Nabiloski De Pellegrini
Sepasang baju yang belum jadi

Bahkan belum sempat dimulai

Hanya bermula dari percakapan saat kita berdua masih dekat. 

We used to be good friends, really. Instagram story seorang kawan yang juga tersisip dirimu sungguh membuat air mataku tersendat semalam, dalam jarak 1x24 jam baru saja berhasil menetes kalau aku mengingat lagi cerita-cerita lama, dari mulai kisah tentang Bapak kita, bagaimana kita dibesarkan, bedanya kamu berhasil menjadi seniman sesungguhnya, sedangkan aku hanya menjadi penikmat dan sesekali menyisipkan seni di antara pekerjaanku meneliti dan menjadi juru tulis. 

Tidak terasa, mencoba berdamai ini ternyata belum kunjung mencapai definisi sesungguhnya. Sampai sudah tiga tahun berlalu dari percakapan dan surel hangat kita saling merayakan dan mengucapkan doa terbaik di hari ulang tahun kita di bulan sembilan yang sama. Aku sudah lupa kapan akhirnya aku memutuskan mute segala aktivitas media sosialmu, kecuali tumblr yang ternyata dari satu-satunya medium ini aku cukup senang mengetahui kabarmu dan tulisan-tulisanmu yang apik. Terlihat senantiasa tulus dan sepenuh hati, sama seperti gambar dan grafismu. 

Aku tidak tahu sampai mengalaminya bahwa patah hati yang lebih menyakitkan adalah kehilangan seorang teman, sesekali kesedihan ini merasuk pikiran saat kabar tentangmu tidak sengaja lewat di berandaku lewat beberapa teman yang (akhirnya) lebih dekat denganmu, pikiranku yang kelabu melayang pada masa-masa menggembirakan di masa lalu sembari harap-harap cemas, kapan ya kira-kira kita bisa dekat dan merayakan kehidupan bersama kembali?

Barangkali sepasang baju yang kita berdua rencanakan bisa terwujud nanti?
Barangkali kita bertemu di Eropa, dunia yang kamu ingin kunjungi untuk mendatangi pameran-pameran seni?

Segenap 'barangkali' ini senantiasa aku ucapkan dalam doa, semoga kamu dikuatkan pundaknya, mendapatkan tempat baru yang membuatmu bernafas lega dan tanpa terengah-engah merayakan kehidupan.

Sampai-sampai aku membayangkan, bagaimana bila suatu hari nanti aku bisa mengucapkan maaf sekali lagi kepadamu? Sebagaimana kata pasanganku, hidup pasti berputar sayang.. barangkali dan barangkali, ya?

Semoga pertemanan kita hanya layu sementara sampai guyuran air hujan menyegarkan kita berdua kembali,

Sampai bertemu dan bercengkerama kembali temanku, semoga hidupmu baik-baik saja. Sebagaimana kata orang bijak, sebaik-baik pertemanan adalah saling mendoakan.

Bandung, 30 November 2025
20.13





Kereta Pasundan menuju Jogja melaju dengan amat lambat, semakin lambat sebab perlunya pergantian lokomotif di Stasiun Cipeundeuy. Sial batinku, hari menyebalkan memang tidak ada di kalender.

Pagi tadi aku melakukan adegan dewasa yang penuh siasat, harap-harap cemas rapat pagi segera usai supaya bisa mengejar kereta tercepat menuju Jogja yang harusnya kulakukan tadi malam. Semua buyar karena urusan pekerjaan yang kalau dipikir lagi, keren juga aku bertahan di tengah kantor yang semakin lama semakin menyebalkan ini.
 
Bercita-cita menjadi peneliti ternyata juga nggak semudah itu dan setulus yang diajarkan di kelas-kelas antropologi. Ternyata menjadi antropolog tetap nggak dianggap cukup “laku” di pasaran negara ini. Ilmu antropologi rasanya cuma kata yang dipinjam oleh orang-orang semu yang mengakali supaya ide besar penelitiannya “seakan-akan” berpusat pada manusia. 
 
Di luar sana, orang-orang menganggapku bekerja di sebuah tempat yang sangat mulia. Bersama dengan orang-orang pintar dari kampus ternama dalam dan luar negeri dan didominasi oleh rumpun keilmuan yang sangat digdaya didengarnya sebagaimana pembangunan dilihat dari sesuatu yang ‘nampak’ saja. Sungguh berbeda dari kelas-kelas Prof. Laksono, Prof. Heddy, dan Mas Pujo yang senantiasa mengingatkan kami, mahasiswanya, bahwa sesuatu yang ‘nampak’ dan terlihat besar belum tentu berpihak pada manusia. 
 
Banyak sekali proposal yang menuliskan ‘etnografi’ dan ‘partisipasi observasi’ sebagai dua kata kunci yang mahligai dipandang penyalur dana penelitian yang kurasa eksistensi kami para lulusan antropologi pun tidak begitu dianggap valid dan merasa harus dilibatkan oleh mereka para penulis proposal itu. 
 
Sungguh mungkin aku jengah. Kering dan haus akan suasana ruang belajar yang memberdayakan dan memanusiakan orang-orang yang sedang belajar. Tulisan ini mungkin terlihat omong kosong perempuan seperempat abad yang sedang berupaya mencari ‘ruang tumbuh’ untuk mencari maisyah yang tepat.
 
Meskipun kuakui bahwa tidak ada yang benar-benar ideal di dunia ini. Bandung mungkin nyaman sebagai kota tempat tinggal, dengan udaranya yang dingin dan makanannya yang unik. Namun belum tentu tempat bekerja menjadi ruang yang nyaman untuk tumbuh. Oleh sebab itu, tumbuh dan tinggal tidak selalu bisa berjalan beriringan. Sampai-sampai dalam setiap doa yang belakangan kupanjatkan dengan teriakan sunyi mengingatkanku pada kemuliaan ilmu pengetahuan yang diajarkan di Gedung Soegondo, pada kesunyian catatan-catatan etnografi yang menyingkap nafas serta pengalaman kehidupan manusia, dan pada ketajaman indra analisis yang membuat dunia ini terasa sangat mungkin untuk mendobrak status quo yang menjijikkan.
 
Mudah-mudahan kita semua dipertemukan pada ruang dan kota yang membawa pada kehidupan yang tidak harus sempurna, namun setidaknya bisa membuatmu bernafas lega.
 
Kereta Pasundan, 12 November 2025
16.37
 

 Hari-hari belakangan, setiap kali menelpon Mukhtara Rama atau bertemu dengannya celotehanku selalu bermuara kepada apakah persiapanku sudah cukup? 

Tujuh tahun penantian ini terasa sangat lama, beberapa episode kehidupan lainnya kadang terasa berputar begitu cepat. Namun entah kenapa untuk perjalanan menuju 'kepulangan' ini rasanya aku sudah cukup menunggu sangat lama, sesuatu yang tidak pernah tidak aku pikirkan setiap hari. Terlebih lagi babak-babak pasca lulus dari sarjana membuatku sedikit lebih bijak (?) lebih banyak percaya kepada proses, bergerak, dan mengusahakan sesuatu yang baik dan penuh ketidakpastian.

Jatuh bangunnya rejeki, utamanya di satu tahun belakangan ini membuatku akhirnya tidak ragu untuk memutuskan kembali di hari pertama Ramadan. Menelpon Mamma Linda dan Papa Aurelio yang sedang mengasuh Mia, keponakanku yang belum kulihat secara langsung sampai akhirnya ia memasuki usia sudah bisa berjalan dan berbicara. 

Dengan mantab dan penuh ketegasan aku ucapkan untuk kembali menjenguk mereka, memastikan satu persatu selama masih memiliki dua bulan persiapan. Boleh diakui persiapan ini cukup mepet, dengan segala drama VISA, mengecek tiket perjalanan via segala website dan aplikasi sampai dengan yakin menyusun rute perjalanan yang terbaik. Sungguh, jantung ini kerap menjadi berdetak lebih kencang. 

Seringkali juga aku mengatakan, benakku akan merasa lebih tenang untuk menjemput syukur pertemuan kembali dengan keluarga dan teman-teman di Italia di antara segenap urusan dan ambisi kehidupan lainnya. Persiapan kepergianku kali ini juga sangat penuh perhitungan dan berhati-hati, mengingat ini akan menjadi perjalananku seorang diri yang kedua kalinya setelah tahun lalu dianugerahi perjalanan ke China dan Hong Kong. Di antara waktu-waktu itu babak dan urusan kehidupan lainnya tetap harus berjalan, rasanya masih nggak percaya?


Bandung, 28 April 2024

23.22

As a stubborn yet disciplined person, I have transformed into a new version of myself—a newborn woman. I’ve faced many trials and errors in this sleight-of-hand magic we call life. If life gives you lemons, I would definitely turn them into a cake, drizzled with kecombrang nectar and paired with a hand of V60 coffee, to be enjoyed in the tiny, old room I rent in Bandung, a city where I spent half of this year.

I never expected to live in Bandung for exactly six months and two weeks. I am grateful for every gift you gave me—from the cakes, cookies, and cranberries to bowls of smoothies, cozy café corners, cimol bojot, and the yard of @soula.leuit in Ciumbeleuit, where I practiced yoga on Saturday mornings. I cherished the old houses in the ITB area, owned by professors, which I passed by on my daily walks to the office. I’ve never doubted the tranquility and fresh air of this place.

These little moments definitely made my life better.

And yet, 2024 is pushing me in new directions, urging me to find new routes, ones both familiar and distant from what I had imagined. I still remember vividly the times when people asked me where I was, and where I would go next. My automatic response was always, “I don’t know—I’m just giving a shot to everything,” followed by a little laugh. I was pretending to be okay.

If this year were divided into three chapters, the first third would be all about collecting the "bullets" to face life’s challenges: moving back to Yogyakarta, scheduling my days to study for the IELTS, applying to one or two jobs a day, continuing my volunteer work for AFS Jogja, and working on whatever came my way. None of my mornings started without a gasp. The first third was tough, not only for me but also for my partner, who was also navigating his own path. We nearly cracked.

In the second third, however, I decided to accept a job offer I had thought I failed at. They had told me there would be no response in two weeks if I hadn’t been selected—but a month later, they reached out and offered me the position. God must have whispered in their ears. I moved to Bandung and negotiated to start in mid-May, thanks to an unexpected surprise from AFS Indonesia to join a fellowship in China! A reason behind delaying the job. Very thankful for AFS existing on earth.

I had never imagined traveling abroad again after my exchange year in 2018. I had planned to extend my stay and visit Hong Kong to meet two AFS friends: Miranda, whom I met in Veneto, Italy, and Fadhi, the captain of the AFS Indonesia-to-Italy squad. Those moments of reconnecting with old friends and discovering more of myself through travel were blissful. But life, as always, is a two-sided blade. During that time, I was also in a state of hopelessness about my romantic life—thankfully, we managed to work things out when I was in Bandung. Thank you to Mukhtara Rama for making countless attempts to visit me on that day, even if we ended up staying up until 4 AM. It was the hardest and most nerve-wracking conversation of the year.

By the final chapter of this year, I’d title it "A Random Card Game"—because that’s what life felt like. I often took cards without knowing the rules, trusting only God’s guidance. I settled into a routine: working during the weekdays, trekking or doing yoga on weekends, and visiting my family and friends in Pamulang and Temanggung. In September, I turned 25, feeling lazy and bored as I stared at my laptop screen at the office. Then, a notification appeared on my phone: "Annual Notice of Funding Opportunity."

I jumped up, nearly shouting out loud. My co-workers were shocked. 

All the trials and errors from 2023 finally paid off, and I found myself with a team I never expected. This opportunity became a breakthrough moment, not only for my life but also for my friendship with Alfreda Fathya, which has grown since we were a pair of IPM chairpersons in junior high school more than 10 years ago. Together, we have learned and reflected on the values taught by our beloved teacher, Umi Unnik. What does life mean to us and the people around us?

Our jokes have become a reality in adult life, and I’m grateful for the connections I’ve nurtured over the years. This year, I’ve embraced deeper connections—with my body, with the people I care about, and through the small things I do: cooking, practicing yoga, returning home, dating my partner, or simply relaxing in a café with a cup of brewed coffee. I am just hoping 2025 brings more time for travel and writing, and that the coffee tastes just as good as it was in this year.
 
Temanggung, 27-28 December 2024


Postingan Lama Beranda

Cari Blog Ini

POPULAR POSTS

  • Mendekati Kepulangan
  • 2024: a magic of ordinary days
  • Hari-Hari di Pamulang (3)
  • Tentang Bisa Punya Waktu Tanpa Libur

Categories

AFS Italy 2017-2018 Self Talk Hijrah Malaysia Ramadhan di Italia
Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • November 2025 (2)
  • April 2025 (1)
  • Desember 2024 (1)
  • Juni 2024 (5)
  • Januari 2024 (1)
  • Desember 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • Agustus 2023 (3)
  • Februari 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Desember 2022 (1)
  • November 2022 (1)
  • September 2022 (1)
  • Agustus 2022 (3)
  • Mei 2022 (3)
  • April 2022 (10)
  • Februari 2022 (1)
  • Desember 2021 (2)
  • November 2021 (1)
  • Oktober 2021 (2)
  • September 2021 (1)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (3)
  • Juni 2021 (2)
  • Mei 2021 (1)
  • April 2021 (2)
  • Januari 2021 (2)
  • Desember 2020 (2)
  • November 2020 (1)
  • Oktober 2020 (11)
  • September 2020 (1)
  • Agustus 2020 (2)
  • Juli 2020 (2)
  • Juni 2020 (1)
  • Mei 2020 (19)
  • April 2020 (7)
  • Maret 2020 (2)
  • Januari 2020 (1)
  • Oktober 2019 (1)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (1)
  • Juli 2019 (1)
  • Mei 2019 (1)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (1)
  • November 2018 (1)
  • Agustus 2018 (1)
  • Mei 2018 (2)
  • April 2018 (4)
  • Maret 2018 (4)
  • Februari 2018 (5)
  • Januari 2018 (7)
  • Desember 2017 (9)
  • November 2017 (6)
  • Oktober 2017 (6)
  • September 2017 (7)
  • Agustus 2017 (2)
  • Juni 2017 (12)
  • Mei 2017 (11)
  • April 2017 (6)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (2)
  • Desember 2016 (5)
  • November 2016 (6)
  • Oktober 2016 (6)
  • September 2016 (5)
  • Agustus 2016 (1)
  • Juli 2016 (1)
  • Juni 2016 (6)
  • April 2016 (2)
  • Februari 2016 (1)
  • Januari 2016 (2)
  • Desember 2015 (1)
  • November 2015 (3)
  • Agustus 2015 (1)
  • Juli 2015 (1)
  • Juni 2015 (4)
  • Mei 2015 (1)
  • April 2015 (2)
  • Februari 2015 (6)
  • Januari 2015 (3)
  • Desember 2014 (4)
  • November 2014 (14)
  • Oktober 2014 (2)
  • Agustus 2014 (3)
  • Juni 2014 (12)

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates