhe di Desa Campursalam. Pakdhe ku yang paling dekat, biasa kupanggil "Dhe Prab". Ahahaha. Beliau beberapa kali sms aku, untuk sekedar bertanya kabar. Alamat aku jarang sekali pulang ke Temanggung karena banyak hal mengurung dan memburuku di Jogja,

"Pripun bil kabar sehat-sehat to lancar," atau terkadang, "Wingi Bila kundur kok mboten mriki nggih sampun nek pun teng Jogja."

Itu tanda rindu bukan ? Iya aku juga rindu sekali dengan kumpul keluarga besar di Desa Campursalam, kumpul dengan sepupu yang semasa kecil mbolang ke sawah bareng-bareng, berburu burung dengan pistol Pakdhe Dono, sampe manjat Pohon Pakel dekat rumah Pakdhe. Kadang-kadang juga  mandi di sungai dan sok-sokan melawan arus gitu, yaah itu dulu rasa-rasanya agak wagu kalau sudah se-gede ini mbolaang kaya gitu. Perhaps there is time yeaah.

Kawasan tiga rumah Pakdhe ku sudah semakin ramai, karena tanah warisan sekitar di jual dan dibangun rumah orang lain. Padahal dari ujung ke ujung itu luas sekali. Tapi ya apalah daya kalau itu demi pendidikan cucu-cucu Mbah Kakung Suwito, Dalang masyhur pada masanya.

Dan ya FYI di keluarga ibu, aku selalu di panggil "Dek Bila" oleh semua sepupuku dari yang masih belita sampai yang kuliah. Just because my mom is the youngest one, yaa Ibuku Bungsu dengan empat kakak laki-laki. Kontras denganku sebagai Putri Sulung.

Desa Campursalam banyak menjadi saksi bisu masa kecilku. Saksi kedekatanku dengan sepupu-sepupuku yang mana hampir semuanya merantau. Hanya tanya, kapan bisa kumpul seperti dulu ?

Aku bahagia. Selalu disambut dengan keramahan warganya dengan bahasa krama halus dan aku menyebut diriku dengan "Bila" bukan "Aku, Kula atau apalah itu", seperti tanda kok selalu kecil gitu hahaha.

***



Saat mengembara senja untuk berbuka aku ngebet sekali pingin ke Masjid Kampung buat ketemu anak-anak kampung yang lagi TPQ. Dari rumah Pakdhe diantar ke Bahdung lalu naik angkot kuning sampai kampung, Tambah harus bawa kubis se-kresek buat ibu dari Budhe. Dududu

Rasanya rinduku terobati. Mengingat kedekatanku dengan anak-anak kecil disini. Aku suka kalau aku cerita selalu disambut hangat dan disimak baik-baik. Tidak ada tanda ricuh dan unresponsive. Karena aku belum nyiapin kisah islami, jadilah aku cerita pengalaman sewaktu di Malaysia. Sayangnya anaknya semakin sedikit. Oh ya, ada satu anak kecil namanya Dek Nagata yang habis kecelakaan. Tapi syukurnya keluarganya berbagi kebahagiaan dengan memberi Ayam Popeye sebagai bekal berbuka. Takjil sore itu tsedap bin enak. Ada jus mangga, tempe goreng, snack tango biskuat dll.

Kami berbuka bersama di Masjid, hujan menerabas deras di luar. Heuuu, gagal lagi buka di rumah ditambah Dek Daffa yang belum pulang dari ndaki Sindoro. Tapi di Masjid ada Ibu dan Dek Gibran. Alhamdullilaah.


Tapi ada bahagia yang lain dari temanku yang tinggal di bagian timur Jawa, dia berbagi kabar kalau sore itu keluarganya lengkap di rumah jadi bisa bareng berbuka puasa, karena hampir semuanya aktivis jadilah kerap sibuk dengan aktivitas masing-masing. Selamat ya. Salam hangat. Yaaah, lucky you ! My time is today and tomorrow. Hopefully !


FYI terakhir. Heyy ! Akhirnya aku sholat tarawih pertama di Masjid Kampung. Ahaay :)))

Hari itu sangat merdu karena bertemu manusia-manusia yang dirindu.

Temanggung,

28 Ramadhan 1438 H
Syekh Maza, Mufti Perlis Malaysia

Seperti ceritaku dan janjiku beberapa hari lalu. Ini sebuah cerita di senja Sik Kedah menuju Negeri Perlis. Yang semuanya adalah tanpa praduga !

Selamat Menikmati ! Semoga Menginspirasi !

***

3 Juni 2017 / 8 Ramadhan 1438 H

"Aku pingin ke Kedai Buku, buku apa ya yang bagus di Malay, " aku mencuat di grup bersama dua orang temanku, jadi kita bertiga saling mendorong untuk menulis minimal 15 jurnal di bulan suci ini.

" Syekh Maza Bil, tanya ke Pak Lung mu," kata seorang teman yang juga pernah ke Malaysia.

"Siapa itu ?" aku semakin dibuat penasaran.

"Mohd Asri Zainul Abidin, Mufti Perlis. Tanya o ke Pak Lung mu."

***
4 Juni 2017 / 9 Ramadhan 1438 H

Eh kebetulan siang itu selepas mengajar Pak Lung ada di Office Pejabat Rumah Gemilang. Jadilah kami mengobrol sejadi-jadinya. Selalu ada obrolan dari hal ringan sampai yang ringan seputar Islam. Pak Lung Sohhimi sangat tau kiprah Buya Hamka sedang aku dan Umma yang orang Indonesia agak sedih tidak tau menau banyak soal beliau. Untuk mengobati rasa penasaranku akhirnya aku menanyakan terkait siapa Syekh Maza atau Mohd Asri Zainul Abidin yang merupakan Mufti Perlis itu. Perlis, negeri di atas Kedah. Tanpa babibu Pak Lung menceritakan sekilas kiprah beliau.

Syekh Maza ini salah satu pembaharu di Malaysia yang banyak ditentang golongan tua karena menerabas adat, misalkan berdoa sendiri-sendiri dengan tidak berjamaah selepas sholat. Banyak umat Islam yang sudah membaca pemikiran-permikiran beliau tapi mereka tetap befikir sedikit kolot dalam menjalankan syari'at. Kalau kata temanku,

" Beliau moderat, dituduh wahabi, dan dihujat juga. Tapi cemerlangsss," sekilas penjelasan temanku.

Yup. Mufti Perlis yang beda, syukur banget bisa beli bukunya, at least. But the reality say more anyway. Jadi Pak Lung cerita kalau sering ada majelis dari beliau di bulan Ramadhan ini. Letak Perlis itu kurang lebih dua jam dari Sik Kedah. Dan beliau mau ngajak kita ke majelis beliau, wawaaa. Masih mau ditanyain dulu tapi sama adik Pak Lung yang di Alor Setar. Poinnya bukan cuma bisa ketemu beliau tapi juga menjelajah sampai Negeri Perlis kan bakal jadi something sekali di perjalanan ke Tanah Melayu ini.

Spontan temanku yang beri informasi singkat soal Syekh Maza ini gemes dan menitipkan salam dari pengagum di negeri seberang. Okay , I will !

***
7 Juni 2017 / 12 Ramadhan 1438 H

"Okeey, nanti kawan-kawan tulis ya dibuku. Dan coba tulis besok nak jadi apa sesuai kata bahasa Arab yang sudah kakak kasih," kataku kala mengajar bahasa Arab terkait profesi, masih ada Akuntan yang aku masih belum nemu artinya. Tiba-tiba Pak Lung dateng ke surau, Umma yang langsung bergegas menemui beliau.

"Bil kita kehabisan tiket, baru ada sampai tanggal 20," sambil siap siap lari ke Office Pejabat dan aku harus fokus mengajar. Jadi agak risau Um, huh.

Menyisakan aku, akhirnya pun aku bilang ke budak-budak buat izin ke luar sebentar selama lima menit. Setelah sampai di Office Pejabat ada Akak Aziah, Umma, dan Pak Lung. Semuanya mesem-mesem. Kan jadi tambah bingung.

"Pak Lung gurau ke kalian. Pak Lung nak aja ke Perlis, bertemu Syekh Maza," kata Akak Aziah.

Hey. What super shock I am kaan. It was truly the one of funny thing in Jiran. Let's get Along !

"Pak Lung nak ambil Mak Lung dulu. Wafiq dan Fawzy nak diajak tak? Nanti kita bertolak pukul empat."

Wafiq dan Fawzy pun ikut. Berenam kami jadinya meluncur menuju Alor Setar. So sempit sekali di kereta alias mobil yang minimalis itu. Ternyata kita singgah untuk beranjak ke ashar di rumah Pak Su yaaayy! Pak Su sempat berhubungan dengan Syekh Maza sewaktu dulu di UIA. Waktu sampai rumah Pak Su atau Mak Su Azlina aku langsung coba kursi pijat listrik itu lagi. Rasanyaa huh enak banget, dimanjakan sebentar boleh lah ya. Aku dan keluarga itu seperti sudah kenal lama, tidak ada kesungkanan antara aku dan keluarga di rumah itu. Sampai aku minta air buat bekal kalau nanti berbuka juga. Mimpi apa aku sebelum ke sini, wherever I am gone I always get the word of family. From US -  Malay - Indonesia

Semakin aku melihat seluk beluk Alor Setar. Sampai pada suatu jembatan yang disampingnya ada rel train, Mak Lung Phuziah cerita kalo yang nge-design itu adiknya beliau yang sekarang bagian engineering di Cirebon. Sebulan sekali beliau pulang ke Malaysia. Mampir dulu di Kedah Medical Center buat nemuin Kak Siti Sarah, si bungsu Sohhimi. Setelah sebelumnya kami berganti van yang lebih besar, yang muat untuk kami berenam. Alhamdullilah habis sudah riwayatku sempitan sama Umma, Wafiq dan Fawzy. Yaaayy!

Kami melewati pusat kota Alor Setar ! Banyak bangunan yang unik, ada pula kami temui Masjid India, Menara khas Alor Setar, toko-toko yang banyak berbeda daripada di Sik Kedah. Well, lebih macet juga pusat kota itu. Lebih banyak persimpangan pula. Tapi akhirnya kami berjalan lurus mengikuti alur yang kira-kira satu jam mencapai lokasi Syekh Maza. Oh ya, waktu berhenti di pom bensin Mak Lung belikan kami roti-roti dan minuman teh kemasan. Antisipasi kalau sebelum sampai adzan maghrib berkumandang.

Dalam suatu perjalanan aku tidak berhenti memperhatikan langit. Apalagi langit diantara perbatasan Negeri Kedah dan Perlis. Pada setiap langit di bagian bumi yang berbeda selalu terlihat berbeda pula. Kala itu sewaktu menerabas bawah jembatan panjang langit Perlis awannya terlihat kecil-kecil dengan warna langit senja merah-jingga-orange-biru yang bercampur aduk. Tapi tertata rapi. Tandanya menjelang berbuka !

Umma tetap stay dengan Google Maps sebagai penunjuk jalan bagi Pak Lung. Beberapa berbelok sampai juga di suatu masjid yang terlihat seperti di tengah desa dari jauh tapi waktu sampai banyak bangunan kota Perlis.

Adzan sudah menguap lebar ! Dengan terburu kami meluncur masuk ke halaman Masjid Tuanku Syed Putra Jamallulain. Banyak tenda putih dengan tenda kuning terpusat di depan. Sangkaku itu tenda milik pembesar Negeri Perlis, Raja dan Mufti ada disana !

Langsung ada Mak Cik bergamis hitam dan berjilbab hitam besar pula melambai kepada kami supaya segera ke arahnya. Akhirnya kami melewati kerumunan yang tenang menikmati buka puasa. Kami disambut dengan kotak putih makanan yang cukup besar dengan nasi India yang bertekstur panjang dan ayam renyah. Waw , akankah habis di perutku? Pertanyaan pertamaku. Suasana bikin rindu Indonesia kala itu, ingin segera memupuk rindu di Masjid terkemuka di Indonesia.

Yass ! Kami baru bisa face to face ke Syekh Maza setelah tarawih, maybe. Masjid itu salah satu yang sholat tarawih 11 rakaat di antara masjid lain yang biasa 23 rakaat. Aku ingat sekali, langit malam itu. Bulannya sudah mau melingkar rapi. Tanda pertengahan ramadhan mendekat, terlihat dari daun pohon kelapa di depan serambi masjid.

***

Ba'da tarawih terlihat di salah satu serambi dimana muncul setelah pintu keluar pembesar Perlis. Bak siaran pers tapi sederhana saja. Pak Lung Sohhimi bersiap hendak menyampaikan niat kami. Setelah usai, wawawaa warbyasaa sekali walhasil kami bisa mengobrol sebentar dengan beliau. Beliau pun tau Muhammadiyah, perbincangan singkat yang menggelegarkan. Berharap bisa dengan mantap mengudarakan islam yang rahmatan lil 'alamin tanpa takut hujatan karena memperjuangkan kebenaran hakiki. Murah hatinya beliau  kami di-sangoni dengan 100 RM untuk berempat. Yeeeee ! What a super 'Berkah Ramadhan', dan hal fatal ((maybe)) aku, Umma, Wafiq dan Fawzy bisa-bisanya malah abai dengan Raja Muda yang berjubah hijau. Kami hanya fokus ke Syekh Maza ! Hey , so lol anyway. Pasal ini baru kami sadari sewaktu duduk manis di Van.

Yasudahlah.

Perjalanan di malam itu cukup menggetarkan banyak hati yang dirundung gelisah. Mengingat Ramadhan terus berlari dengan ibadah yang masih berjalan lamban. Tapi juga sumringah dan terdorong luar biasa karena bertemu Tokoh Islam di Negeri Jiran, yang santun sekali. Perjalanan malam itu diakhiri dengan perut yang sakit gara-gara dipasok makanan tanpa henti. Bukan karena rakus, tapi tak enak jika ku tolak begitu saja. Apalagi Pak Lung Sohhimi dan Mak Lung Puziah berbaik hati membelikan. Dududu

Semoga Card dari Mufti Perlis bisa memberi kebermanfaatan di lain hari. Menjalin -rahim- sesama muslim.

So sorry for long time


Diselesaikan di Temanggung,

27 Ramadhan 1438 H


Tadi pagi. Aku bernafas merdu. Menyematkan namamu atas langit kotaku. Berharap kamu turut menghirup udara yang sama sepertiku. Disini saja. Tak usah lari. Tak apa, sekejap saja. Pada waktu nanti ya :')

Seperti mengembara fajar pagi tadi. Akan elok jika denganmu


Temanggung,
26 Ramadhan 1438 H
Mendadak Rindu Kampung

Kabut tebal sepagi tadi sedikit banyak mencairkan kekuatanku untuk kembali beraksara. Setelah sekian banyak momen belum kuabadikan dalam aksara yang padahal sebelumnya selalu sangat manja di tangan dan hatiku. Kabut tebal yang dilihat dari serambi lantai dua Masjid Kampung. Kehadiran semalam di luar pradugaku, harusnya masih ada banyak urusan di Jogja hingga penghujung tanggal 20.

Kerterburuan ini menguntungkan kaan Bil ?

Aku janji. Aku janji untuk menulis setengah perjalananku di Malaysia yang belum selesai ter-abadikan yang bertambah melewati bagian bumi yang lain. Aku janji menuliskan kisah "Malin Kendang" yang tercipta dua hari lalu bersama enam kawan yang masih terus berjuang untuk menjadi Bocah Nusantara yang akan Merantau setahun ke depan. Aku janji, akan menuliskan kisah konyol di langit ibu kota sekitar empat hari lalu. Ingat ya, aku janji.

Don't let me down !

Setelah sekian banyak makanan ala negeri seberang, makanan Jogja atau ibu kota yang sempat kusinggahi hingga makanan di 17 ala Italy dan beberapa negara Eropa mengisi ruang perutku, kali ini boleh ya aku menikmati masakan langit rumah, kepulan nasi yang dimasak sepenuh hati oleh seseorang yang biasa kupanggil Ibu.

Okey, so sepagi ini let me mengurusi masalah birokrasi yang banyak malesi dan penuh antri ini.

Sembari menunggu ngabuburit bareng manusia-manusia berarti di Temanggung ini. Senjaku di Ramadhan untuk Temanggung ini sudah tersusun dengan rapi. Yeaaah

Temanggung yang berkabut,

24 Ramadhan 1438 H
Nabiladinta









Teruntuk Kelantan,

Hei . How's Life ?

Itu kalimat bahasa inggris yang paling aku suka kalau mau nyapa. Siapa aja kapan aja. Beberapa hari berhenti karena merasa tidak ada sesuatu hal yang sangat berarti. But nooo, I think everything is meaningful buat dikenang.

For now, aku mau mengenang dua temen superku yang qona'ahnya MasyaAllah ngga pernah putus sampai dunia bakal mampus berhembus. Hari-hariku seperti hari biasanya, mengajar harfun muqaddam-qolilullah-mengajar sedikit demi sedikit ilmu Islam-berhabluminannas pada batas yang memberi banyak arti.

Before going to both of my friends, aku udah semakin merasakan kehangatan sebuah keluarga dalam suatu ritme perjalanan. What a super journey is how you get a new family, wherever whenever you're. And I always get the word of family.

Ini kabar dua hari lebih yang lalu. Sewaktu aku membuka grup besar wasap MHI 2017. Di tengah hari yang syahdu ada notif dari Gandhi,

"Bismillaah, perjalanan menuju pedalaman orang asli Malaysia di dua tempat. InsyaAllah sampai tanggal 8 besok bersama kurang lebih 20an relawan dan Rif'at Bira dari Mu'allimaat."
-MHI 2017, 1.07 pm / June 4th-

Secara otomatis kalimat "Hati-hati, semangat, dsb" keluar dari seluruh kawan. Ya, awalnya mereka adalah berempat, tambah Mina dan Azzam Ahmad di Pusat Latihan dan Dakwah Orang Asli (PULDOA) 16450, Kok Lanas, Kelantan. Mereka berempat adalah kawanku yang terakhir aku jumpa sebelum akhirnya bertolak berempat (Aku, Wafiq, Umma, Fawzy) ke Sik Kedah di kediaman Dr. Noordin di Bandar Baru Bangi, Selangor. Itu udah macem perpisahan penuh tanya, karena kita tidak pernah bisa membayangkan dengan jelas kehidupan kita selama beberapa hari ke depan di Tanah Melayu ini.

Ahh, mereka selalu bisa bikin manusia amatir macam aku ini semakin penasaran dengan keberanian. Setelah beberapa hari lalu dalam jurnalku, Bira berhasil membuat tanganku mengisi ruang deretan alfabet. Karena Pendekar Srikandi Lampung itu tidak sungkan mengajarkan ilmu silatnya di Kok Lanas. Aku selalu takjub dengan perempuan-perempuan yang survive-nya bisa selayaknya bahkan melebihi lelaki. Honestly tidak pernah ada hal yang membatasi.

By the way ya, aku merasa sedikit menyesal, setelah dulu pernah bergelut di dunia bela diri sejak SD dan akhirnya berhenti di kelas dua tsanawiyah di Mu'allimaat. Setelah dulu berkali waktu pingin nangisss karena kena tendang terus kalau kuda-kuda salah, itu jaman aku masih SD persiapan buat Lomba Seni IPSI. Dan ya waktu itu juga setiap hari diterabas bahkan waktu gerimis datang, di tengah lapangan sekolah. Suatu ketika aku pernah datang seorang diri demi belajar silat, dengan penuh kemaksimalan Pak Narwan guruku yang juga Pendekarnya Temanggung eksklusif mengajariku. Kenapa aku bisa-bisanya berhenti ? Lol. Tapi tenang, kehadiran seorang teman perempuan tangguh semacam Bira berhasil menyihir seluruh penyesalan menjadi sebuah kesyukuran dan ketakjuban anyway. Its true Bir.


***

Dari jauh melepas dua kawan pergi ke pedalaman itu membuatku menyisipkan banyak doa. Doa penuh keyakinan dan tanpa kekhawatiran, dan mereka juga akan dilepas seorang-seorang. Meninggalkan Mina dan Azzam di Kok Lanas, aku bisa ngebayangin gimana Mina nangis sejadi-jadinya ditinggal Bira dan Gandhi. Gadis belia yang pas awal masuk Mu'allimaat dua tahun kurang lalu selalu keluh kesah ke aku, manusia amatir ini. Spontan aku mengontak Bira dan Gandhi masing-masing. Gandhi yang udah share banyak ke aku. Sebenarnya hanya Bira yang berangkat, perempuan macam apa kau ini Bir, tidak pernah gentar dengan apa pun.

" Ya Allaahhh... panjang bil ceritanya.. Awalnya emang nggak kepikiran buat ikut si..

Umi yg jd mudir kurikulum MPI Kok Lanas ini kan minta tolong biar yg cewe jgn semua berangkat. Karena ngga ada relawan buat ngajar murid2 orang asli yg putri. Akhirnya Mina yg stay, Bira ikut.

Cuma, delay 30 menit sebelum berangkat aku berubah pikiran setelah liat banyak relawan dateng dari jauh. Pengin ikut. Terus aku bilang Mina , karena  yg laki-laki masih ada relawan pengajar yg lain, jadi sebenernya Umi ngijinin aku sama Aam ikut. Tapi karena Bira dah terdaftar jadi nggak mungkin Mina ditinggal sendiri. Mina aja berdua sama Aam terpaksa gitu, jadi aku ngerasa agak bersalah sih ninggalin dia. Dia mintanya aku ikut stay di Kok Lanas gitu..."
-Ilham Gandhi, 1.31-

Waw. Empat terbagi jadi tiga tempat jadinya, padahal di bagian lain Malaysia ada yang bertiga satu tempat. See ? Mereka siap terpisah karena kemauan besar buat mengerti makna sebuah perjalanan dan pengalaman.

Setelah perjalanan kira-kira selama 5 jam lebih akhirnya mereka sampai di lokasi masing-masing. Baru tengah hari tanggal 5 Juni mereka berdua memberi kabar di grup MHI 2017. Ilham Gandhi di Kampung Kuala Lah, Kelantan sedangkan bunyi kabar Bira begini,

"Alhamdulillaah kemarin saya telah sampai pedalaman lokasi orang asli pada pukul 6 di Taman Sari, Kuala Betis, Gua Musang, Kelantan."

Mereka berdua langsung memberi gambaran keadaan sekitar dengan beberapa gambar tangkapan lensa. Aku paham pasti sinyal sulit sekali dan beli kartu pun juga mahal. Kalau kata Gandhi, "Ngga ada sinyal disini.. Harus naik bukit dulu baru dapet edge.. Eh, curhat ya bil.. disini simcard mahal. biar bisa ngehubungin temen-temen aja aku mesti beli maxis 15 rm cuma dpt 500mb buat seminggu. Dan biar dapet gratisan 20 gb internet hrs pke kredit dlu...huaa"

Dan sayangnya Bira sulit sekali ku hubungi. Dia baru muncul di grup MHI Mu'allimaat,

"Maaf umi ini saya baru bisa komunikasi, dikarenakan tidak ada sinyal. Sehingga saya beli kartu baru. Dan alhamdullilah akhirnya ada sinyal. Alhamdullilah disini saya baik2 saja.

Semacam itu mi keadaannya, disini sudah banyak Islam. Hal itu dikarenakan seringkali dari ABIM yang berdakwah kemari. Awalnya disini orang beragama animisme dan dinamisme."
-Rif'at Bira, 6.59 pm-

How lucky they are. Empat hari di pedalaman Malaysia bakal jadi super experience ever buat mereka pastinya. Apalagi punya pengalaman terjun di dua tempat selama Mubaligh Hijrah Internasional ini. Bertahan seorang diri juga bukan hal yang mudah dan semua peserta MHI bakal mau, semua punya cara-cara masing-masing. Kawasan di pedalaman punya khas bahasa Melayu yang lebih dalem, beda dengan di kota.

I know sedikit dari Mak Su Azlina kalau di Malaysia ada tiga bagian besar masalah dialek. Kalau di Kuala Lumpur dan sekitarnya masih kental dengan 'e' nya semacam Apa jadi ape, kalau di Kedah sudah berbeda lagi, bahasa Kedah lebih sesuai dengan bunyi hurufnya, kalau di Kelantan cenderung bakal berbeda lagi. Dan itu yang dirasain Gandhi dan Bira di kawasan Kelantan. Apalagi sendiri sebagai warga negara Indonesia. Kata Gandhi, kalau udah ngobrol pakai bahasa asli Melayu pingin segera pergi. Di Kok Lanas pun mereka bener-bener bareng orang asli bahkan ada yang dari negara tetangga. Terlebih lagi di Kampung Kuala Lah dan Kuala Betis. Tapi anehnya justru ada warung Indomie di sana. Lidah ini semakin rindu rempah racikan Indonesia. Huaaa

Kegiatan mereka disana pun udah banyak aja di hari kedua, di Kampung Kuala Lah relawan dari ABIM bagi-bagi biskuit buat semua warga (muslim dan bukan), kurma satu toples buat 1 KK muslim, masak bareng warga, jalan-jalan sama relawan, nge-vlog, nemenin budak-budak sahur jam 12.

Bahkan di kawasan itu walaupun banyak keterbatasan fasilitas dan finansial, semangat belajarnya besar banget. Bahkan yang baru belajar baca iqra' satu sore, ada yang udah  bisa baca hampir semua huruf hijaiyah. MasyaAllah, ketika kita berusaha mengajarkan Al Qur'an sesederhana apapun kita bakal merasakan betapa takjubnya dan segalanya pasti akan dipermudah Allah SWT. Percaya tidak percaya itu kenyatanya.

***

Gandhi dan Bira bisa jadi inspirasi buatku pun kawan-kawan yang lain. Dengan segala cara mereka tidak pernah berhenti memberdayakan apa yang bisa diberdayakan. Mengudarakan islam yang rahmatan lil alamin dan menjadi kader yang menyejukkan. Dimana dan kapan pun itu, karna kemanusiaan dan islam tidak memiliki sekat untuk diluaskan, tidak memiliki tendensi untuk dibatasi.

Melebur dalam banyak warna, banyak ras dan kau akan menyadari, "the world is as marvelous as you make it"

12.40 WA

Salam Kawan,

Sik Kedah
12 Ramadhan 1438 H








Sepekan ramadhan berlalu.

Dan ya aku sudah mempunyai rutinitas pasti. Yang tidak membekukan pastinya.

Aku mulai lebih mengenal dengan budak-budak. Hari itu sama seperti hari sebelumnya. Bangun - mengajar harfun – mengajar ilmu sederhana tentang islam – menjelang berbuka tanpa bazar.
Tapi biarkan aku mengenang hari yang telah lalu. Akhirnya aku dan Umma memutuskan hadist akan menjadi materi pokok, sedikit demi sedikit kami dan yang singkat aja lah ya Um. Dan sesi hadist selalu Umma yang memegang kendali. Haha kaya apa aja ya dikendaliin, aku memilih bahasa arab. Dan itu pelajaran jitunya, praduga-ku salah. Mereka tau banyak soal pelajaran menghafal angka dan beberapa hal dengan bahasa arab. Nyaass, pas aku coba tanya sebagai intermezzo.

Aku harus berfikir cepat, duh apa ya di depan 40 lebih budak perempuan dari derajah satu sampai tingkat 5, dan itu seumuranku ? Lol banget kaan.

Seketika dua ide muncul bebarengan, “nah bil kasih tau banyak aja tentang mufrodat-mufrodat sederhana di sesi akhir nanti sebagai follow on project-nya bisa dibikin kertas yang disebar dan ditempel pada tempat, barang atau arena yang berbahasa arab,” kataku kepada diri sendiri.

Calm down dear.

Mengalir bahkan sederas-derasnya mengalir madrasah ala surau itu. Mendengar mereka mengeja itu sudah terpupuk kesabaran abadi supaya jangan terburu pergi.

Then you know, kamar sudah semakin hangat, semakin banyak yang datang, semakin banyak yang mau mendengar cerita pun aku dan Umma penasaran dengan kehidupan mereka. Hal yang sering aku dapati kalau budak-budak tanya adalah soal, “Akak berapa sodara ?” biar jelas dan mantap aku sebut selengkap-lengkapnya. Duh, ini yang bikin rindu adek-adek kesayangan di rumah, apalagi duo jantan Daffa Gibran. Tapi mereka ngga bosen-bosen tanya kita soal pacar. Mana ada kita pacaran ya, daan selalu itu yang mereka tanya. Padahal emang beneran nothing. Sense of feeling-nya gimana coba.

Apalagi mereka yang nge-fans berat sama Wafiq Ulin Nuha. Ampuun, dia punya senjata apa sampe sesorean itu aku dan Umma ngga bisa berhenti ketawa. Apalagi yang paling nge-fans itu bilang, “Pokoknya bilangin Wafiq aku cinta sama dia, aku sayang, aku rindu dia.” Beuuuuh gimana coba. Ngakak hardest banget kan ya. Kalau si Fawzy dibilang masih kaya anak sekolah rendah, masih keliatan kecil. So sorry to say banget Fawzy, but its true. They were saying that thing.

Suasana menjelang buka yang ramai dengan bunyi sholawat di ruang terbuka, oh ya di jurnal sebelumnya aku lupa sekali sebutan ruangan itu apa. Yak, dan namanya itu Dewan Makan, atau bisa juga disebut kantin sama budak-budak.

****

Yang lebih banyak beri hikmah itu di momen 8 Ramadhan. Selepas mengajar harfun dan muqammad kami kembali bertemu Pak Cik Hazizan, yang masya Allah beliau itu haus ilmu agama banget. Waktu kami lewat Office Pejabat, Pak Cik langsung memanggil.

“Hei, sini Pak Cik nak bertanya.”

Langsung beliau megeluarkan semua jurus ampuh hidupnya. Tafsir Muhammad Yunus, berlembar-lembar kertas tafsir yang kecoret pensil, kitab gundul dan se-tas itu isinya buku-bukunya beliau. Sampe beliau ngeluarin beberapa buku tulis yang isinya catatan soal ilmu agama. Sampai pada suatu titik, beliau menunjukkan catatan mengenai jumlah surga.

“Ada berapa jumlah surga ?”

Terlihat berurut 8 tapi yang keisi hanya dua atau tiga angka. Aku mengingat-ingat sama Umma, “Jannatul Firdaus, Jannatul ‘Adn, Jannatun Na’im... apalagi ya, aku lupa sekali ini. Wah kami lupa Pak Cik.”

“Pak Cik pun lupa, Pak Cik suka menulis di buku-buku ini. Kalau tafsir ba’da shubuh itu Pak Cik baca-baca.”

Sambil menunjukkan tafsir Al-A’raaf. Ampun Pak Cik, lubuk terdalam ini malu banget, masih muda ngga se-semangat beliau. Sampai beliau tanya metode apa yang kami ajarkan ke budak-budak. Kami menjawab dengan metode harfun, sambil beliau bertanya beberapa tanda warna di dalamnya. Akhirnya kami meminjami beliau satu buku harfun.

“Boleh besok kita saling berbagi. Pak Cik akan kesini lagi,” beliau menata lagi barang-barangnya dan memasukkan ke dalam tas tangan itu. Sambil itu pula beliau tanya, apa kami mengenal Muhammad Yunus, salah seorang penafsir yang masyhur juga katanya di Indonesia.

Rumah Pak Cik Hazizan ada di Sungai Petani. Khas suara Pak Cik kalau berbicara itu unik lho, suaranya bikin rindu karena emang beda dan keliatan seorang muslim yang sederhana dan selalu mau belajar banyak hal dari siapa pun sampai mau saling berbagi ilmu memahami Al Qur’an dengan kami, yang masih merasa apalah-apalah ini. Agak sendu dan bergetar suaranya, beliau sudah berumur sekali.

***

Pada lain waktu, salah satu warden dan Fadzelin berbagi cerita soal model sekolah di Indonesia dan banyak lah ya. Tapi lebih mengobrol soal pendidikan dan pariwisata, Indonesia punya apa aja. Bagiamana ini tidak membuat semakin bangga ? kami  punya banyak yang terus bisa dibagi, bukan dipendam sendiri tapi itu tetap hak cipta kami. Duh, karena namanya negeri sendiri harus dijaga, bukan hanya bikin iri terus diambil seenak hati.

Dan di hari yang baru aja berganti satu setengah jam lalu, ada lagi-lagi si Nisa bikin guyonan ke aku,
“Kak Nabila, kaka tau apa bedanya kakak sama KLCC ?”

“Hmm.. Apa ya ?”

“Kalau KLCC hak Malaysia, kalau kakak hak saya.”

Bhahahaha. Duh adek ini bikin terharu, padahal pas pagi mengajar harfun dia kami tunjuk karena sehari kemarin tidak memperhatikan, masa iya aku biarkan hari ini dia juga kehilangan paham. Walhasil saat kudekati dia menangis sendu, aku kira dia bakal kesel dan ngambek denganku, ternyata malah sampai tadi aku terakhir ketemu, dia senyum-senyum dan bahagia terus. Adek Nisa, terimakasih ya tetap semangat sampai akhirat menantimu, ayahmu bangga kok denganmu. Sholehah di Rumah Yatim Gemilang ini :)

So, how about senior-senior disini ?

Ya. Mereka seumuran denganku dan Umma. Sewaktu aku dan Umma mau ke toko dan bazar. Mereka nitip dibeliin Top Up Celcom (simcard disini). Haha, ternyata sama aja lah ya Um kalau di sekolah kita pun juga ngendap-ngendap bawa hp. Ketua asramanya pun nitip charge-in power bank ke aku. Paham-paham kok, paham banget. Kata Fatimah, “Tapi nanti kalo warden kesini bilang ya ini punyamu.” Oke siap Fatimah santaaii, kami berdua sangat paham kok.

Oh ya, last but not least.

Rumah Gemilang ini punya grup nasyid dan semalem juga jadi hiburan sewaktu Briged Bhaknti dari Pinang dan Alor Setar datang sekaligus bagi duit raya. Grup nasyid ini akan naik ke tingkat kebangsawanan which mean Nasional, mereka harus bikin lagu sendiri. Wafiq dan Fawzy disuruh bantuin bikin lirik untuk putra. Bernafas lega, karena aku dan Umma nggaa.

By the way soal yang briged bhakti itu Pak Cik pemimpin rombongannya sampai nangis gara-gara masih merasa banyak anak yatim yang bahkan belum bisa makan berkecukupan. Kepedulian memang selalu jadi senjata paling ampuh di bumi manusia ini ya.

Tentang Rumah Gemilang dan segala kedamaiannya

13.12 WM

Salam kawan,

Sik Kedah
9 Ramadhan 1438 H
MADRASAH KALIMAT JAWI

Heyy. Matahari muncul dengan tidak terlambat sepagi yang lalu. Pohon berdiri dengan gagah. Banyak manusia yang sedang mencoba mengangkat diri disini, memulai pagi dengan banyak tugas yang dibagi. Bangunan sederhana di tengah negeri Kedah sedang membangun kembali nafasnya yang beberapa hari sedikit sunyi karena banyak yang sedang pergi ke kediaman masing-masing.

Sahur pagi itu menyisakan banyak pemahaman. Menyisakan beberapa bulir nasi yang tidak habis dimakan seisi rumah ini. Tetap masih menyisakan ketidak tenangan, kerisauan, dan keyakinan yang berkumpul dengan jangka yang sudah pasti dan membawaku kesini.

****

Selayaknya seekor lebah, kemanapun dia akan mencari bunga untuk mencipta madu dan memberikan bunga pemahaman yang lebih baik supaya mencipta lagi bibit baru dengan bantuan lebah hingga serbuk sari jatuh pada putik. Dari setiap persinggahan, aku banyak berharap bisa menjadi seperti lebah, yang selalu dirindukan kedatangannya oleh bunga.

Ya. Menjadi kader yang dirindukan adalah perkara sederhana tapi butuh kekuatan komitmen dan konsistensi

Aku banyak diam pada hari keduaku ini, masih menjadi pengamat amatir atas kehidupan di Rumah Gemilang. Ternyata mereka setiap sudah ter-alarm untu piket pagi, sampai sebelum aku memasuki tandas (kamar belakang) untuk membasuh diri ada budak kecil bernama Nisa yang memberhentikanku, dia hendak membersihkan tandas seorang diri. Kalau di asrama sekolahku minimal dua orang yang membersihkan tandas. Sampai memasuki kamar pun ada budak kecil, Acik namanya yang menata rapi seluruh kasuk (sandal) di depan kamar Jannatul Firdaus.

Pagi itu diawali dengan sholat dhuha berjamaah, doa selepas dhuha pun unik. Mereka terbiasa dengan membuat doa menjadi nyanyian dalam bahasa Melayu. Lalu terbagi dua kelompok yang Al Qur’an untuk diajar harfun dan Muqaddam sesi setelahnya, bisa juga disebut Iqra’ hanya 10 anak. Kami berdua bergantian dan kadang saling membantu mengajarkan 'Moco Qur’an Sak Maknane' yang menjadi tag line metode ini, karya cipta Ustad Syaichu. Surah Al Fatihah, pembuka Al-Qur’an menjadi awalan kami dengan banner halaman pertama buku harfun. Setelah semua cakep bacanya, masing-masing grup stor ke aku dan Umma. Emang budak-budak ini cerdas binti mantap.

Mereka tanggap dan cepat paham, tapi ya jelas aja, “wong mereka udah ada nyanyian tentang Al Fatihah pake arti Bil,” kata Umma. “Walaah gitu ya Um, alhamdulillah nek gitu.”

Sewaktu menyimak budak-budak muqaddam membaca, aku sampai heran kenapa mulutnya ngga pada mau mantap mangap kalau memang makharijul hurufnya mengharuskan mangap, haha. Setelah usai, ini menjadi titik pelajaranku dan Umma.

“Bil, makharijul hurufnya masih kurang banget. Besok yuk kita tekenin soal itu.”

Setelah bercakap dengan Umma, muncul sedikit demi sedikit ide sederhana kami. “Harus kena nyampe ke hati Bil biar ada sisa-sesisanya kita disini, jadi dirindu terus,” batinku kerap kali di banyak waktu.

✔MADRASAH SIANG
Sebelum dhuhur hampir semuanya terlelap. Barulah aku dan Umma nge-gas lagi jam 2-an. Arab Pegon hey, jadilah banyak cari referensi, minimal mereka bisa nulis nama mereka yang ber-nasab itu. Theeen, ini bagianku. Umma bagian mengajar hadist soal menuntut ilmu. Ada hal sederhana tapi akan jadi sesuatu yang religius buat budak-budak ini.

Apa itu ?

Menulis basmalah di setiap mau memulai mencatat, sekaligus aku tulis di bawah tulisan basmalah : In the name of Allah, the benefition the merciful

Menulis tanggal kita mencatat, memang tidak begitu kelihatan useful di masa sekarang tapi bakal useful banget someday kaan. Hijriah dan Masehi.

Then. How work Arab Pegon teaching is simple.

Ya. Sederhana banget kok, aku beri contoh tulisan arab namaku dan Umma. Mereka salin di buku tulis dan mereka juga tulis nama latin sekaligus nama arab mereka. Aku dan Umma pun berkeliling, menjawab budak-budak yang polos ini sat per satu.

“Akak Nabila...”
“Akak Umma..”

Jawabku selalu, “Iya adeeek,” sambil sungging senyum.

Supaya waktu terbagi dengan epik, disitu lah Ice Breaking itu mustajab. Tarian tangan ✖Papatumetumepappa✖ menjadi andalan super.

Antusias ? Iya sangat malah. Semangat ? Pake banget.

Berlanjut dengan sesi Umma dengan hadist sederhana yang ampuh buat para penuntut ilmu di seluruh penjuru negeri. Lepas itu, semua budak stor hafalan. Ini hal yang ngga ribet dalam mengajar ku kira. Tapi ada beberapa budak muqaddam yang kesulitan, meninggalkan si Nur Ain yang duduk dengan Umma. Paras dia seperti ada keturunan India, kecil, dan hitam manis. Sampai pindah tempat, Umma masih sabar membantu mengeja hadist. Aku pun membantu sedikit-sedikit. Sampai akhirnya..

Dari hati turun jadi air. Tes.. tess..

“Nur Ain jangan menangis, Nur Ain kuat, Nur Ain bisa kok. Nur Ain Iqra’ berapa ?”

“Dua,” sambil menggeleng-geleng kelihatan lelah karena susah menghafal hadist.

Dia pun beranjak ke kamar, sendiri. Menyisakan aku dan Umma yang harus mengecek satu per satu buku tulis mereka terkait Arab Pegon.

✔BAZAR SIK KEDAH
Nah di bazar sekarang beda, bukan lagi sama Mak Lung dan Pak Lung. Penasaran aja, akhirnya bareng sama budak-budak. Oh ya, sama ketua asramanya juga namanya Siti Fatimah. Dia emang kelihatan garang mukanya, apalagi tambah kejutan di hari pertama. Teriak di kamar besar. Ternyata orangnya super baik, senior banget lah ya. Udah 10 tahun hidup di Rumah Gemilang. Parasnya membangun segan seluruh budak Rumah Gemilang. Rasa-rasanya ngga ada kepinginan buat beli apa pun. Walhasil aku dan Umma cuma beli es degan sehara 2 RM, itu pun iuran karena super gede.

Eh ya, sampai di suasana ba’da tarawih tiba-tiba Abi Amir menyuruh semua budak-budak Rumah Gemilang berbaris. Muka udah garang begitu, padahal biasanya beliau itu yang penuh keramahan. Dan momen ini di lain cerita. Semua dihukum loncat-loncat macam pemanasan dan aku lupa sekali itu nama gerakannya apa. Berkali-kali. Mereka dimarahi, dengan bahasa Melayu yang tanpa jeda itu aku hanya menangkap sebabnya karena mereka tidak segera ke surau untuk sholat tarawih, sampai yang perempuan pun duduk semua dan juga ikut diberi peringatan.

"Eh ternyata Abi Amir itu Asgar Angkatan Darat Malaysia. Makanya tadi waktu ngehukum anak-anak keren, " kata Wafiq.

Selepas semua budak putra balik ke lokasi putra, menjelang tidur semua budak-budak perempuan dikumpulkan. Daaaaan mereka kena peringatan lagi, karena menaruh sampah dengan tidak tertib. Sampai ketua asramanya curcol ke aku dan Umma, “Kami yang kena padahal mereka yang buat (budak putra).”

Ya. Sekilas itu aja di hari kedua, keluarga ini udah mulai menuai banyak kehangatan.

21.50 WM

Salam kawan,


Sik Kedah
9 Ramadhan 1438 H












Telah tiba dimana rasa sepi harus disudahi. Menghamba hanya berdua saja dicukupi, saatnya aku bertatap muka dengan manusia baru yang aku yakin nantinya akan membawa haru di hari akhirku di Kedah.

Rabu. Dunia baru. Ya, aku akan memulai babak baru di Rumah Yatim Gemilang. Banyak yang memenuhi pikiranku untuk tetap percaya dan yakin bahwa kamu belum apa-apa. Maka basuh dulu muka lesumu untuk membangun mimpi baru di Rumah Gemilang supaya cemerlang. Ibaratnya musafir yang butuh jeda berkali waktu dan yang butuh banyak kesabaran dan keteguhan untuk bertemu manusia baru.

Aku menata koperku dan seluruh yang ikut bersamaku pada ketibaanku di Malaysia. Mak Lung dengan kerendahan hati dan kesyahduannya setiap memuliakan tamunya ini mengetuk pintu kamar. Aku bergegas memutar gagang. Banyak yang tergenggam di tangannya, ternyata beliau menghadiahkan kami masing-masing satu tas kosmetik Thailand dan jilbab Kak Sarah. Seumur-umur aku bukan perempuan yang suka dandan apalagi dengan kosmetik yang mahal seperti barang yang aku terima dari Mak Lung. Hela nafas bahagia, rasa keperempuanan kebanyakan manusia di dunia harus kamu maklumi dan apa susahnya dipakai kaan. Macam syukur tanpa ukur.

Bergegas. Menjelang ashar terdengar mobil dari Akak Aziah, aku harus beranjak dari satu kehangatan keluarga menuju keluarga yang semoga mengukir haru dan menuai banyak kehangatan. Kami dibawa diikuti Pak Lung dan Mak Lung dengan mobil berbeda. Sesampainya di Rumah Gemilang, keadaan sudah banyak berubah dnegan banyak mobil dan manusia-manusia yang berdatangan. Kami langsung dibawa menuju Office Pejabat dan aku juga sudah berjumpa dengan Wafiq dan Fawzy.

Pak Cik Aziz namanya, beliau berwajah –chinese- dan terlihat orang yang tegas cekatan. Beliau menawarkan kami butuh rehat sebentar atau langsung bisa dimulai, dengan sigap kami menjawab bisa sesegera mungkin. Serasa tidak sabar menuju medan tanding, haha. Dengan meja bundar di ruang kecil itu kami didudukkan lalu Pak Cik memberi sebuah kertas berjudul Mubaligh Hijrah Internasional yang harus kami isi nama dan segala perangkat identitas sederhana yang mengikuti. Pak Cik melakukan semacam Intermezzo dengan bertanya keadaan muslim di Indonesia sembari menceritakan pengalamannya sembahyang di Tanah Aceh yang sedikit jamaahnya, lalu menyampaikan praduga kalau pantas saja 2-3 juta muslim Indonesia per tahun bisa ada yang murtad karena memang sedikit yang menjalankan islam secara kaffah. Hanya berdasar masalah ekonomi masyarakat muslim yang kurang, terkadang terbujuk rayu dan terjatuh ke dalam agama lain. Pak Cik Aziz menanyakan kondisi daerah asal kami masing-masing dan bandara mana yang terdekat dengan kami. Yang jelas kotaku, Temanggung bukan daerah yang memilki stasiun atau pun bandara.

Pak Cik Aziz terlihat seperti pejalan antar bangsa, sehingga beliau bertuah tentang kekuatan mencatat karena semakin senja kenangan bisa saja terlupakan. Menjelajah banyak bangsa dan tempat harus dicatat, seperti makanan seharga berapa, alamat, nama tempat perbedaan dialek. Mencatatlah dan kau akan semakin kaya, pemahaman lain yang kutangkap siang itu.

Aku dan Umma segera dibawa ke kamar, walhasil kami ditempatkan bersama dengan budak-budak asrama. Aku menyangka kami akan terpisah, tapi tak apalah. Sedikit berbeda dengan yang lainnya akan banyak menuai hal baru, toh kami juga terbiasa hidup di asrama dengan tidur bersama di ruang besar.

Pak Lung memanggil seorang gadis belia bernama Khalija binti Ghazali, wajahnya putih dan cantik kupikir. Dia yang membuat aku penasaran, karena kakak tingkatku yang dulu singgah di Rumah Gemilang menitipkan salam untuknya. Segera kami berjabat tangan. Pak Lung memberinya dua barang yang terbungkus kotak kepadanya. Lalu kami buka di dalam kamar Jannatul Firdaus, ternyata itu adalah alat untuk membuat seperangkat lemari sederhana. Dua buah jadinya untukku dan Umma. Akak Masyitah dan Yani membantu memasang. Aku mendengar mereka bercakap, semakin sulit didengar dialek bahasa Malaysia di Negeri Kedah ini. Heuuuh, bismillah.

Agak dag-dig-dug. Bukan karena kami tak mau satu kamar dengan mereka, tapi kami merasa layaknya anak baru yang datang ke asrama dengan bangsa yang berbeda. Masih tidak tenang ketika belum mengenal semuanya. Mungkin karena belum kenal jadi masih merasa tidak nyaman, asumsi positifku kepada diriku sendiri.

✔Menjelang Berbuka

Bis besar parkir di depan Rumah Gemilang. Bertuliskan Kolej Community Sungai Petani, ternyata ada kakak-kakak dari sana yang akan turut berbuka dengan budak-budak disini. Kami pun turut bersama mereka di ruang besar dan terbuka di sebelah dalam Rumah Gemilang. Sampailah kami di tengah keramaian, hei kenapa masih saja belum tenang. Ingat Allah saja hingga hatimu tenang, aku dan Umma tidak akan sejauh ini tanpa ditemani Tuhan Abadi. Aku banyak membayangkan di kepala tentang apa yang akan kami berdua lakukan. Masih absurd saja sampai petang, sampai tidak hanya sekali aku membuka gallery dan grup wasap Tim MHI.

Kami sedang menggali inspirasi kepada teman kami yang penuh dedikasi.
Budak-budak ramai sekali, semacam saudara yang sudah lama tidak tatap muka karena libur hampir satu pekan. Kami berdua mendekati beberapa anak yang seumuran dengan kami. Oh ya, ketika ada yang membuka salam jawaban dari budak-budak sedikit berbeda, ‘wa’alaikumussalam warahmatullahi wabaraktuh wamafirtu... (sambil sebut nama yang mengucapkan salam)’. Kami mendengar ketika Pak Cik Aziz menyampaikan sambutan sekaligus memperkenalkan kami berempat, pasukan MHI Mu’allimin-Mu’allimaat.

✔ Sholat Tarawih

Surau. Inilah tempat kambi berkumpul untuk menghamba. Wafiq dan Fawzy bergantian menjadi imam sholat isya’ dan tarawih. Oh ya, ketika menuju surau tiba-tiba ada budak kecil yang manis sekali menyapa kami,

“Assalamu’alaikum Akak..,” sambil menyalami kami.

“Wa’alaikumussalam adek, siapa nama ?” balasku

“Siti Humayra.”

Sampai waktu nanti dia yang akan paling sering menyalami kami dengan senyum manisnya.

***

Ba’da tarawih kami masih berkumpul di ruang besar tempat berbuka tadi. Kakak-kakak dari Kolej Community akan menampilkan nasyid mereka, tersebar kertas putih berisi lirik. Aku dan Umma hanya bisa menikmati dan berkabar ke teman-teman lainnya di penjuru Malaysia, ramai sudah jadinya kami mengobrol nasyid, hahaha. Tidak pernah lepas dari mengabadikan momen di setiap waktu. Berfoto ria-lah kami dengan penghuni Rumah Gemilang dan Kolej Community. Tidak sengaja ada akak cantik yang cukup semampai datang, ternyata namanya pun Nabila sepertiku. Bersyukur sekali ada perempuan cantik manis semampai yang namanya Nabila, hmm semoga aku juga ketularan semampainya ya (?)

Keramaian baru berakhir di waktu hampir tengah malam. Aku dan Umma pun berusaha menggunakan segala waktu supaya bisa berkenalan dengan budak-budak. Penuh syukur, kami selalu diterima dengan hangat di negeri ini, di ujung atas Negeri Jiran. Aku langsung menjumpai Akak Masyitah, “Kak nanti kami mau ketemu, hendak cakap soal program kami disini.”

Beberapa waktu kemudian, kami dipanggil beliau menuju Office Pejabat. Jadi Akak Masyitah ini adalah seorang Warden atau biasa disebut musyrifah kalau di Mu’allimaat. Akak Masyitah ini juga hangat sekali, perawakannya tinggi dan kecil kalau cakap sama kami sedikit-sedikit bisa bahasa Indonesia. Kami mulai semangat menyusun apa saja yang bisa dilakukan untuk Rumah Gemilang, hal wajib adalah harfun tentunya. Pak Cik yang penuh semangat tadi, menyuruh kami supaya mengajar Kalimat Jawi, agak bingung. Hah. Kalimat Jawi, dengan bahasa Kedah yang lumayan mbingungi, akhirnya kami paham.

“Oalaaaah Arab Pegon Um,” kataku kepada Umma.

Umma menatapku dengan penuh kebingungan pula. Gimana bisa nanti, kami awam dengan Arab Pegon. Kalau bertemu pun kadang menerka-nerka sendiri tanpa pernah tau kaidah sebenarnya. Tarik nafass panjang, okelah bisa dicoba ya Um. Sesederhana mungkin, cukup dengan belajar menulis nama sendiri.

Oh ya, disini setiap nama pasti diikuti nasab. Sampai Pak Cik Aziz heran kok kami tidak bernasab, “Nanti kalau misal ada nama Ulima Nabila Adinta empat orang tak bingung jika tanpa nama Bapak ?” Wafiq yang menjawab, “Pasti nanti ada bedanya Pak Cik di awal atau pun di belakangnya, jadi tak bingung, di Indonesia sebagian saja dengan nama Bapak.” Yass. Bagus fiq.

Kami pun kembali ke kamar dengan ketenangan bertambah. Tapi tetap saja masih kaku, ada yang mendatangi kami untuk bercakap. Kalau Pak Lung masih pelan-pelan tapi kalau budak-budak disini tanpa jeda sampai harus pasang telingan beribu kali lipat, lebay ya ? Iya memang lebay, bentuk kebingungan kami. Masih di tanah Melayu, gimana besok di lain benua Bil. Sampai lampu kamar Jannatul Firdaus sudah sayup-sayup aku dan Umma masih sibuk menatap layar, menyempatkan sisa waktu untuk mencatat, seperti kata Pak Cik Aziz.

Tiba-tiba ada perempuan di ujung kamar berteriak kencang, intinya menyuruh semua budak diam dan segera tidur. Gimana ngga semakin deg-degan, berasa anak yang bener-bener baru masuk asrama. Agak resah, lalu aku tanya ke salah satu budak yang sedang menghampiri kami, “Tak apa kalau kami masih bangun ?” “Tak apa tak apa, sudah biasa.” Maklum penghuni baru di tengah banyak budak Rumah Gemilang yang bermacam usia itu.

Aku tetap memanjakan jari di papan ketik. Dan mengumpulkan keyakinan untuk besok pagi, sahur bukan lagi di rumah Mak Lung, kami akan dibangunkan layaknya anak asrama Rumah Gemilang. Tapi di lain waktu, kami berposisi sebagi Cik Gu mereka. Kami berdua juga masih apa adanya banget, bukan guru yang lancar menyusun silabus supaya pembelajaran tertata.

Yakin. Teman tidur ke alam mimpi, supaya bangun segar di pagi hari Bumi Kedah

See. W E L ( L ) C O M E

21.59 WM

Salam Kawan,


Rumah Yatim Gemilang Sik Kedah
8 Ramadhan 1438 H
ALOR STAR, IBU KOTA NEGERI KEDAH









Ya. Ramadhan hari ke-4 atau hari ke-6 aku di Malaysia rasanya pingin bertermakasih pada angin yang utuh membawaku selamat sampai sana. Aku kembali menemukan arti ‘keluarga’ di kamus keluarga Melayu ini. Sepagi ba’da tadarrus 2 jam bersama Ibu-Ibu di Masjid Ar Rahman ditemani hujan deras yang mengguyur Kedah aku memilih menata nafas dulu (it means sleep well). Kita perlu sekali kan menjaga diri dan sanubari.

Kami bertolak pada tengah hari sebelum adzan dhuhur berkumandang. Pak Lung sudah menyampaikan kalau perjalanan akan lama, lebih dari satu jam dan akan menuju dua tujuan sampai nanti malam. Karena Pak Lung dan Mak Lung yang super baik itu aku dan Umma bisa meghamba di sekian banyak masjid. Sepanjang jalan banyak sawah melimpah, tapi sangat sepi, sepi sekali. Kami berdua pun diceritakan kalau sawah disini totally dengan mesin tidak seperti di Indonesia yang masih banyak manual, disini pun juga tidak banyak gubuk di tengah sawah berdiri.

Bagiku, masih tetap alami di Indonesia, suasana lebih syahdu apalagi kalau berada pada tatanan terasering.

Beranjak sejenak di masjid dekat sebuah pabrik, sayangnya aku lupa sekali namanya. Melaju terus hingga menuju perumahan yang cukup elit ternyata kami menuju rumah putra mereka berdua, namanya Syamsul. Cucu-cucunya langsung berhamburan keluar melihat Tokwan dan Tuk-nya keluar sampai salah satu mereka ada yang menggambar di kertas ucapan ‘welcome’ ke Tokwan mereka. Langsung kudekati mereka dan kutanya nama masing-masing.

Kepada putri sulung, “siapa nama ?”
“Afiyaa,”sambil mengerjap cantik sekali.
“Airaa,” si manis keluarga kecil ini.

Dari wajah mereka dan kesantunan mereka terlihat kalau mereka dididik dengan gaya islami oleh kedua orang tua mereka.

Lalu ada bocah kecil kisaran berumur 3 tahun berlarian tanpa baju. Lucu sekali dia, Mama-nya memanggil-manggil, “Hei Ashman Ashmaan.”

Pak Lung dekat sekali dengan mereka, namun hanya Afiya yang berpuasa. Pantas saja cantik, ganteng dan santun-santun Ibunya saja cantik manis anggun. Bau sosis pun kerasa sampai perut bunyi, sosis yang dimasak spesial untuk Aira dan Ashman. Ashman si kecil putih itu terus berpolah sampai Ibunya kepalangan sana-sini. Ternyata masih ada satu lagi yang lebih lucu, ya da Adzki yang masih terlihat muka tidurnya di gendongan Mak Lung atau Tuk-nya. Rasanya pingin tak gendong dan tak cubitin karena imutnya Masya Allah, besarnya pasti lebih cantik dan jadi idaman kaum adam. Haha

Tak jauh berbeda dengan keluarga di Indonesia, rumahnya pun sama. Modern, bukan rumah ala Malaysia. Zaman kan sudah bergulir ya di era global seperti ini, disini aku menemukan rak buku yang banyak sekali sastra Indonesia terpampang seperti buku-buku Pramoediya Ananta Toer dan catatan seorang demonstran 'Soe Hok Gie.' Buku-buku itu beberapa waktu lalu kutamatkan. Masyhur sekali mereka sampai tanah seberang. Aku kembali mendapat pemahaman, menulislah dan kau akan semakin cantik.

Sayangnya kami harus menyudahi kunjungan itu. Menjelang ashar kami bertolak menuju Masjid Al Irfan, di tengah kota Alor Star. Seberang masjid itu ada halte bus dan SMK Kebangsaan khusus putri. Begitulah, setiap menemui bangunan apapun Mak Lung dan Pak Lung selalu berusaha menjelaskan secara rinci. Sederhananya seperti itu macam sekolah negeri atau swasta serta subyek pelajaran atau muatan apa saja di dalamnya. Kami juga bertemu beberapa pesantren di Kedah ini. Kami mengangguk-angguk sesekali bertanya memenuhi rasa penasaran yang tak kunjung berhenti.

I am never thinking, I will go around here. The power of me now is say thanks to Allah. How the world will show you the best way to see. Allah is powerful God ever. Thank you,

Lalu kami berhenti di sebuah kedai untuk membeli minuman dan tanpa disangka angin membawa kami ke sebuah Book Store, padahal baru beberapa waktu lalu aku membincangkan dimana Book Store di Malaysia di grup kecil WA. Allah memang baik dan selalu baik, barangkali Pak Lung selalu mau meninggalkan kenangan berharga dengan perjalanan dan buku. Dan kedua hal itu adalah jiwa yang selalu terpatri dalam diri. Jadilah aku memilih buku yang bagus ya tentunya sembari bertanya saran ke tiga orang temanku di Selangor, Thailand dan Kuantan Pahang. “BELI BIL !!” balasan serentak mereka. Dua orang dari mereka pun menitip antologi puisi dan cerpen tapi setelah pusing-pusing toko aku hanya bertemu antologi cerpen.

Betapa aku tidak tambah mau sujud syukur, ternyata kami dibelikan buku. Aku dan Umma membeli karya Buya Hamka. Eratnya sebuah keluarga memang selalu tanpa tabir apapun. Apalagi keluarga dengan kekayaan ilmu, dan merasa haus dengannya.

Sampai akhirnya kami sampai di kawasan kampung elit di Alor Star. Rumah panggung yang modern, rumah kediaman adik Mak Lung seorang Lawyer yang kami panggil Pak Su Muhammad Hezeri.

KEHIDUPAN KELUARGA MELAYU
Tentang ini aku dan Umma diajak berbincang banyak di waktu ngabuburit kami di ruang tamu yang klasik dengan lampu orange menerangi dan arsitektur kayu yang kental. Pak Su memang terlihat sangat berwibawa dengan tingkat pendidikan bergengsi. Beliau pernah menempuh pendidikan di International Islamic University of Malaysia (IIUM) atau disini biasa dikenal Universitas Islam Antarbangsa (tempat beliau bertemu Mak Su Nur Azlina yang ngga kalah keren dan cerdasnya, pantas mereka berjodoh ya). Beberapa kali beliau menceritakan harga-harga makanan di Malaysia dan balik bertanya bagaimana di Indonesia sambil mengkalkulasi ringgit ke rupiah, pun sebaliknya.

Beliau memiliki firma hukum sendiri, sebagai lawyer yang berbobot fikirku. Terlihat dari gaya bicaranya.

Tiba-tiba keluarga Bang Syamsul datang. Akhirnya bertemu si kecil Ashman dan Adzki lagi. Langsung ku gendong Adzki, yang tak lama kemudian menangis. Hiks kan sedih ya. Selepas itu kami masih saja mengobrol soal universitas, di Malaysia universitas milik Indonesia yang sangat masyhur terdengar adalah  ITB dan UGM kata Kak Siti Sarah. Obrolan kali ini lebih banyak soal pendidikan dan upah minimum pegawai negeri di Indonesia, mereka juga bertanya subjek apa saja yang kupelajari di Indonesia pada kelas sosial. Malaysia memiliki upah minimum 2000 RM sekitar 6 juta di Indonesia. Waw. Itu cukup tinggi dibanding Indonesia yang paling rendah kisaran 3 – 4 juta.

Tentang sebutan Melayu di Tanah Melayu (lebih luas lagi yang be-ras Melayu ya bukan hanya Malaysia). Pak Su bercerita kalau orang Indonesia menyebut semua orang Malaysia itu Melayu sedangkan jika orang Malaysia menyebut orang Indonesia lebih spesifik lagi dengan melayu Jawa, Sunda, atau kah Sumatera. Actually kita semua adalah ras Melayu di daratan yang lebih luas dari Indonesia.

Obrolan kami berhenti ketika kumandang adzan dari radio pun terdengar, ada yang terburu. Pak Su langsung menyatakan itu adzan daerah KL, Kedah belum lah. Baru beberapa  saat kemudian tibalah adzan.
Kami semua langsung menuju ruang makan. Rumah itu minimalis yang unik dan klasik. Menu berbukanya ada roti john ternyata, kata kakak tingkatku yang pernah berpesan supaya jangan lupa membeli ini. Kata Pak Su disini berkisar 2 RM. Dan itu enaknya pingin tak kusingkirkan dari lidah rasanya sekenyang apapun perut. Hampir seluruh jamuan Mak Su yang memasak, putra-putra beliau dan sepupunya berisik sana sini karena semuanya berebutan makan. Biarpun kami orang baru di tengah mereka tapi kami sangat diterima dengan hangat.

Mak Su betul-betul menghadirkan makanan apa yang kami mau makan. Sampai menuju sholat tarawih beliau yang ada di dekat kami. Tarawih kali ini tidak perlu mengendarai kereta, cukup dengan berjalan kaki bersama seluruh keluarga. Saat keluar jalanan kampung itu sudah ramai orang berjalan kaki ataupun kereta-kereta yang rata-rata berukuran kecil. Kami datang ke lantai bawah, dan semuanya adalah muslimah. Ternyata yang muslim ada di lantai atas. Imam terdengar denga pengeras suara. Masjid ini bernama, Masjidul Aman. Memang menyamankan siapa saja yang singgah menghamba disana. Cukup 8 rakaat tarawih kami ikuti, karena harus memburu waktu menuju Kampung Charuk Kudong yang lumayan lama.
Setibanya di rumah kami diminta biar makan besar, apalah daya perut sudah sangat penuh. Tapi tak apalah kami mencoba mie khas Malaysia dan makan snack. Mak Su sembari mengenalkan jenis sekolah islam tempat beliau menyekolahkan Hurin, Khumair dan Alexander. Saat ini mereka sedang libur jadi Mak Su harus lebih tekun mengawasi budak-budak yang maunya menonton televisi. Ternyata pelajaran agama di sekolah budak-budaknya berbahasa arab namun Cik Gu tetap menjelaskan dalam bahasa Melayu. Beruntunglah mereka punya Ibu seperti Mak Su yang pemahaman agama dan bahasa arabnya ampuh, berkat pengalaman belajar di IIUM kata beliau.

Selepas saling berbagi mengenai model pendidikan di Malaysia dan Indonesia aku meminta supaya bisa mencoba kursi medis yang bisa mijet, rasanya badan yang remuk berjalan kesana kemari terobati dengan pasti haha. Ada kejutan lagi buat kami berdua dari Mak Su, beliau membagi hijab-hijab ala Malaysia yang biasa dibeli secara online, “Kalo online sudah sampe tinggal depan rumah.” Bukan hanya itu, beliau tiba-tiba masuk kamar dan keluar lagi alu memberi kami amplop (udah Selamat Hari Raya Idul Fitri ajaa). Bisa diterka lah ya, apa maksud dari amplop. Kami menyalami dengan penuh tanda terimakasih.

“Ini dari Pak Su, sebagai bentuk zakat untuk orang-orang yang menuntut ilmu,” jelas Mak Su dengan penuh kerendahan hati.

Mak Lung dan Pak Lung segera bergabung menuju kami. Kami harus segera bersiap untuk pulang. Hal yang tidak penah kami lupakan adalah mengabadikan momen bersama keluarga Melayu yang sangat hangat ini. Sampai detik itu, aku dan Umma berfikir,
“Kok bisa-bisanya sih ya Um kita malah tinggal di keluarga dan kenal sampai keluarga besarnya yang lain. Harus bagi-bagi ini sama Wafiq sama Fauzy.”

Ya. Malam itu berakhir dengan keyakinan bahwa kami harus kembali menjalin rahim degan keluarga besar ini pada waktu nanti. Jangan lupa kembali pada yang memberi arti Bil.

Terimakasih Keluarga Melayu :)

Tentang Kedah dan segala penghamparannya.
Salam Kawan,


6 Ramadhan 1438 H
11.30 WM
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Cari Blog Ini

POPULAR POSTS

  • Hari-Hari di Pamulang (3)
  • 2024: a magic of ordinary days
  • Tentang Bisa Punya Waktu Tanpa Libur
  • pagi yang aneh

Categories

AFS Italy 2017-2018 Self Talk Hijrah Malaysia Ramadhan di Italia
Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • April 2025 (1)
  • Desember 2024 (1)
  • Juni 2024 (5)
  • Januari 2024 (1)
  • Desember 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • Agustus 2023 (3)
  • Februari 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Desember 2022 (1)
  • November 2022 (1)
  • September 2022 (1)
  • Agustus 2022 (3)
  • Mei 2022 (3)
  • April 2022 (10)
  • Februari 2022 (1)
  • Desember 2021 (2)
  • November 2021 (1)
  • Oktober 2021 (2)
  • September 2021 (1)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (3)
  • Juni 2021 (2)
  • Mei 2021 (1)
  • April 2021 (2)
  • Januari 2021 (2)
  • Desember 2020 (2)
  • November 2020 (1)
  • Oktober 2020 (11)
  • September 2020 (1)
  • Agustus 2020 (2)
  • Juli 2020 (2)
  • Juni 2020 (1)
  • Mei 2020 (19)
  • April 2020 (7)
  • Maret 2020 (2)
  • Januari 2020 (1)
  • Oktober 2019 (1)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (1)
  • Juli 2019 (1)
  • Mei 2019 (1)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (1)
  • November 2018 (1)
  • Agustus 2018 (1)
  • Mei 2018 (2)
  • April 2018 (4)
  • Maret 2018 (4)
  • Februari 2018 (5)
  • Januari 2018 (7)
  • Desember 2017 (9)
  • November 2017 (6)
  • Oktober 2017 (6)
  • September 2017 (7)
  • Agustus 2017 (2)
  • Juni 2017 (12)
  • Mei 2017 (11)
  • April 2017 (6)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (2)
  • Desember 2016 (5)
  • November 2016 (6)
  • Oktober 2016 (6)
  • September 2016 (5)
  • Agustus 2016 (1)
  • Juli 2016 (1)
  • Juni 2016 (6)
  • April 2016 (2)
  • Februari 2016 (1)
  • Januari 2016 (2)
  • Desember 2015 (1)
  • November 2015 (3)
  • Agustus 2015 (1)
  • Juli 2015 (1)
  • Juni 2015 (4)
  • Mei 2015 (1)
  • April 2015 (2)
  • Februari 2015 (6)
  • Januari 2015 (3)
  • Desember 2014 (4)
  • November 2014 (14)
  • Oktober 2014 (2)
  • Agustus 2014 (3)
  • Juni 2014 (12)

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates