Nabiloski De Pellegrini

The silent girl that oftenly only sit on her chair and do nothing is called Alicia. She is my classmate. A New Yorker. Yes, you can call her New Yorker because she was born there in a cold snowy winter 17 years ago. That is why her dad gave the word “Snowy” as her middle name. Believe it or not she is now my classmate. Almost 5 years. Ans of course she is teh only foreigner in my class. Probably because of culture problem, she talks rarely. Eventhough she has Indonesian look. I think her soul is still American.

Just like her middle name, she is cold as snow. But, deep beneath the surface she is a warm, kind and friendly. And that’s actually strengthen the idiom that says, “Don’t judge a book by its cover.” Ups, we forget one thing. She is a big fan of words, literature and art. And let us pray for her so that she can be an artist in the future.

That is why I ask my request to her, “Alicia would you make a poem for me ?”. she describe me sincerely, it is truly special words. I couldn’t speak anything anyway

The End to The Peak
Another mountain to climb
Crossing the forest and clouds
Waiting to be called by her name
The winner receives her crown

Roaring away, echoing around
A shining armour at it’s place
She flights and flights endlessly
Unstoppable Unreplaced

Her name was heard from around the world
From west to east
Using her golden sword
Slaying courageous beasts
And hour to the peak

Giving all her might
Knowledge is what she seek
The toppest view is her sight
A few feet away

Her goal will be accomplished and honk her horn
And that is when the world realized
A leader was born

Alicia, Do you believe that I am as what you describe about ?

And you know, this poem already made me trembling. Alicia, the way you show your caring is a part that make me realize, how deep you’re to look around especially your friend, Nabila. Thank you so much, with all the heart


Tulisan ini juga di pos di
Pengelana Negeri-Maarif Muda

Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang tidak terdidik di Republik ini adalah ‘dosa’ setiap orang terdidik yang dimiliki di Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan oleh keadaan.
-Anies Baswedan, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Pendiri Indonesia Mengajar-
Mengingat usia kemerdekaan Bangsa Indonesia yang sudah berjalan menuju 72 tahun serta perjuangan yang sudah tidak terhitung berapa tahun lamanya sejak kesadaran berbangsa satu Indonesia muncul. Indonesia masih harus terus berlanjut untuk terus berpredikat sebagai bangsa yang merdeka sampai kapan pun dengan tidak melupakan hakikatnya sebagai bangsa yang terdidik dan terpelajar.

Senyatanya pendidikan masih saja belum terurai dan tersemai dengan merata di seluruh penjuru republik. Hal ini yang terus menjadi keresahan saya sejak dalam pikiran, selayaknya seseorang yang mencintai bangsanya tapi masih terus melihat ketimpangan lalu geram untuk melakukan perubahan. Sehingga siapa saja yang sedang belajar dan selalu berusaha menjadi orang yang terdidik tidak melupakan hakikat dirinya untuk juga mendidik siapa pun yang belum terdidik di tanah kita sendiri, tanah dimana darah kita mengalir tanpa tepi. Belajar bukan hanya untuk bekerja atau menjadi sarjana. Melainkan untuk ikut mengubah jalannya sejarah.

Cita mulia dan pengharapan terhadap Indonesia mulai mengepul sejak saya memutuskan untuk merantau dari tanah kelahiran di Kota Tembakau menuju Kota Pelajar, Kota Yogyakarta. Ada pergeseran yang membuat saya berubah dalam cara berpikir dan memandang segala hal tentang dunia global dan Indonesia sendiri. Tentang bagaimana seharusnya sebagai seseorang yang terdidik dan terpelajar nantinya. Tentang bagaimana mengabdi dengan sebaik-baiknya untuk negeri. Tentang pendidikan yang menanam budaya pengetahuan sehingga mampu menghapus kekerasan, kebiadaban dan ketidakadilan. Kepergian saya keluar kota membuat saya semakin menyadari kecintaan terhadap kota kelahiran, terlebih lagi jika keluar Indonesia, serasa melihat Indonesia lebih utuh dan semakin gelisah melihat banyak ketimpangan serta keterbelakangan yang sangat. Jadilah saya seseorang yang berpindah tempat dari masyarakat desa ke kota yang secara tingkatan pendidikan sudah tidak diragukan lagi. Beberapa potret realita pendidikan akan saya ceritakan yang berangkat dimana saya mengirup udara segar Indonesia.

Hidup di Kota Pelajar terhitung menuju tahun kelima saya berpijak dan menimba ilmu, kota yang mengantarkan pada banyak perjalanan dan petualangan hidup. Kebetahan dan banyak romantisme yang sudah terbangun di Jogja tidak membuat saya berhenti untuk tetap mengenal Temanggung sebagai kota kelahiran. Ketika saya pulang kampung saya membawa kebahagiaan sekaligus menumpuk keresahan. Beberapa kali Bapak mengajak saya untuk melihat kondisi desa-desa di Temanggung, tujuannya supaya saya menyadari bagaimana masyarakat desa membangun hidup dan harapannya saya bisa menginspirasi anak-anak desa yang sudah memutuskan berhenti sekolah sejak lulus sekolah dasar atau menengah. Alasan mereka sederhana, untuk membantu orangtua berjibaku memenuhi nafkah keluarga. Tetapi apa secepat itu memutuskan berhenti dengan alasan yang sangat mulia ? Apakah seinstan itu untuk merasa cukup mengabdi pada keluarga dan tanah sendiri ? Banyak pertanyaan yang muncul ketika saya bertemu masyarakat desa. Secepat itu untuk beralih status dari yang masih bersekolah menjadi yang sudah berkeluarga. Banyak dari mereka yang melihat saya sudah cukup dibilang matang hanya karena usia simbolis 17 tahun, mereka beranggapan saya sudah pantas untuk berkeluarga, dengan guyonan diliputi pernyataan ketegasan Bapak saya selalu mengatakan, “Anakku masih mau pergi jauh kemana-mana”. Harapannya bisa terus menginspirasi.

Keresahan saya menguat sejak malam takbir 2016 lalu mendengar salah satu teman kecil saya sejak TK hingga SD tidak melanjutkan pendidikannya ke SMA, memilih untuk mengeruk batu dan pasir di sungai belakang rumahnya dan bekerja apa saja. Alasannya pun sama, membantu orang tua berjibaku memenuhi nafkah keluarga. Padahal melihat satu teman kampung saya yang lain dimana kami bertiga teman seangkatan juga sudah berhenti sekolah sejak pertengahan sekolah dasar. Kenyataan ini saja sudah membuat saya menangis dalam hati jauh sebelum perantauan saya ke Jogja.

Saya baru melihat segelintir, hanya dua kota di Indonesia tetapi saya tidak berhenti mendengar lewat media apapun tentang kondisi di luar kedua kota ini yang sama bahkan jauh lebih terbelakang. Tetapi saya tersenyum ketika masih ada anak di pedalaman yang rela bersusah payah menyeberang sungai untuk menuju kelas yang dirindukan setiap harinya, ketika Anies Baswedan mewujudkan cita mulianya untuk bangsa melalui Indonesia Mengajar, dan ketika banyak pelajar yang tidak berhenti beraksi melawan kesunyian negeri. Saya masih optimis, rasa optimis saya tanamkan sejak di pikiran saya sendiri, saya yang masih memimpikan masa depan lima benua nanti tetapi tetap tidak melupakan Indonesia, kembali dengan cita mulia, tidak sekedar angan namun turun tangan.

Sekolah bukan tempat yang menjamin sepenuhnya penghasilan ketika nanti bekerja melainkan tempat dimana mimpi dan keyakinan sedang dipertaruhkan.. Maka jika boleh saya berharap terhadap siapa saja yang membaca tulisan keci ini: belajar menjadi seorang terdidik yang melakukan petualangan sejak hari ini untuk menyadari dan menikmati betapa bahagianya bisa berjuang dan mengabdi pada negeri. Biarkan diri kita terlibat dalam rintangan karena memberanikan diri melakukan perubahan untuk memajukan Indonesia menuju bangsa yang semakin terdidik dan terpelajar. Mari beraksi bukan hanya berilusi, mari menyemai tanpa henti dengan sepenuh hati untuk masa depan negeri.

Lalu masih mau hanya berpangku tangan ?
Bagaimana Indonesia nantinya ?

 

Jadi ya, aku sedang penuh mengendalikan ekspektasi. Aku sedang penuh menerima spekulasi banyak orang. Aku sedang penuh penantian banyak kepastian. Aku sedang menanti dan berusaha berjalan dengan pasti.

Seperti seminggu lalu, rekan-ku menanyakan kabar tentangku, jawabku hanya, “doakan saja yang terbaik, aku lagi menunggu banyak hal, menunggu banyak kepastian”. Kata dia, “yang penting ada yang sedang ditunggu bil, nanti datengnya bareng-bareng”. Yaya, it is okay, jawabannya cukup melugukan, menggugukan, dan mengguyukanku, aku sedang merindu banyak perjalanan menakjubkan yang tidak pernah terbayangkan. 

I am walker

Aku terseret euforia kakak-kakak inspirasiku yang setahun lalu jadi partner berpikir ekstra di english debate, our match was so unpredictable and super crazy sist. Euforia perjalanannya yang bikin menganga setiap orang, itu baru yang kakak tunjukan ke sekian banyak orang lewat dunia kedua yang diseriusi bejibun manusia, sosial media. Perjalanan dan pertarunganmu yang entah kapan saat melawan ketakutan diri atau manusia-manusia yang sangat baru di sekeliling. 

Aku takjub kak, aku rindu. Yang paling aku rindukan adalah kehadiranmu di pertengahan tahun nanti dan sesaknya ceritamu yang penuh inspirasi, bukan sekedar di tumblr-mu yang sejujurnya sudah sangat menginspirasi, tetapi aku lebih merindu cerita yang bakal kakak ceritakan lewat indra senyatanya. Kamu sangat tau aku, kamu sangat mengharapkanku, kan? Supaya mengikuti jejakmu dan jejak Kak Manda sebelumnya. Doakan aku bisa mengarungi negeri yang lain, tentang Cina Selatan dan Utara kalian sudah sangat menginspirasi, doakan aku punya inspirasi yang lain dari benua yang menakjubkan dengan ilmu pengetahuannya.

Doakan aku, kalian penguatku dalam jejak perjuanganku, titah kalian mampu meneguhkanku. Kalian berdua pernah menjadi teammate debate yang bisa mendukung segala pertarungan kita, pertarungan silat lidah tentang segalanya tentang dunia. Yang mengantarkan kita pada pertemuan dengan banyak orang di luar nusantara. Doakan aku, kakak-kakak inspirasi penuh resolusi dengan laju revolusi yang menakjubkan. Aku terjebak dalam perjalanan super kalian, Kak Manda yang sudah setahun terlewatkan di Guangzhou, Cina Selatan dan Kak Oase yang sedang tergila dan terpesona dengan perjalanan yang masih terus berjalan di Harbin, Cina Utara, kan ? Yang tidak lelah menanyakan kabarku, untuk mengikuti perjalanan kalian berdua sebagai Indonesia Youth Ambassador, yang berkelana atas nama bangsa,agama, keluarga, dan almamater kita tercinta di Jogja. Menggelanggang menuju rantauan benua. Doakan aku, kalian penguatku, kalian inspirasiku

Aku bermimpi masa depan lima benua, manusia alam semesta

Kata ‘Masa Depan Lima Benua’ yang terinspirasi dari lagu Sang Filsuf, Mr. Sonjaya.

Zaman berkembang mengikuti, 
Mencari jawaban ilmu tentang satu dunia yang baru
Masa depan lima benua 
Manusia alam semesta tak akan kau ketahui 
Namun Tuhan bukan pembenci Lupakanlah masa lalu 
Dan dia yang telah pergi
Biarkanlah suatu tragedi
Jika kamu jatuh cinta lagi
Doaku sedang menuju benua ke- 3 perantauanku. Titahku dalam setiap adzan usai, selalu kuteguhkan kau tau ? Perantauanku selalu saja penuh liku, tapi Yang Maha Segala Raja selalu saja unik, selalu saja ajaib dengan segala kejutan. Aku pemimpi lima benua tanpa henti. Asia dengan sejarah agama yang menakjubkan, Eropa dengan keagungan ilmu pengetahuan, Afrika dengan segala riuh rendah manusianya, Amerika dengan negeri banyak negeri yang tertancap di tanahnya, dan Australia dengan keunikan Aborigin. Lalu banyak lagi hal menakjubkan dan cerita tentang setiap benua. Semoga aku menjadi pelukis sejarah di setiapnya. Jejali setiap negeri, lunasi cerita setiap negeri tanpa tapi, rekam jejaknya selayaknya manusia kecil pengukir sejarah. Singgahlah di setiap negeri dan kau akan merasakan betapa bahagianya mengenal bumi dengan segala penghamparannya, dibawah langit dengan pembinaannya yang menakjubkan. Biar kamu terlarut anggun dalam kabar langit untuk bumi atas kuasa-Nya.

Setelah Asia, Amerika, lalu mau dipertemukan dengan benua mana lagi ?



Doa bulan dua yang sesore kemarin kuseriusi
Doa bulan dua yang ku peruntukkan : sekolah kader
Doa bulan dua yang terlantunkan atas nama, Gebyar Mu'allimaat V
Doa bulan dua yang bukan hanya menjadi tugas wajibku sebagai penggerak parade tahunan
Doa bulan dua yang baru saja terlantunkan di hampir 100-an jiwa mengelilingi-ku
Terimakasih,
Telah sepenuh hati mendengarkan dan mengamini

DOA OPENING GEBYAR MU’ALLIMAAT 5

Dengan nama Allah
Sang Maha segala Maha
Dengan hati kami berbicara
Dengan segala kerendahan kami berdoa
Bermula dari detik ini
Hembusan nafas kami, bertitah dengan sepenuh hati

Demi matahari dan sinarnya pada siang ini
Demi siang yang terang benderang
Demi langit serta pembinaannya yang menakjubkan
Demi bumi serta penghamparannya
Demi jiwa serta penyempurnaan ciptaan-Nya

Kami santri yang berpijak di tanah ini
Di jantung kota yang membangun romantisme tersendiri
Kota Pelajar yang tidak pernah sunyi
Kota Budaya yang tidak berhenti berkreasi
Kota yang telah berdiri jauh sebelum kami berpijak disini

Kami santri yang berpijak di gedung tua ini
Gedung yang penuh dengan jalan sejarah dari masa ke masa
Bertekad dengan segala keagungan-Nya
Memberanikan diri memulai titah kami

Kami santri yang berpijak di tanah ini
Menyongsong Bulan Dua dengan segenap nafas kami
Menyongsong Bulan Dua dengan kaki, tangan, mata, telinga dan segenap indra kami
Untuk berkreasi tanpa tepi
Untuk berkolaborasi dengan raga
Dalam pertarungan kekuatan seni, budaya, dan olahraga
Pertarungan yang semoga saja menebar persahabatan
Pertarungan yang mengantarkan pada kemenangan
Pertarungan yang berani berlegawa dengan kekalahan

Semoga pertarungan kami berjalan dengan sportif
Semoga pertarungan kami diselimuti canda
Semoga persahabatan kami berakhir tanpa tapi

Kami santri yang berpijak di tanah ini
Berdikasi sepenuh hati
Memohon dengan pasti
Jangan lengahkan kekuatan kami
Jangan sunyikan ide kami
Untuk berpendar dalam seni, budaya , dan olahraga
Demi melanjutkan perjuangan kakak kami
Dan mewarnai negeri

Demi pena dan apa yang dituliskannya

GEBYAR MU’ALLIMAAT V
BANGUN AKSI
RAJUT KREASI
UNTUK INDONESIA LESTARI

Wed Feb 01 2017

(nabiladinta)
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Cari Blog Ini

POPULAR POSTS

  • Hari-Hari di Pamulang (3)
  • 2024: a magic of ordinary days
  • Tentang Bisa Punya Waktu Tanpa Libur
  • pagi yang aneh

Categories

AFS Italy 2017-2018 Self Talk Hijrah Malaysia Ramadhan di Italia
Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • April 2025 (1)
  • Desember 2024 (1)
  • Juni 2024 (5)
  • Januari 2024 (1)
  • Desember 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • Agustus 2023 (3)
  • Februari 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Desember 2022 (1)
  • November 2022 (1)
  • September 2022 (1)
  • Agustus 2022 (3)
  • Mei 2022 (3)
  • April 2022 (10)
  • Februari 2022 (1)
  • Desember 2021 (2)
  • November 2021 (1)
  • Oktober 2021 (2)
  • September 2021 (1)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (3)
  • Juni 2021 (2)
  • Mei 2021 (1)
  • April 2021 (2)
  • Januari 2021 (2)
  • Desember 2020 (2)
  • November 2020 (1)
  • Oktober 2020 (11)
  • September 2020 (1)
  • Agustus 2020 (2)
  • Juli 2020 (2)
  • Juni 2020 (1)
  • Mei 2020 (19)
  • April 2020 (7)
  • Maret 2020 (2)
  • Januari 2020 (1)
  • Oktober 2019 (1)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (1)
  • Juli 2019 (1)
  • Mei 2019 (1)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (1)
  • November 2018 (1)
  • Agustus 2018 (1)
  • Mei 2018 (2)
  • April 2018 (4)
  • Maret 2018 (4)
  • Februari 2018 (5)
  • Januari 2018 (7)
  • Desember 2017 (9)
  • November 2017 (6)
  • Oktober 2017 (6)
  • September 2017 (7)
  • Agustus 2017 (2)
  • Juni 2017 (12)
  • Mei 2017 (11)
  • April 2017 (6)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (2)
  • Desember 2016 (5)
  • November 2016 (6)
  • Oktober 2016 (6)
  • September 2016 (5)
  • Agustus 2016 (1)
  • Juli 2016 (1)
  • Juni 2016 (6)
  • April 2016 (2)
  • Februari 2016 (1)
  • Januari 2016 (2)
  • Desember 2015 (1)
  • November 2015 (3)
  • Agustus 2015 (1)
  • Juli 2015 (1)
  • Juni 2015 (4)
  • Mei 2015 (1)
  • April 2015 (2)
  • Februari 2015 (6)
  • Januari 2015 (3)
  • Desember 2014 (4)
  • November 2014 (14)
  • Oktober 2014 (2)
  • Agustus 2014 (3)
  • Juni 2014 (12)

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates